Sebagian orang beranggapan bahwa media sosial merupakan platform menyenangkan yang menghadirkan kemudahan dalam aktivitas sharing dan bertukar informasi, bahkan dalam aktivitas komersil. Namun dari semua keunggulan fitur yang ditawarkan oleh media sosial, nyatanya tidak selalu membawa 'kemudahan'. Sebagian orang berasumsi bahwa sosial media sudah tak lagi sekedar lini masa, namun cerminan dari kehidupan nyata. Sementara, belum tentu semua pengguna social media memaparkan sebuah fakta di akun pribadinya, banyak dari mereka yang merekayasa setiap unggahan hanya untuk mendapatkan sebuah pengakuan.
Berapa banyak rata-rata jumlah waktu yang dihabiskan orang-orang untuk 'mengurusi' social media yang mereka punya? Berapa orang dari mereka yang menggunakan social media untuk tujuan yang positif? dan berapa orang yang menyalahgunakan fungsi media sosial untuk tujuan yang cenderung bersifat negatif?Aktivitas share, like dan comment tak lagi hanya sebuah fitur, namun menjelma menjadi cara pamer atau bahkan bully. Individu yang mentalnya tidak cukup kuat untuk menghadapi semua itu, bisa jadi berkahir depresi.Â
(Baca juga: Cybercrime: Bentuk Kejahatan Maya Yang Berdampak Nyata)
Tidak hanya menyebabkan depresi, gejala kelainan mental yang pertama kali dirasakan oleh para pengguna sosial media yang dapat memicu pada gangguan kejiwaan yang lebih kompleks dan lebih serius, disebut dengan FoMO (Fear of Missing Out). Menurut ilmuan asal Inggris, dr Andrew K. Przybylski, FoMO adalah dorongan yang sangat berlebihan untuk mengikuti tren serta status terkini milik akun orang lain. Kebanyakan penderita FoMO tidak menyadari bahwa dirinya telah mengidap kelainan tersebut.
Individu yang sudah memiliki tindakan Fear of Missing Out (FoMO) dan tidak segera menemukan solusi untuk mengubah itu, dapat berjalan ke stage yang lebih rumit.Â
Individu yang sudah kecanduan banget sama social media, bisa mengidap penyakit kejiwaan Munchausen Syndrome yang menyebabkan seseorang rela melakukan kebohongan untuk menarik simpati orang-orang khususnya lawan jenis atau para followernya di social media dengan bermacam-macam tujuan. Serta gangguan jiwa Low Forum Frustration Tolerance yaitu keadaan pengguna media sosial yang merasa haus akan sebuah self-esteem atau pengakuan diri dari pengguna lain di social media.
Social media ternyata bukanlah aplikasi sederhana, namun juga mampu memberikan pengaruh yang  kompleks bagi para penggunanya. Karena hal inilah muncul istilah-istilah psikologi dan kesehatan yang mengacu pada kondisi individu yang kecanduan terhadap media sosial. Kata 'kecanduan' memiliki makna yang cukup luas dalam konteks 'kecanduan media sosial'.Â
Dalam kasus ini, kecanduan berarti berambisi penuh terhadap segala hal ataupun fitur yang ditawarkan oleh media sosial dan tindakan ini memang berkemungkinan besar berujung pada gangguan kejiwaan. Contohnya gangguan psikologi Narcisstic Personality Disorder (NPD) yang penderitanya cenderung bersikap arogan dan sulit bersosialisasi secara nyata/langsung, serta suka memamerkan foto dirinya sndiri dengan berbagai gaya di akun socmednya. Lalu ada istilah Voyeurism, yang merujuk pada rasa penasaran berlebihan terhadap seseorang, sehingga melakukan stalking secara mendalam karna obsesi yang tidak wajar.
Walaupun istilah FoMo dan istilah gangguan psikologi tersebut belum termasuk pada PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa), namun gejala dan masalah sosial mengenai kecanduan sosmed ini, harus diatasi agar pengaruh negatif tidak semakin menyebar dan tidak benar-benar membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan psikologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H