Pendidikan di Indonesia terdiri dari empat jenjang: anak usia dini, dasar, menengah, dan atas. Dalam konteks ini, pendidikan tidak hanya dianggap sebagai upaya untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan kognitif, emosional, dan sosial peserta didik. Ahmad Suriansyah menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan melalui perencanaan matang, sistematis, dan terarah, dengan menggunakan prosedur dan mekanisme tertentu untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih luas. Pendidikan harus mampu menjawab tantangan zaman dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Namun, kualitas pendidikan di Indonesia masih memerlukan perbaikan signifikan. Data dari World Population Review 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-54 dari 78 negara dalam pemeringkatan pendidikan global. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai faktor kompleks yang memengaruhi proses pembelajaran, termasuk infrastruktur, ketersediaan sumber daya, dan kompetensi tenaga pendidik. Salah satu faktor yang paling menonjol adalah perbedaan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru. Setiap peserta didik memiliki keunikan dan potensi yang berbeda, dan oleh karena itu, guru perlu memahami keragaman karakteristik peserta didik agar proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan bermakna.
Keragaman ini juga terkait dengan latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi yang beragam. Dalam konteks ini, pendidikan tidak hanya harus mencakup transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun karakter dan keterampilan sosial yang diperlukan untuk hidup di masyarakat. Salah satu pendekatan yang efektif untuk mengatasi masalah ini adalah pembelajaran berdiferensiasi, yang memberikan ruang bagi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan potensi dan minat mereka.
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pendekatan yang mengedepankan kebebasan peserta didik untuk mengembangkan minat dan potensi mereka. Dalam praktiknya, peserta didik memiliki keragaman yang luas, baik dari segi karakter, minat, latar belakang sosial, budaya, dan agama. Keragaman ini harus dihargai dan dikelola dengan baik agar tercipta lingkungan pembelajaran yang inklusif dan toleran, di mana setiap peserta didik merasa dihargai dan memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Dengan demikian, guru berperan penting dalam menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan, serta memfasilitasi interaksi positif antara peserta didik.
A. Keragaman Peserta Didik
- Pengertian Keragaman Peserta Didik
Keragaman peserta didik dapat didefinisikan sebagai perbedaan yang ada dalam karakteristik individu, termasuk aspek seperti suku, agama, budaya, dan kemampuan belajar. Menurut Khoirul Anwar dalam bukunya Pendidikan Islam Multikultural, keragaman diartikan sebagai kondisi sosial yang melibatkan perbedaan dalam berbagai aspek, termasuk suku bangsa, agama, ras, dan ideologi. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk memahami dan mengelola keragaman ini agar dapat menciptakan pembelajaran yang merangkul semua peserta didik, tanpa memandang latar belakang mereka.
Keragaman ini tidak hanya mencakup perbedaan dalam latar belakang budaya dan agama, tetapi juga dalam cara berpikir, berinteraksi, dan belajar. Dalam konteks pembelajaran, hal ini berarti bahwa setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, dan oleh karena itu, pendekatan pengajaran harus disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan setiap individu. Memahami keragaman ini juga merupakan langkah awal untuk mendorong inklusi dan kesetaraan dalam pendidikan.
- Keragaman Peserta Didik di Sekolah
Setiap anak adalah unik dan memiliki potensi yang tidak terbatas. Keberagaman peserta didik di sekolah mencakup perbedaan dalam cara belajar, kemampuan, minat, serta nilai-nilai yang dianut. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang responsif terhadap keragaman ini, guru harus mampu mengidentifikasi karakteristik peserta didik melalui metode pengajaran yang berbeda. Sebagai contoh, pendekatan seperti pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mendukung siswa dengan gaya belajar yang berbeda, sehingga mereka dapat berkolaborasi dan saling belajar satu sama lain.
Pentingnya memahami keragaman peserta didik juga ditegaskan dalam teori pendidikan, seperti teori Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Howard Gardner. Gardner berargumen bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda, seperti kecerdasan linguistik, logis-matematis, interpersonal, intrapersonal, dan lainnya. Dengan memahami teori ini, guru dapat mengadaptasi metode pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing peserta didik, sehingga mereka dapat mencapai potensi terbaik mereka. Dengan cara ini, setiap siswa memiliki peluang yang lebih besar untuk berkontribusi dalam proses belajar-mengajar.
B. Pemenuhan Target Kurikulum dalam Pembelajaran Berdiferensiasi
Kurikulum memegang peranan strategis dalam pendidikan, karena ia menjadi acuan untuk mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan. Perubahan kurikulum di Indonesia sejalan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum Merdeka saat ini menekankan pada pembelajaran yang berfokus pada peserta didik, memberi mereka kesempatan untuk aktif dalam proses pembelajaran mereka sendiri. Hal ini mencakup pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan di dunia yang terus berubah.
