[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Sumber gambar: http://1.bp.blogspot.com"][/caption]
Hujan lagi Bornok
Kau tahu, aku bosan menguntai kata rindu pada hujan aku ingin mencari kata cinta pada musim kemarau yang kering pada setiap partikel debu yang menguasai jalanan pada bising kendaraan yang memekakkan telingaku
Kenapa mesti hujan Bornok?
Apakah karena butirannya yang menyerbu aku menemukan jeda untuk duduk merenung apakah karena sejuknya yang menelusup darahku berdesir merdu apakah karena aliran air yang darinya daratan hatiku tak lagi tandus apakah karena rinainya pandanganku kabur dan dia terlukis di benakku?
Kenapa mesti dia Bornok?
Kenapa harus suaranya yang kudengar saat hujan turun Kenapa harus senyumnya yang terbentuk saat hujan turun Kenapa harus dirinya utuh yang kurindu saat hujan turun
Ah Bornok, aku lelah dengan perasaanku aku muak dengan hujan yang tak jemu menjelma dirinya aku mual dengan pikiranku yang tak habis mengurai keindahannya aku jenuh dengan kegilaanku terhadapnya
Bornok, hujan makin deras saja
Dan mataku mulai mengeluarkan air tanpa kupinta aku benci hujan bornok, ia selalu berhasil menelanjangiku dengan kenangan yang kupendam jauh di sana; di hatiku yang semakin menghitam.
Bornok, pernahkah kau mencinta? jika saat itu tiba kisahkanlah pada gelap malam yang akan memelukmu dengan pekatnya membuaimu dengan heningnya
jangan hujan Bornok, jangan
-
31 Maret 2014 Ditulis untuk Bornoks Jabornok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H