Mohon tunggu...
Conny nurlita
Conny nurlita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlindungan Hukum Nasabah Koperasi Yang Dinyatakan Pailit Ditinjau dari UU Perkoperasian jo UU Kepailitan

5 November 2024   13:18 Diperbarui: 5 November 2024   13:45 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH KOPERASI YANG DI NYATAKAN PAILIT DITINJAU DARI UU PERKOPERASI Jo UU KEPAILITAN


Rahayu Hartini, Conny Nurlita
Unversitas Muhammadiyah Malang. E-mail :  Hartini@umm.com,
Unversitas Muhammadiyah Malang. E-mail : chonnynurlita@gamil.com

Abstrak
Koperasi, sebagai entitas hukum yang beroperasi berdasarkan asas kekeluargaan, menjalankan fungsi ekonomi dengan mempertimbangkan aspek keuntungan dan kerugian. Cakupan operasionalnya, terutama dalam sektor simpan pinjam, sangat krusial bagi masyarakat di daerah terpencil yang mengalami keterbatasan akses terhadap lembaga perbankan. Pailit, didefinisikan sebagai ketidakmampuan debitur dalam memenuhi kewajiban utang, menjadi isu hukum yang signifikan dan dikelola oleh Pengadilan Niaga. Perlindungan hukum untuk anggota koperasi yang menghadapi pailit diatur dalam Undang-Undang Perkoperasian, yang menetapkan bahwa aset koperasi harus dialokasikan terlebih dahulu untuk melunasi utang sebelum disisihkan untuk simpanan anggota. Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pedoman terkait prioritas dalam penyelesaian utang, di mana asas kepastian hukum berkontribusi pada perlindungan anggota koperasi. Proses pailit yang mengarah pada pembubaran koperasi memerlukan pengaturan lebih lanjut terkait prosedur dan wewenang pengajuan, sebaiknya melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Pendekatan ini penting untuk menjaga martabat koperasi dalam konteks masyarakat serta memastikan keadilan sosial. Proses penyelesaian pailit, yang melibatkan Tim Penyelesaian, berdampak pada baik debitor maupun kreditor, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis untuk meminimalkan kerugian dan mendukung kemajuan ekonomi.

Kata Kunci : Kepailitan, Perlindungan nasabah koperasi

1.PENDAHULUAN
Negara Indonesia memilik banyak sekali badan hukum yang telah berdiri di berbagai daerah. Badan hukum ini berfungsi sebagai subjek hukum, yang mendukung hak dan kewajiban. Ini menunjukkan bahwa badan hukum memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan hukum demi mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pengurus (organisasi badan hukum tersebut), untuk kepentingan kolektif anggotanya. Salah satu badan hukum yang falimiar di kalangan masyarakat yakni Koperasi.
Koperasi merupakan entitas bisnis yang terdiri dari individu atau badan hukum yang beroperasi dengan prinsip-prinsip koperasi. Koperasi juga berfungsi sebagai gerakan ekonomi masyarakat yang berlandaskan asas kekeluargaan. Pengertian tersebut tertera dalam Pasal 1 UU Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Istilah "koperasi" berasal dari kata "Co-Operative," di mana "Co" berarti bersama dan "Operative" berarti bekerja atau beroperasi. Oleh karena itu, secara harfiah, koperasi dapat diartikan sebagai sebuah bentuk kerjasama. Merujuk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 mengenai Perkoperasian, Pasal 21 menggarisbawahi bahwa struktur organisasi suatu koperasi mencakup rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Keberadaan elemen-elemen organisasi tersebut sangat penting dalam manajemen koperasi. Rapat anggota memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pengurus. Akan tetapi, sebelum disebutkan sebagai sebuah badan hukum, pihak pendiri koperasi perlu untuk mengajukan pengesahan terlebih dahulu. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor 123/Kep/M.KUKM/X/2004, proses pengesahan Akta Pendirian Koperasi dilaksanakan oleh Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah apabila anggota koperasi mencakup lebih dari satu Kabupaten atau Kota dalam satu wilayah. Permohonan untuk pengesahan Akta Pendirian Koperasi wajib disampaikan dalam bentuk tertulis, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, meskipun tidak ada keharusan untuk menyusunnya dalam format akta otentik.[ Anugrah, M. (2013). Tinjauan Hukum Pendirian Badan Hukum Koperasi (Doctoral dissertation, Tadulako University).] Untuk memastikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang berencana mendirikan koperasi, disarankan agar mereka meminta bantuan notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi untuk menyusun akta tersebut.
Akan tetapi, tidak dipungkiri juga meskipun koperasi-koperasi yang didirikan menjadi badan hukum yang resmi ini terhindar dari situasi pailit. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut "UU Kepailitan & PKPU"), kepailitan didefinisikan sebagai tindakan sita umum yang meliputi seluruh harta kekayaan Debitor Pailit, di mana pengelolaan dan penyelesaian kepailitan tersebut dilakukan oleh seorang Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

