PENDAHULUAN
Â
Mayoritas masyarakat Banyuwangi berprofesi sebagai petani baik petani pangan, hortikultura, peternakan maupun perikanan. Komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan salah satunya adalah buah naga. Banyuwangi menjadi salah satu kabupaten penghasil buah naga terbesar di Indonesia yang pasarnya telah merambah pasar internasional. Buah naga Banyuwangi banyak dibudidayakan di daerah Siliiragung, Tegaldlimo, Sempu, Pesanggaran, Purwoharjo, dan Cluring. Luas lahan buah naga di Kabupaten Banyuwangi mencapai 2479 ha dengan total produksi 35. 687 ton (BPS, 2019).
Permasalahan utama dalam usaha tani buah naga yaitu fluktuasi harga buah naga yang sangat besar. Akibat fluktuasi yang tinggi saat panen raya menjadikan petani rugi besar. Biaya produksi tidak bisa terpenuhi deNgan penerimaan penjualan buah naga, seringkali petani tidak memanen buah naga dan lebih memilih membuang atau memanfaatkan sebagai pangan ternak. Rata-rata petani buah naga menjual buah naga kepada tengkulak yang langsung datang ke lahan, tanpa adanya unit pengolahan agroindustri buah naga untuk memmperoleh nilai tambah. Kesepakatan harga diberikan dengan melibatkan petani sebagi price taker sehingga menimbulkan ketidakberdayaan petani dalam menentukan harga (Bachtiar, 2019).Â
Upaya untuk menstabilkan pendapatan petani melalui penerimaan usahatani buah naga dapat dilakukan dengan perluasan pemasaran buah naga baik ekspor maupun dengan diversifikasi produk olahan sehingga lebih bernilai tambah dan memperpanjang masa simpan buah naga. Agroindustri pengolahan buah naga dapat berupa pengolahan dodol buah naga, keripik buah naga, mie buah naga, sirup buah naga, stik  buah naga dan sebagainya. Agroindustri memiliki pengaruh penting dalam pengembangan buah naga dalam pengenalan komodiats buah unggulan melalui produk olahan yang dapat dpasarkan untuk jangakuan yang lebih luas.Â
Salah satu agroindustri pengolahan buah naga yaitu Kelompok tani Puspa Naga yang berada di Dusun Selorejo, Desa Temurejo Kecamatan Bangorejo. Kelompok tani Puspa Naga yang telah berdiri sejak tahun 2016 telah memiliki lima pengrajin dodol buah naga sekaligus menjadi petani buah naga. Pengembangan produk olahan dodol buah naga tersebut terbatas karena produksi hanya melayani ketika ada pesanan dan ketika musim panen raya yakni berkisar pada bulan Januari hingga Mei sehingga bisa menambah pendapatan petani ketika harga buah naga sedang rendah.
Â
PEMBAHASAN
Menurut Lestari (2018) Proses pengolahan ini memungkinkan adanya pertambahan nilai ekonomi bagi komoditas menjadi produk turunan buah naga seperti dodol, mie buah naga, nasi goreng buah naga dan minuman kemasan.  Nilai tambah nyata pada dodl buah naga dari pengolahan 4 kg buah naga dapat menghasilkan  2 kg dodol buah naga yang dapat dikemas menjadi 10 kemasan dodol dengan harga Rp.10.000/kemasan. Sedangkan jika hanya menjual buah naga segar harga sellau dibawah Rp.5000/kg ditingkat petani ketika panen raya. Produk dodol buah naga yang diproduksi oleh kelompok tani puspa naga memang bukanlah produksi buah naga yang pertama di kabupaten banyuwangi. Upaya pemerintah dalam mengembangkan komoditas buah naga melalui agroindustri dilakukan melalui pelatihan kelompok tani maupun UMKM oleh-oleh untuk pembuatan produk olahan buah naga seperti dodl buah naga, namun upaya tersebut tidak berkelanjutan.
Kegiatan pelatihan yang ada di desa temurejo yang diprogramkan pemerintah desa berhenti dikarenakan kegagalan produksi, kurangnya minat petani dalam mengolah buah naga secara mandiri serta tidak adanya program lanjutan dari pemerintah desa. Beberapa tahun belakang, khususnya pada tahun 2020 dinas pertanian dan kabupaten banyuwangi telah menggelar festival buah naga untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan mulai dari usahatai hingga produk olahan buah naga dari UMKM. Industri dodol buah naga Puspa Naga masih snagat memerlukan dukungan pemerintah baik dari segi modal.