Mohon tunggu...
conie sema
conie sema Mohon Tunggu... Seniman - Pekerja seni di Teater Potlot

CONIE SEMA, lahir di Palembang. Mulai menulis sastra, esai, dan naskah panggung, saat bergabung dengan komunitas Teater Potlot. Karya cerpen, puisi, esai, dan dramanya dipublikasikan media antara lain, Lampung Post, Koran Tempo, Media Indonesia, Majalah Sastra Horison, Sriwijaya Post, Mongabay Indonesia, Berita Pagi, Sumatera Ekspres, Haluan Padang, Majalah Kebudayaan Dinamika, dan Lorong Arkeologi. Puisinya terhimpun dalam antologi bersama: Antologi Rainy Day: A Skyful of Rain (2018), Sebutir Garam diSecangkir Air (2018), Selasa di Pekuburan Ma’la (2019), When The Days Were Raining - Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival (2019). Salah satu naskah dramanya, Rawa Gambut mendapat Anugerah Rawayan Award 2017 oleh Dewan Kesenian Jakarta. Perahu, adalah novel pertama (2009, cetak ulang 2018). Conie Sema bisa dihubungi: Alamat : Jalan Randu No. 13-B, Kemiling, Bandar Lampung. Telp : 0857 6972 3219 WA : 0857 6972 3219 Email : semaconie@gmail.com KTP : 1871132404650002

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Mimpi Panjang" Itu Telah Sampai

12 Februari 2021   22:48 Diperbarui: 16 Februari 2021   03:31 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: FB Filuz Mursalin

In Memoriam Filuz Mursalin

/

Alam membisu

isyaratkan kasih di hatimu

perlahan kau menghilang

di balik cakrawala

tinggalkan mimpi panjang../

(Penggalan lirik lagu "Mimpi Panjang" karya Filuz Mursalin)

SEKITAR tahun 1990, awal saya bertemu dengan lelaki yang sederhana ini, di Taman Budaya Sriwijaya Palembang (masih di kawasan kampus). Filuz, panggilan akrabnya. Waktu itu ia memperkenalkan beberapa lagu karyanya. Satu di antaranya "Mimpi Panjang". Kami berdua langsung akrab. Dalam perjalanan waktu saya sering menginap di rumahnya, kawasan Yayasan 5, Sekojo Palembang. Lagu "Mimpi Panjang" karya Filuz di tahun 1980-an itu melodinya cukup sederhana, dan menjadi salah satu lagu favoritku.  Tetapi lagu tersebut sepertinya berakhir. Ibarat sebuah perjalanan panjang yang telah sampai pada tujuannya. Sebuah tempat yang abadi.   

Selama proses berkesenian saya dan Filuz, sering bertemu di studionya. sebuah kamar tidur yang dirubah jadi ruang musik. Di ruang itu beberapa lagu sempat kami ciptakan. Temanya berkaitan dengan situasi sosial politik masa itu (ORBA). 

Hingga sekitar Tahun 1992-1993, kami berkenalan dengan seorang pemuda yang peduli kesenian, Damiri Syamsudin. Waktu itu, Kak Dam, panggilan akrab Damiri Syamsudin, siap menjadi penyandang dana buat kami membuat album. Akhirnya saya dan Filuz bersama kawan lainnya, antara lain Dimas Agoes Pelaz, Anwar Putra Bayu, Tarech Rasyid, sebagai penanggung jawab project, juga A'ang Arsyad dan Mas Igun Gunarso, serta T Wijaya dan Acun (Syamsul Fajri) berkenan memberikan syair-syair puisinya untuk dibuat lagu. Acun juga berkenan memberikan tempat di rumahnya selama proses penggarapan album tersebut.

Kurang lebih dua bulan, kami berhasil menuntaskan sekitar 8 (delapan) lagu untuk album yang kami beri judul "Demokrasi" dengan grup diberi nama Palsta (Palembang Station). Sayang karena persoalan non-teknis, album tersebut meski sudah kelar, tapi tidak jadi dipublish. Kemudian usai dari situ, Tahun 1995, saya pindah ke Lampung, karena mendapat pekerjaan menjadi koresponden RCTI. Setahun di Lampung, Tahun 1996, Filuz berangkat ke Lampung. Dia menunjukkan beberapa lagu barunya yang syairnya berbahasa Palembang. Hampir dua bulan di rumah kontrakanku di Bandar Lampung, kami akhirnya membuat satu lagu berbahasa Palembang, "Cup Mutung" yang kemudian berganti judul "Yakwa". Lagu ini ternyata menjadi populer dan masterpiece album "Palembang Gaul"nya Filuz. Hingga sekarang ini "Yakwa" identik dengan Filuz. Bahkan orang sering menyebutnya Filuz Yakwa.