Dari permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, muncul beberapa pertanyaan yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini, yaitu: Pertama, bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah koperasi menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen? Kedua, apa dampak yang ditimbulkan oleh situasi koperasi yang pailit terhadap para nasabahnya?


2.METODE PENELITIAN
Dalam konteks karya ilmiah, metode penelitian berfungsi sebagai salah satu strategi untuk mencapai hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Melalui metode ini, peneliti dapat menemukan jawaban yang diperlukan untuk memahami peristiwa-peristiwa yang sedang diteliti.
Studi ini mengadopsi pendekatan normatif dan juga yuridis. Hal utama yang menjadi sumber utama di dalam kajian yuridis normatif ini yaitu adalah substansi hukum, alih-alih data atau fakta sosial. Hal ini disebabkan oleh fokus kajian hukum normatif yang terletak pada materi hukum yang memuat regulasi-regulasi normatif. Metode yang diterapkan meliputi pendekatan kasus (case approach) serta juga pendekatan kepada  perundang-undangan (statute approach). Dengan memanfaatkan pendekatan perundang-undangan, peneliti melakukan analisis terhadap regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang diangkat, termasuk yang berhubungan dengan Koperasi dan Kepailitan. Di sisi lain, pendekatan terhadap kasus diterapkan dengan menelaah putusan pengadilan yang relevan dan yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.KAJIAN PUSTAKA


3.1Tinjauan Umum Koperasi
Penjabaran dari koperasi merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 mengenai Perkoperasian, dapat disimpulkan bahwa suatu entitas usaha yang terbentuk dari sekumpulan individu atau badan hukum beroperasi sebagai koperasi, yang mana kegiatan operasionalnya berlandaskan pada asas-asas koperasi yang telah ditetapkan serta berfungsi sebagai gerakan ekonomi masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan. Koperasi bukanlh duatu badan usaha yang bisa dinilai menguntungkan pengurusnya saja, akan tetapi juga anggotanya. Yang dalam hal ini, anggota koperasi dapat berupa produsen, konsumen maupun pemilik. Mengacu pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, koperasi berlandaskan Pancasila serta prinsip kekeluargaan. Ini merupakan implementasi dari ketentuan konstitusi negara, yaitu Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa perekonomian harus dibangun atas dasar kekeluargaan sebagai suatu usaha kolektif. Kegiatan usaha bersama-sama yang dilakukan di dalam koperasi ini juga dapat disebut sebagai salah satu bentuk gotong royong.

3.2Tinjauan Umum Kepailitan
Merujuk pada pengertian kepailitan yang tertuang di dalam UU Kepailitan Nomor 27 Tahun 2004 yakni kepailitan didefinisikan sebagai sita umum terhadap semua kekayaan debitur yang mengalami kepailitan. Pengelolaan dan penyelesaian harta tersebut dilakukan oleh kurator yang bekerja di bawah pengawasan hakim, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut.

4.PEMBAHASAN


4.1 Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah koperasi yang dinyatakan pailit menurut Undang-Undang Kepailitan?

Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang memegang salah satu asas yaitu asas kekeluargaan yang beranggptakan orang-perseorang atau badan hukum. Apabila ditinjau dari segi bisnis, kegiatan seperti ini tentu saja tidak jauh dari kata untung ataupun rugi. Koperasi, sebagai salah satu entitas hukum, memiliki cakupan operasional yang melampaui batasan Perseroan Terbatas, dengan aktivitas yang signifikan dalam sektor simpan pinjam. Kegiatan ini, yang sangat dikenal dan menarik minat masyarakat, terutama di daerah pedesaan, memainkan peran penting, khususnya bagi individu yang tinggal jauh dari lembaga perbankan dan yang mungkin belum memiliki pemahaman yang memadai mengenai mekanisme operasional bank. Oleh karena itu, mayoritas anggota masyarakat cenderung memilih untuk berpartisipasi dalam aktivitas simpan pinjam yang ditawarkan oleh koperasi.
Pailit mengacu pada kondisi di mana debitur tidak dapat memenuhi kewajiban untuk membayar utang yang telah mencapai jatuh tempo. Status pailit ini ditentukan melalui putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, utang didefinisikan sebagai setiap kewajiban yang dimiliki oleh debitor untuk membayar sejumlah uang kepada kreditur. Kewajiban ini dapat timbul tidak hanya dari berbagai perjanjian, termasuk tetapi tidak terbatas pada perjanjian utang piutang, melainkan juga dapat muncul berdasarkan ketentuan Undang-Undang atau sebagai akibat dari putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Perlindungan hukum bagi anggota koperasi yang telah dinyatakan pailit diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang Perkoperasian. Pasal tersebut menjelaskan bahwa dalam keadaan pailit, aset dan kekayaan yang dimiliki koperasi harus dipergunakan terlebih dahulu untuk menyelesaikan kewajiban utang yang ada. Jika setelah proses pelunasan tersebut masih terdapat sisa, maka sisa aset dapat dialokasikan untuk membayar simpanan anggota koperasi. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1131 menyatakan bahwa semua kreditur harus dilunasi sesuai dengan urutan yang telah ditetapkan, dengan memberikan prioritas kepada kreditur tertentu. Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 72 Undang-Undang Perkoperasian yang mengatur bahwa simpanan anggota dalam koperasi tidak dapat dicairkan selama entitas koperasi masih menjalankan operasionalnya. Namun, situasi ini mengalami perubahan signifikan ketika badan hukum tersebut dinyatakan pailit; dalam kondisi tersebut, simpanan anggota koperasi akan menduduki posisi prioritas kedua setelah seluruh kewajiban utang dilunasi.
Selain ketiga ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya, asas kepastian hukum juga berperan sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum bagi nasabah koperasi. Pertama, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengenai Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menetapkan kerangka hukum yang mengedepankan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan melalui penerapan beragam prinsip dalam prosedur penyelesaian sengketa kepailitan di tingkat pengadilan. Di antara prinsip-prinsip tersebut mencakup: prinsip keadilan, prinsip yang menekankan bahwa pailit bukanlah pilihan terakhir (ultimum remidum) dalam penyelesaian utang, prinsip transparansi yang memfasilitasi akses masyarakat luas terhadap informasi mengenai proses pemeriksaan perkara, prinsip efisiensi yang mengedepankan penyelesaian perkara secara cepat, serta prinsip pembuktian yang diatur dengan prosedur yang sederhana. Asas kepastian hukum ini diintegrasikan dalam prinsip penyelesaian perkara yang efisien serta prinsip pembuktian yang dirancang agar mudah dipahami. Para nasabah yang merupakan pengguna jasa dari koperasi ini juga perlu untuk mendapatkan perlindungan hukum yang lebih. Salah satunya dengan ditambahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang didalamnya mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen yaitu para anggota koperasi untuk mendapatkan perlindungan hukum yang tepat terutama dalam kondisi pailit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun