Saat berbicara tentang kehidupan yang penuh dengan hiruk pikuk kota dan semua dinamika sosial yang tercermin dalam setiap sudut, keberadaan rumah dinas di mana para pejabat pemerintah tinggal memiliki nilai simbolis yang tak mungkin kita abaikan.Â
Selain mereka yang diselimuti oleh fasilitas, umumnya merupakan perumahan, tetapi rumah-rumah dinas secara teori adalah representasi langsung dari prestasi yang diperoleh para pejabat. Karena ini umumnya berasosiasi dengan perbedaan status sosial yang jauh lebih tinggi, pada dasarnya terdapat perbedaan antara kondisi kehidupan individu tersebut dengan konsep umum masyarakat yang menyebut kita dan para pejabat "rakyat".Â
Dengan kata lain, rumah dinas pejabat biasanya berada di kawasan elite, yang memiliki berbagai fasilitas mulai dari layanan keamanan selama 24 jam, lokasinya yang sangat strategis, dan mobil berplat merah yang terparkir rapi di depan rumah. Fasilitas-fasilitas dan benefit lain semuanya membentuk suatu gambaran mengenai bagaimana para pejabat tinggal dalam strato kontras dengan masyarakat umum.Â
Peran penting lainnya yang seringkali ditemukan sebagai perbandingan yang kontras adalah rumah dinas dengan rumah masyarakat biasa. Meski tentunya hanya diberikan kepada pegawai negeri atau pejabat sebagai penghargaan atas tanggung jawab kepercayaan negara kepada mereka, alasan mengalokasi model fasilitas ini di tengah kebutuhan masyarakat dapat melahirkan banyak kritik dan masalah.
Semua perilaku seperti yang telah disebutkan sebelumnya telah menjadi sumber ketimpangan yang menyakitkan. Hal ini hanya menunjukkan bahwa tidak ada cara kita dapat menyatukan kondisi hidup para pejabat dengan kondisi hidup dari pada masyarakat yang dilayani oleh mereka.Â
Tidak hanya itu, tapi ibarat ini ditunjukkan oleh fakta bahwa baru-baru ini kita melihat berita tentang beberapa anggota DPR yang mengembalikan rumah dinas mereka karena disuruh tetapi masih meminta tinggal di rumah tersebut dengan harga yang tidak mungkin.Â
Dalam kasus ini, semuanya menjadi sangat jelas dengan fakta bahwa kehidupan dari pada para pejabat tersebut tidak seperti penduduk biasa. Di satu sisi, ada satu sisi manusia yang harus memutuskan bagaimana cara memperoleh satu hari lagi dan melindungi dua uang. Sebaliknya, ada pejabat tinggi yang tinggal di dunia kekayaan, memperoleh segala fasilitas kemewahan yang membuat mereka bahagia.Â
Karena, dalam beberapa acara tertentu mereka membutuhkan lebih dari yang mereka bisa membeli. Ini menunjukkan perbedaan ini dengan sangat baik, sehingga hal itu membuat perbedaan menjadi panas. Di sini, semua perilaku dari para anggota DPR ini menurut saya bisa dikatakan sebagai tidak pantas.
Bayangkan, seorang ibu yang miskin dan harus bekerja keras di beberapa pekerjaan hanya untuk membayar sewa rumah di daerah terpencil. Di sisi lain, anggota DPR yang korupsi ketika sudah memiliki rumah 3 tingkat dengan kolam renang pribadi. Ketidakstabilan ini menciptakan kontras yang menyakitkan di masyarakat.
Contohnya seperti yang terjadi baru-baru ini, anggota DPR mengembalikan rumah dinas mereka sambil meminta tunjangan rumah dengan harga tidak masuk akal. Hal ini menunjukkan betapa jauhnya hidup mereka di atas awan sedangkan realita rakyat tidak semakmur itu. Banyak sekali orang yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan para pejabat tidak peduli dengan hal tersebut.Â
Bisa dibilang janji para pejabat, terlebihnya DPR tidak ditepati, lebih buruk lagi bahkan tidak dipentingkan. Mereka benar-benar menutup mata dengan kondisi masyarakat dan rakyat jelata yang kesulitan, sementara mereka bisa hidup senang bagaikan raja dengan lembaran uang mereka, yang bahkan berasal dari hasil yang kotor.
Sikap para anggota DPR sangatlah tidak pantas. Mereka, para pejabat yang memiliki kekuasaan yang lebih dan absolut, seharusnya menjadi contoh yang paten, baik, dan teladan, dengan kekuatan yang besar, datang pula dengan tanggung jawab yang besar.Â
Ternyata malah memperlihatkan kesenjangan dengan gaya mewah mereka, dan sayangnya, ini berpengaruh kepada kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan dan menciptakan rasa kesal dan ketidakadilan, yang akan mungkin bisa menimbulkan masalah baru lagi, tidak jarang bahwa sering tiba-tiba ada demonstrasi dan pergerakan dari rakyat untuk membuka suara dan pendapat mereka, atas betapa dibatasinya dan tidak berdayanya mereka di hadapan para pejabat yang memiliki wewenang otoriter, yang sayangnya mengacuhkan mereka.
Ibarat pohon besar di tanah subur, namun rantingnya jatuh dan daunnya rontok, masyarakat yang seharusnya diuntungkan dengan pemerintahan malah merasakan dampak dari kebijakan. Ketika pemimpin tidak memberi contoh baik, akar kepercayaan pun semakin lemah, setegap apapun batang pohonnya, ketika tidak diberi air (kebijakan yang baik), daun akan rontok, dan lama-lama pohon (negara) akan runtuh.
Melihat situasi seperti ini, seharusnya masih banyak sekali hal yang bisa dilakukan seperti evaluasi pendidikan karakter bangsa, ruang yang seharusnya dipenuhi kejujuran dan keadilan, haruslah dipenuhi dengan hal yang semestinya, bukan pemborosan kehidupan yang berlebih, dan para pejabat harus mengubah fokus prioritas mereka, pejabat bukan karena asal ingin mengontrol negara dan haus kekuasaan, namun juga berkompeten untuk mengurus negara, memajukan bangsa, dan lebih penting lagi, fokus dalam kesejahteraan rakyat nusa dan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H