Filuz, mengenakan kaos merah, pad sebuah acara DKP. -- Sumber Foto dari FB Filuz Mursalin.
Filuz, mengenakan kaos merah, pad sebuah acara DKP. -- Sumber Foto dari FB Filuz Mursalin.

Setelah lama saya absen di kesenian, Filuz tetap berkarya. Dia beberapa kali membuat konser musiknya, kolaborasi dengan seniman di Palembang juga Jakarta dan Yogya. Beberapa album diproduksi. Terakhir dia menggarap project album religi yang sempat juga didukung sahabatnya, Opick Tombo Ati Jakarta dan Mas Edi Haryono, juga Mas DS Prihadi, dan kawan-kawan Bengkel Rendra yang akrab dengannya.Tahun 2018-2020 Filuz jugatengah menyiapkan labum religi keduanya "Bersahaja Tanpa Prasangka". Beberapa lagunya sempat dikenalkannya ketika main ke studio Teater Potlot di kawasan Trikora, "Cukup Allah Bagiku" dan "Aku Merindukan Rosulullah". Lagu-lagu religinya bisa didengar di kanal Youtube-nya: Filuz Mursalin Official. (https://www.youtube.com/watch?v=q1mEBxP4GE8).

Filuz adalah sosok seniman yang sangat terbuka, peduli dan tulus dalam pergaulannya dengan kawan pekerja seni. Ia bergaul dengan semua seniman. Tidak hanya musik, juga sastra dan teater. Komunikasinya dengan para penggiat sastra dan teater cukup baik. Dia tidak segan menawarkan diri untuk membantu kawan-kawan yang tengah menyiapkan produksi. Di Teater Potlot, Filuz sudah jadi bagian keluarga. Meski dia bukan anggota Potlot. Filuz dulunya dikenal bagian komunitas Teater Kembara, asuhan Almarhun Asriel Chaniago. Di Potlot sendiri setiap ada produksi pasti ia hadir menyemangati kawan-kawan Potlot. Misalnya produksi pentas "Rawagambut" (2017) dan "Puyang" (2018), "Talangtuwo: Glosarium Project" (2019).

Filuz dan kawan seniman di rumahnya yang dijadikan markas Mastura Art. --- Sumber Foto dari FB Filuz Mursalin
Filuz dan kawan seniman di rumahnya yang dijadikan markas Mastura Art. --- Sumber Foto dari FB Filuz Mursalin

Di rumahnya yang dijadikan markas kumpul anak-anak musik, dia bersama beberapa sahabatnya sempat mendirikan Komunitas Mastura Art dan grup musik Ponjen dikomandoi adiknya Dadan Be (alm). Di halaman belakang rumahnya dia bangun Studio musik buat menggarap lagu kawan musisi di Palembang. Ia juga sempat bersama Acun (Syamsul Fajri) rencana membuat kantong teater di Mastura Art. Terakhir dia dan kawan-kawannya membuat pojok diskusi di Sanggar Piranha, bersama Acun, Asmaran Dani, Eriq Zain, Izhar Hadi, JJ Polong, Cipto, Alexa Ade, Dahlia Rasyad, Ahmad Subhan, Gemi Mohawk, dan lain-lainnya. Beberapa teman Dewan Kesenian Palembang terlihat sering diundang ke angkringan barunya itu. Sayang saya belum sempat mampir. Saya yakin banyak sahabat kesenian memiliki cerita sendiri bersama Filuz. Kenangan yang sulit untuk dilupakan, memiliki obituari sendiri-sendiri. Sebagai sahabat dekat, saya yakin  tak ada kenangan buruk setitik pun darinya. Filuz orang baik. 

Jumat sore, 12 Februari 2021, sahabat yang sederhana dan baik ini, telah dipanggil ke hadirat Allah SWT. Saya begitu sedih. Karena seminggu sebelum wafat beliau, saya sempat ingin bersilaturahmi ke rumah beliau. Tetapi karena sesuatu kesibukan akhirnya batal. Selamat jalan sahabatku. Dunia seni adalah pilihan hidupmu. Engkau ikhlas dan tulus mengabdikan apa yang kau miliki untuk dunia kesenian. Karya-karyamu yang penuh dengan pesan kebaikan itu, akan tercatat dan selalu dikenang. Pulanglah tenang sahabat ke tempat abadimu. Semoga segala kebaikanmu dan doa-doa kami buatmu akan meringankan langkahmu menuju taman yang teduh. Taman terindah milikNya. Aamiin Ya Rabbal Alamin.  

BIOGRAFI Filuz Mursalin

Filuz Mursalin  -- Sumber Foto diunduh dari FB Filuz Mursalin
Filuz Mursalin  -- Sumber Foto diunduh dari FB Filuz Mursalin

Mungkin banyak sekali catatan perjalanan karya Filuz Mursalin yang luput dari pengamatan saya. Maklum karena kami tidak satu kota lagi. Selain itu saya mulai aktif berkesenian, baru tahun 2016 lalu. Sejak tahun 1999 saya sudah tidak aktif bekarya. Berikut ini saya coba kutif tulisan tentang profil Filuz dari blog parapapirus (http://parapapirus.blogspot.com/2012/08/mengurai-perjalanan-panjang-filuz.html)

Jiwa seni Filuz Mursalin semasa kecil mulai tampak saat Ia mengurai kreativitasnya dengan membuat alat-alat musik sendiri untuk bernyanyi dan bersenang-senang. Dengan papan seadanya, Ia merakit gitar. Dan dengan ember-ember Ia bereksperimen membuat tetabuhan drum. Ketika kelas lima sekolah dasar, Filuz mencoba bermain alat muik "sungguhan." Gitar menarik minatnya. Seorang teman sekolah berbaik hati mengajarinya bermain gitar. Hari-harinya dihabiskan untuk terus berlatih sembari mendengarkan lagu-lagu favoritnya termasuk "Golden Wing" yang dinyanyikan oleh Karel Simon, dan lagu-lagu milik Koes Plus. Di saat yang hampir sama, Filuz kecil menciptakan sendiri lagunya yang pertama berjudul "Oh Mama, Oh papa."

Tahun 1981, Filuz mencoba mencari penghasilan dengan cara menghibur para pengunjung beberapa rumah makan. Katakanlah, Ia salah satu pelopor dunia perngamenan di Kota Palembang. Berbekal gitar dan harmonika, Filuz menyusuri jalan-jalan di kota Palembang, terutama di kawasan Jalan Veteran.. Pergelutan waktu mempertemukannya dengan hitam putih dunia jalanan. Sempat ia mencoba ganja yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi mentalnya dua puluh tahun lamanya. Ia menjadi paranoid. Sebuah perkenalan yang mesti Ia bayar mahal. Banyak kesempatan emas yang gagal diraih. Tahun 1989 kesempatan rekaman di Musica Studio Jakarta atas bantuan Iwan Fals, harus dilepas karena bayang-bayang kematian yang memburunya. Bahkan tawaran dari Ken Zuraida, istri mendiang WS Rendra untuk memimpin kelompok musik binaan beliau, "Kelompok Musik 89" juga tak kesampaian.

Namun di balik sisi kelam itu, Filuz juga berjumpa dengan teman-teman yang berjiwa seni sama dengannya, hingga mulai tertarik dan bergabung dengan teater Kembara. Di Kembara, Filuz tetap pada talentanya sebagai pemusik. Ia mengiringi lajur teater dengan petikan-petikan gitarnya. Prestasi gemilang diraihnya saat di tahun 1982, Ia dan teman-teman memenangi musik terbaik festival teater "Sebambangan", sebagai juara pertama. Rekam jejak Filuz semakin matang, Ia berkesempatan pentas bersama WS. Rendra di Bengkulu. Lalu tahun 1995, Ia menyumbang sebuah lagu "Cerita Cinta" di album band rock kota Palembang, Steel Warrior, dan pada tahun 1996 ia berkesempatan berkolaborasi dengan penyanyi religius, Opick di Bella Studio Jakarta.

19 Mei 2008, Filuz mendirikan sebuah band bernama Ponjen, bersama teman-teman di studio Bayangan Semesta Alam, di Jalan Talang Ratu, Palembang. Dan meski dikenal oleh banyak orang berkat karyanya bersama Conie Sema pada lagu berjudul "Yakwa" yang sempat populer di kalangan warga kota Palembang dan sekitarnya pada tahun 2003 dan 2004, Filuz tetap ingin hidup mandiri dan sederhana. "Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saya beternak ayam kampung di rumah," ujar Filuz. "Saya tidak ingin mencari uang dalam berkesenian."

Kini, pria lajang ini telah membangun Komunitas Gudang Seni di rumahnya di bilangan Sekojo, Palembang, yang berkonsentrasi pada musik tradisional Batanghari Sembilan. Tanggal 14 Desember 2010 lalu, Dewan Kesenian Sumatera Selatan memberikan anugerah seni dengan tajuk Anugerah Batanghari Sembilan kategori musik. Dan terakhir, Ia diminta oleh Iwan Fals untuk memberi sebuah karyanya berjudul "Semua Ada Kesudahan."

Sungguh, sebuah proses menuju pencapaian yang luar biasa.

conie sema, 12/02/2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun