BELUM USAI
Malam itu begitu tenang dan leganya
diiringi rasa syukur atas kemudahan, kelancaran dan antusias
yang melebihi ekspektasi yang telah tersetting rendah
Belum sempurna memang
seperti anak kecil yang dikhawatirkan orang tua atas kedewasaannya
Takut melepasnya untuk bisa mengarungi samudera sendiri
Aku memang tidak pernah segan untuk terlibat
tapi, bukan berarti aku sok berperan apalagi sok hebat
Anggap saja kesulitan itu buah dari kegagalanku di masa lalu
Lalu bagaimana solusinya ?
Aku sendiri yang akan mengisi kekosongan itu
Terlepas dari citra yang selalu melekat
Tak peduli itu, aku tidak pernah jaim tidak punya power
Karena hanya itulah yang bisa kulakukan
Selepas rasa lega dan syukur
atas selesainya momen sakral itu
Yang kini telah terganti dengan canda tawa
serta segelintir rencana dan proyeksi masa depan
Tiba-tiba saja tanpa sadar
Aku bertanya ke arah obrolan tak terduga
Sebuah rencana yang tak pernah terlintas di otak kosongku
Aku hanya remahan pemanis formalitas
di Tengah gemuruh gempitanya komandan idealis nan kritis
Kupikir aku akan segera usai
Tapi lagi-lagi usaiku bukan berarti meninggalkan tanggung jawab moral
Amanah ngurip nguripi akan selalu kubawa dan kujaga sebisaku
Tapi lagi-lagi bolehkan aku bertanya?
Haruskan abdiku diarahkan ?
Tidak bisakah aku memilih jalan pengabdianku?
Ya, aku memang hilang arah, tak tau harus apa
tapi bukan berarti aku tidak punya rencana masa depanku sendiriÂ
Diamku bukan berarti mereka bisa mengambil alih independensiku
Aku tau niat itu baik, tapi pernahkah berpikir soal aku dan segala kenyamanankuÂ
Tidakkah merasa memaksa hanya dengan dalih kepentingan bersamaÂ
Beginilah , persetan dengan tidak enakan, persetan dengan sungkan
Tekadku hanya ingin bisa menolak, dan semoga Tuhan dan semesta merestui
Dengan memberikan jalan dan pilihan lain yang tak terduga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H