Aritmia merupakan penyakit yang terjadi sebagai akibat dari adanya gangguan pada irama jantung yang merujuk pada gangguan kecepatan, pengaturan, dan penghantaran impuls jantung (Kalangi et al., 2016). Kondisi yang disebut aritmia yaitu ketika detak jantung >100x/menit atau <100x/menit.Â
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan aritmia adalah tekanan darah tinggi, diabetes, gangguan jantung bawaan dari lahir, dan konsumsi obat-obatan tertentu (Danielle Karen Widjaja, Andreas Arie Setiawan, 2017).
Data penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 oleh Kalangi, dkk menunjukkan bahwa di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado terdapat 101 data pasien PJK (Penyakit Jantung Koroner) yang mengalami aritmia, diantaranya Unstable Angina Pectoris (UAP) 16 kasus (16%),Â
Angina Pektoris Stabil (APS) 57 kasus (56%), Non ST Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) 20 kasus (20%), Old Myocardial Infarction (OMI) 6 kasus (6%), dan ST Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) 2 kasus (2%) (Kalangi et al., 2016).Â
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu inovasi yang dapat memudahkan pasien aritmia dalam melakukan perawatan dan monitoring detak jantung sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Berkaitan dengan hal tersebut, perkembangan teknologi memunculkan adanya sebuah sistem monitoring detak jantung berbasis Internet of Things (IoT). Penggunaan teknologi Internet of Things (IoT) dapat membantu mengontrol pasien Aritmia setiap saat dari berbagai tempat.Â
Penggunaan IoT memanfaatkan sensor yang dipasang di tubuh pasien sehingga memungkinkan untuk dilakukan kontrol setiap saat. Data yang diperoleh dapat disimpan di web yang dikirimkan melalui internet. Hal tersebut dapat memudahkan dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam melakukan pemeriksaan analisis lebih lanjut kepada pasien ketika pasien berkonsultasi di rumah sakit (Fitriawan et al., 2020).Â
Data dari hasil pengukuran, nantinya dapat dikembangkan melalui aplikasi android ataupun melalui personal komputer yang dapat diakses melalui web. Jika dibandingkan dengan pemeriksaan yang dilakukan di rumah sakit, alat monitoring detak jantung berbasis IoT membutuhkan biaya yang jauh lebih murah serta relatif lebih mudah (Hariri et al., 2019).
Terdapat beberapa sistem dan teknik utama dalam penggunaan IoT pada pasien aritmia, salah satunya adalah aplikasi OpenSID. Sistem monitoring dengan menggunakan aplikasi OpenSID memanfaatkan modul wifi esp8266 berbiaya rendah. Sistem ini dapat berkomunikasi antara sensor jantung dan gateway server web.Â
Hasil pengukuran detak jantung ditampilkan pada LCD dan website secara realtime. Pasien dan tenaga medis dapat melihat informasi detak jantung setiap saat pada website.Â
Apabila detak jantung pasien tidak normal, panic button akan mendapat tekanan sehingga sistem SMS alert akan aktif dan akan mengirimkan pesan ke dokter/tenaga medis serta keluarga dalam waktu sekitar tujuh sampai delapan detik (Yuhefizar et al., 2019).
Kemunculan sebuah inovasi tentunya akan memiliki berbagai tantangan dalam pengaplikasiannya. Setiap tantangan yang timbul pun pastinya juga memiliki solusi yang menjadi landasan dalam mengoptimalkan dan meningkatkan sistem di masa mendatang.Â
Tantangan yang ditemukan dalam pengaplikasian IoT adalah adanya keterbatasan memori dalam menyimpan informasi pasien mengingat beberapa sistem menggunakan perangkat elektron Arduino dan Raspberry pi. Apabila sistem tersebut terus menerus menerima serta menyimpan informasi pasien, ruang penyimpanan cenderung cepat penuh.Â
Solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan membagi tempat penyimpanan berdasarkan jangka lama penyimpanan. Apabila informasi hanya diperlukan dalam waktu yang singkat, maka dapat disimpan di Fog layer. Sedangkan untuk informasi permanen dapat disimpan di Cloud layer (Moghadas et al., 2020).
Penggunaan IoT juga membutuhkan internet dengan kecepatan tinggi dan stabil mengingat sistem IoT didasarkan pada komunikasi jarak jauh sehingga kecepatan internet sangat penting dalam rangka kelancaran sistem realtime. Â Alternatif yang dapat diterapkan adalah dengan teknik redundansi jaringan. Dalam teknik tersebut, dua tautan digunakan untuk berkomunikasi dalam jaringan, apabila penghubung pertama terputus, penghubung kedua akan diaktifkan (Moghadas et al., 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H