Mohon tunggu...
Jefri Suprapto Panjaitan
Jefri Suprapto Panjaitan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

pecandu kenangan, penikmat masalalu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

01, 02, atau 03?

15 Mei 2023   14:31 Diperbarui: 15 Mei 2023   14:32 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam yang tak berpemilik, kugunakan untuk merebahkan diri di tempat tidur hingga kantuk menghanyutkan. Kepulan asap hitam semprong yang diberikan saudagar kaya kemarin, menari-nari menemani sampai ku terlelap dalam tidur. 

Dinding kamar yang terbuat dari bilik bambu kembali bersiul kencang seperti malam yang sudah-sudah, hembusan siulan itu sedikit memaksaku tidur bak janin, kaki tertekuk meringkuk sembari merapatkan jepitan kedua paha tempat persembunyian tanganku. Jangan pernah bertanya kepadaku kenapa aku tidak memakai selimut?.

Embun pagi membangunkan ku dari tidur, cahaya semprong usang masih tetap terjaga. Kupadamkan dengan tiupan kecil, sambil mengucap terimakasih telah mengusir gelap yang terkadang membuatku susah tidur. Sinar mentari yang melahirkan cahaya mengintip dari celah-celah kecil namun tak terhitung jumlahnya. Ku beranjak dari kasur tua yang mungkin usianya 10 kali lipat lebih tua dari usiaku, menuju dapur untuk memasak air demi secangkir kopi yang juga diberikan saudagar kaya dari kota bersamaan ketika memberiku semprong usang. Ku ambil ranting kering yang 3 hari lalu sudah dikumpulkan, lalu kusuapi api kecil dengan ranting itu agar bisa cepat besar. Segara ceret yang sudah berisi air kuletakkan tepat dimulut api yang sudah menganga, aku sudah tidak sabar untuk menikmati kopi hangat di pagi hari, setelah terakhir kali 2 bulan lalu aku bisa meminumnya. Jangan pernah bertanya kepadaku, kenapa butuh waktu selama itu agar aku bisa menikmati seduhan kopi?

Matahari sudah menunjukkan diri dengan sempurna, jarum jam sudah mengarah tepat ke angka delapan. Secangkir kopi belum juga habis, aku tak sanggup menghabiskannya dengan sekali tegukan. bukan tidak bisa, hanya saja aku ingin menikmati kemesraan setiap tetesannya bersama pagi yang cerah.

"tok....tok....tok, Assalamualaikum." Suara ketukan pintu dan suara Rasman terdengar memanggil dari luar.

Rasman adalah teman akrabku, aku sudah mengenalnya lebih dari setengah usiaku lamanya. Nasibnya hampir sama dengan nasibku, kemarin dia bercerita sudah hampir 3 bulan dia sudah tidak meminum kopi dipagi hari. Ya cerita itu cukup membuktikan kalau nasib kami sama, barangkali dia lebih parah. Mungkin karena kesamaan itulah kami bisa berteman sampai sekarang.

"waalaikumsalam, iya sebentar." Kutinggal kopi nikmat yang tersisa beberapa tetes itu, lalu ku bukakan pintu untuk Rasman.

"tumben pagi-pagi kemari, ada apa?"

 "lah kamu lupa ya, hari ini ada undangan yang harus kita hadiri."

 "undangan siapa?, aku lupa." Timpal ku dengan pertanyaan

"saudagar kaya dari kota, mengadakan acara di balai desa. Semua orang desa diundang."

 "saudagar kaya dari kota yang kemarin?"

 "bukan, ini beda lagi. katanya sih beliau ini jauh lebih kaya daripada yang kemarin."

Tanpa pikir panjang aku bergegas bersiap diri, aku kebelakang sebentar untuk menghabiskan sisa kopi tadi, lalu berangkat menuju balai desa tempat acara itu dilangsungkan. Memang akhir-akhir ini tersebar berita akan ada beberapa acara yang diadakan oleh saudagar kaya dari kota di desaku, dan aku diundangnya. Sebenarnya bukan Cuma aku saja, banyak orang-orang sepertiku yang ikut diundang.

Amat sungguh semangat menghadiri acara saudagar kaya dari kota tersebut, bagaimana tidak? Perutku sangat dimanjakan, dan aku tidak pernah pulang dengan tangan kosong dari acara seperti itu. tiga hari yang lalu acara yang diadakan saudagar kaya yang berbeda dengan hari ini, aku diberikan semprong dan bubuk kopi lengkap dengan gulanya. Aku tidak tahu kenapa mereka tiba-tiba sangat baik, ya sebenarnya aku tidak peduli juga sih apapun alasannya, yang penting aku bisa mendapat barang-barang yang kuanggap mahal dengan gratis. Meskipun terkadang aku suka merasa jengkel, mendengarkan ucapan "jangan lupa pilih no 02 ya" selalu menghujani telingaku, tapi untuk voucher gratis aku iyakan saja.

Acara hari ini jauh lebih memanjakan dari acara yang kemarin, banyak makanan dan barang gratis diberikan kepada kami. Memang tidak salah kata rasman, saudagar kaya ini jauh lebih kaya daripada saudagar kaya bertuliskan angka 02 besar di bajunya. Meskipun kalimat menjengkelkan "jangan lupa pilih 01" kembali menghujani telingaku. tapi tak apa, demi rasa lapar yang tak bisa lagi menyiksaku untuk beberapa hari kedepan, mendengarkan celoteh yang bagiku tidak berguna itu akan coba kunikmati.

"kita tidak akan merasa kelaparan untuk beberapa bulan kedepan, karena kabarnya akan ada saudagar kaya dengan baju bertuliskan angka 03 besar mengadakan acara seperti ini minggu depan." Kata rasman kepadaku

 "sampai kapan acara seperti ini akan ada di desa kita?"

 "katanya sih sampai wakil-wakil rakyat itu selesai dipilih."

 "syukurlah, paling tidak kita bisa makan teratur untuk beberapa bulan kedepan."

Aku dan Rasman pulang dengan tangan penuh, tertawa bahagia tidak sabar untuk menyambut undangan berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun