Model tatakelola yang bersifat hirarkis ini sangat berpusat pada negara  (state centries). Dengan perkataan lain tatakelola sumber daya perikanan bersifat direktif (directive) yang mengedepankan aturan main yang dibuat Negara.Â
Model tatakelola perikanan semacam bersifat top-down yang lebih menekankan legalitas, legitimasi politik, sentralistik, Â birokratis, intervesionis, bersifat komando dan kontrol, serta elitis secara ilmiah (scientific elitism) dan eksklusif, sehingga peka terhadap pertanggungjawaban publik.Â
Dalam model ini dibangun dengan idiologi yang bersifat "administrative rationalism" atau memercayakan pada para ahli perikanan untuk menyusun tatakelolanya (leave it to the expert).
Gray (2005) mengutip pendapat Viet dan Dubbink (1999) yang memberikan kritik atas  model tatakelola yang bersifat hirarkis karena akan melahirkan tiga kemungkinan yaitu: (1) Negara sangat memonopoli pengetahuan soal perikanan, sementara pemangku kepentingan lainnya hanya lebih berkontribusi untuk memberikan pemahaman soal ekosistem laut; (2) Negara  tidak memonopoli keputusan (judgement) terkait hak penindakan dalam masalah perikanan, namun pemangku kepentingan lain  yang akan lebih banyak memberikan alternatif penindakan; dan (2) Negara sama sekali tidak memonopoli kekuasaan untuk menegakan penindakan.
Kedua, model tatakelola perikanan yang mengutamakan tatakelola dalam mekanisme pasar (Market Governance). Model tatakelola semacam ini berdasarkan kekuatan alamiah supply dan demand yang mengikuti teori ekonomi klasik, Adam Smith.Â
Teori ini mengasumsikan bahwa kepentingan individual secara ekonomi harus mendapatkan perlindungan hak hidup, kebebasan dan kepemilikan. Karakteristtik idiologis dari model tatakelola semacam ini adalah "rasionalisme ekonomi" (economic rationalism) atau menyerahkan kepada mekanisme pasar (leave it to the market).
Ketiga, model tatakelola perikanan yang bersifat partisipatoris (Participatory Governance). Model tatakelol perikanan yang bersifat partisipatoris ini berdasarkan pada idiologi pargamatisme demokrasi (democratic pragmatism) atau sepenuhnya menyerahkan kepada kedaulatan rakyat (leave it to the people). Model tatakelola perikanan semacam ini  terbagi atas empat sub-tipe yaitu (1) tatakelola sumber daya perikanan melalui kemandirian dalam pengelolaan industrinya (Industry self-regulation);Â
(2) tatakelola sumber daya perikanan yang mengedepankan kolaboratif (co-management) dari berbagai pemangku kepentinganÂ
(3) tatakelola perikanan yang bersifat yang mengutamakan keterlibatan dan kemitraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya perikanan (Community partnership) dan
(4) Tatakelola perikanan yang mengedepankan tanggungjawab dalam pemanfaatan dan keberlanjutan sumber daya perikanan termasuk konservasinya sehingga melindungi sumber daya tersebut secara alamiah (environmental stewardship).Â
Jika kita menganalisis kebijakan KKP yang meberantas IUU Fishing, maka dapat dikategorikan sebagai model tatakelola yang ketiga dan dikombinasikan dengan model pertama karena peran yang negara dalam menegakkan aturan bagi pelarangan kapal eks asing, dan pelarangan transhipment di tengah laut.Â