Mohon tunggu...
Conni Aruan
Conni Aruan Mohon Tunggu... Administrasi - Apa ya?

Zombie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jinakkan Aku

25 Maret 2013   10:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:16 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jinakkan Aku

Oleh: Conni Aruan

-

Aku ditinggalkan  begitu saja di jalanan. Hujan. Aku benci hujan, aku benci tetes-tetesnya yang runcing seakan ingin menghujam tubuhku. Kalungku berdering saat kuberlari ke salah satu bangunan dengan lampu yang kelap-kelip menghias setiap sisinya. Aku berteduh persis di samping pintunya. Dan di situlah aku bertemu dengannya.

Gadis berambut ikal panjang sepunggung. Matanya gelap dan dalam. Kemeja kotak-kotak pendek yang yang ujungnya diikat kesamping pinggulnya memperlihatkan perutnya yang rata. Hot pants memamerkan kakinya yang jenjang dan mulus. Cantik. Sepertinya dia sedang menunggu seseorang, beberapa kali aku melihat dia melirik pergelangan tangannya.

Aku kembali memandangi hujan yang sepertinya sedang menertawakanku. Satu-satu kendaraan melaju cepat membelah genangan air di jalanan, malam semakin larut. Aku basah dan kedinginan. Sebuah motor besar berhenti persis di depanku. Pengendaranya pria berkulit gelap dengan rambut ikal gondrong sebahu. Kumis tipis menghiasi wajahnya yang tegas. Pria itu langsung menghampiri gadis di sampingku. Memeluk pinggangnya yang ramping dan membelai rambut panjangnya. Gadis itu masih diam saja sampai pria itu mencubit perutnya mesra hingga dia tergelak. Selanjutnya mereka berlalu dari hadapanku. Menyisakan genangan air yang beriak oleh ban motor pria itu.

Aku meringkuk mencoba mencari kehangatan dari tubuhku sendiri. Itu yang aku ingat sampai suara mesin kembali memenuhi telingaku. Mereka kembali! Pria itu memacu kencang motornya setelah gadis itu turun.

-

Setitik air bercahaya meluncur di pipi gadis itu. Dia cukup lama berdiri memandangi langit malam yang menyisakan gerimis halus. Dan... Dia menatapku yang sedari tadi menatapnya. Dia tersenyum dan menghampiriku, mengajakku berjalan ke rumahnya yang tak jauh dari gedung bercahaya itu. Sepanjang jalan dia banyak bercerita tentang pria itu. Betapa sedihnya selama ini dia mencintai pria yang  hanya ingin mempermainkan cintanya. Beberapa kali aku menyela tapi sepertinya dia tak peduli, dia terus bercerita, tak jarang memaki sambil menyebut nama pria itu. Biarlah dia puaskan... Aku akan mendengar.

Setelah malam itu, aku tinggal bersamanya di rumah kecil dengan halaman yang hijau seluas dua meter. Mawar kuning yang masih kuncup menghias depan rumahnya. Makan berdua, tidur sekamar, nonton televisi bersama, bermalas-malasan di sofa. Semuanya bersama. Beberapa kali dia menanyakan tentang rumahku yang dulu, ibuku, dan saudara-saudaraku. Dengan senang hati aku menceritakan kepadanya, dia akan mendengarkan sambil matanya menatap kosong pada layar ponsel yang berdering setiap satu jam sekali.

Dua bulan bersamanya. Aku merasa sudah menemukan rumah untukku selamanya. Menurutku seperti itu, awalnya. Hingga aku melihatnya berkemas. Beberapa potong baju dimasukkan kedalam tasnya, dan pergi. Begitu saja dia pergi tanpa pamit bahkan tak menoleh kepadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun