Tadi siang, iseng saya membuka beberapa tulisan blog jaman SMA yang sengaja saya simpan di folder draft akun email Yahoo. Mulanya iseng, saya copy blog saya ke Ms. Word. Sampai dirumah saya baca. MasyaAllah...
Ada rasa malu bercampur heran, benarkah dahulu saya suka menuliskan hal-hal seperti ini di blog saya? Astaghfirullah. Sebagian besar: memalukan. Sebagian lagi lumayan bagus. Mengingatkan saya bahwa aslinya saya emmang gemar menulis (halah!). Kosakatanya pun beragam, saya jadi kagum sendiri. Bahasa yang saya gunakan lepas, dan ‘lumayan’ kreatif. Seiring waktu, kreativitas yang tak diasah ini seolah terabaikan. Tulisan saya waktu itu masih meledak-ledak. Jika diolah dengan baik, tentu akan lebih mantap hasilnya. Ada sekitar sepuluhan draft postingan yang sempat ‘terselamatkan’ dari blog saya yang telah almarhum. Seingat saya ada lima puluhan blog yang saya posting kala itu di akun arsyidahamdah.multiply.com. Saya tak mengira, saya sudah menuliskan begitu banyak cerita, dari yang super konyol sampai super serius. Ada pula salah satu tulisan saya yang sempat menimbulkan kontroversi cukup gempar di dunia persilatan multiply.
Sungguh, kini saya memahami. Tulisan, sejatinya memang prasasti yang mengabadikan jalan pikiran kita. Isi otak kita, jika dibentangkan niscaya akan melahirkan tulisan-tulisan kreatif yang bermanfaat, menginspirasi dan mencerahkan. Sebaliknya, jika tak pernah ditorehkan akan membusuk, karena tak ada aliran ilmu yang terciprat keluar dari pemikiran kita. Sayang sekali, bukan?
Saya jadi senyum-senyum sendiri. Dulu, saya hanya mengandalkan laboratorium komputer sekolah untuk akses internet. Jika ada uang lebih, saya suka ke warnet. Bela-belain laper hanya untuk memuaskan hasrat menulis yang luar biasa tinggi. Seingat saya, akses internet semasa SMA tak secepat sekarang. Lambreta lambhorgini alias lambat banget. Tapi saya begitu sabar untuk menulis, memosting dan mereply komen-komen yang masuk. Subhanallah, tabah jaya ya? Hehe. Saya ingat, dulu saya pernah menulis sebuah blog dan siap diposting, ternyata.... Tiba-tiba koneksi terputus! Saya tak sempat menyimpan draft-nya di media lain, karena saya dulu biasa menulis ditempat alias flash blogging (bener gak ya istilahnya? hehehe).
Bagaimana dengan sekarang? Akses internet lebih mudah dengan wifi di kampus maupun internet cepat di warnet terdekat. Tak perlu lama, tak perlu mahal. Informasi mudah didapat, surfing dan download amatlah mudah. Cepat, meskipun untuk ukuran dunia, internet kita sangat lambat. Namun dengan segala kemudahan itu, saya lengah. Ternyata, dorongan menulis bukan hanya sekedar tersedianya sarana. Passion, harus dibangun oleh kebiasaan yang terus menerus dipelihara. Percuma ada laptop dan wifi gratis jika keinginan menulis dari dalam diri tak ada. Saya merasakan betul, benturan itu bukan lagi soal ketiadaan sarana, melainkan passion yang sirna. Astaghfirullah, saya telah menyia-nyiakan berlian waktu dengan percuma. Semestinya kontinuitas dan eksistensi menulis tetap teguh dijalankan, mengingat banyaknya kesempatan yang tersaji. Melawan rasa malas dalam lapang ternyata lebih sulit daripada melawan keterbatasan. Saat keadaan terbatas, jiwa kreatif malah lebih terasah. Semangat untuk berkarya juga tetap menyala.
Alhamdulillah, Jum’at yang penuh berkah. Terimakasih Ya ‘Aliim, Ya Fattah. Tanpa izin-Mu, jari ini takkan tergerak membuka kunci yang selama ini saya cari-cari. Semangat itu muncul, melompat dari masa beberapa tahun silam. Mencuat begitu saja, menantang saya untuk berkarya. Mengingatkan saya tentang cita-cita untuk menghunus pena di medan dakwah. Memantik jiwa saya untuk menghidupkan kembali semangat yang sempat pudar, diguyur alpa.
Semangat berkarya. Semoga Allah berikan jalan terbaik bagi kita tuk merajut kembali kalimat yang terserak. Menorehkannya sebagai amal baik di dunia, sebagai bekal di akhirat. Amin, Ya Rabb.
Tepian Danau Hikmah,
4 Mei 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H