Namun, isu terkini yang menjadi perhatian adalah pengembalian Ujian Nasional (UN) dan penghapusan sistem zonasi. Pengembalian UN menjadi perdebatan, mengingat UN sering kali dianggap tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya dari peserta didik. Ujian ini sering kali terlalu menekankan pada hasil yang dapat diukur secara kuantitatif, sementara proses pembelajaran yang lebih holistik sering terabaikan. Di sisi lain, sistem zonasi yang diterapkan dalam penerimaan siswa baru dianggap menghambat akses pendidikan yang merata, karena dapat menyebabkan pembatasan pilihan sekolah berdasarkan lokasi geografis. Dengan adanya sistem zonasi, peserta didik mungkin tidak memiliki akses ke sekolah-sekolah berkualitas tinggi, yang pada gilirannya dapat memengaruhi perkembangan akademik dan sosial mereka.
Kedua isu ini berdampak pada keragaman peserta didik dan pemenuhan target kurikulum, karena dapat memengaruhi keseimbangan dan kesempatan yang dimiliki siswa untuk belajar di lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di tengah perubahan ini, pembelajaran berdiferensiasi menjadi semakin penting. Pemenuhan target kurikulum melalui pembelajaran berdiferensiasi berarti mengakomodasi keragaman peserta didik dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Guru perlu melakukan diagnosis awal untuk mengidentifikasi kemampuan dan kebutuhan masing-masing peserta didik, sehingga mereka dapat memberikan pengalaman belajar yang disesuaikan.
Ini bisa dilakukan dengan memberikan pilihan dalam tugas dan kegiatan, memfasilitasi pembelajaran kelompok, atau menggunakan teknologi untuk mendukung pembelajaran individual. Dengan memberikan pilihan kepada siswa, mereka merasa lebih terlibat dan memiliki kontrol atas proses belajar mereka, yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar.
Ketercapaian target kurikulum juga harus dievaluasi secara sistematis. Evaluasi bukan hanya sebatas menilai hasil akhir, tetapi juga harus menjadi alat untuk memahami proses pembelajaran. Melalui evaluasi yang komprehensif, guru dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran, serta memahami dinamika kelas. Hal ini memungkinkan guru untuk melakukan perbaikan yang diperlukan agar pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Kurikulum di Indonesia terus mengalami perkembangan untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik. Pembelajaran berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka menjadi kunci untuk menghargai keragaman peserta didik dan memenuhi target kurikulum. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan saling menghargai di antara peserta didik, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif. Oleh karena itu, guru perlu mengembangkan keterampilan dalam mengelola keragaman di kelas, sehingga semua peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif dan mencapai potensi terbaik mereka.
Dalam jangka panjang, hal ini diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Kualitas pendidikan yang lebih baik tidak hanya akan memberikan manfaat bagi individu peserta didik, tetapi juga akan menciptakan masyarakat yang lebih berpendidikan, produktif, dan inovatif. Oleh karena itu, penting bagi semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sekolah, dan orang tua, untuk bekerja sama dalam mendukung implementasi pendidikan yang inklusif dan berdiferensiasi ini.
DAFTAR RUJUKAN
Abdul Mu'ti. 2023. "Kurikulum Merdeka, PPDB Zonasi, dan Peniadaan UN Akan Dievaluasi." Kompas TV. Diakses pada [28 Oktober 2024]. https://www.kompas.tv/pendidikan/547797/abdul-mu-ti-sebut-kurikulum-merdeka-ppdb-zonasi-dan-peniadaan-un-akan-dievaluasi.
Anwar, Khoirul. 2021. Pendidikan Islam Multikultural: Konsep dan Implementasi Praktis. Lamongan: Academia Publication.
Gardner, Howard. 2011. Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. 2nd ed. New York: Basic Books.
Suriansyah, Ahmad, Dra. Aslamiah, Drs. Sulaiman, dan Noorhafizah, S.T. Strategi Pembelajaran. FlipHTML5. Diakses dari https://fliphtml5.com/aausu/gtkn/Strategi_Pembelajaran_by_Drs._Ahmad_Suriansyah%2C_M.Pd%2C_Ph.D.%2C_Dra._Aslamiah%2C_M.Pd%2C_Ph.D.%2C_Drs._Sulaiman%2C_M.Pd.%2C_Noorhafizah%2C_S.T%2C_M.Pd./#google_vignette pada [28 Oktober 2024].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H