KELOLA PERIKANAN TANPA "OCEAN GRABBING"
Oleh Muhamad Karim
Dosen Universitas Trilogi Jakarta/
Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim
Salah satu sumber daya kelautan yang strategis dan vital yaitu perikanan. Kini stok sumber daya ikan (SDI) Indonesia mencapai 12,54 juta ton (KKP, 2016). Stok sumber daya ikan tersebut meningkat pesat akibat kebijakan-kebijakan radikal dan progresif yang dijalankan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dibawah komando Susi Pudjiastuti. Kebijakan tersebut antara lain pemberantasan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF).Â
Beragam kebijakan dikeluarkan antara lain pelarngan kapal eks asing, pelarangan transhipement, pelarangan pukat harimau, dll. Meskipun ada beberapa pihak yang menentang kebijakan tersebut dengan beragam dalih, mulai dari soal kekurangan bahan baku, pengangguran hingga klaim kesejahteraan nelayan yang merosot.Â
Sayangnya, para penentang kebijakan KKP itu kerapkali dibumbuhi kepentingan politik sesaat. Padahal kebijakan-kebijakan KKP itu sejatinya ingin mensejahterakan nelayan dari tindakan kejahatan perikanan yang oleh Bennet et al (2015) disebut sebagai ocean grabbing. Perampasan ruang laut dan sumber daya nya.
Tatakelola Perikanan
Meminjam konsep ekologi ekonomi yang dibangun oleh Dillon (2010) dikaitkan dengan konteks kebijakan pemberantasn IUU Fishing yang dilakukan KKP, maka dapat dikonstruksikan, pertama, sumber daya perikanan di Indonesia sifatnya sebagai akses terbuka (open acces), akan tetapi dalam pengelolaannya mesti mempertimbangkan aspek keberlanjutan yang telah menjadi salah satu pilar pembangunan kelautan dan perikanan.Â
Stok sumber daya ikan (SDI) sebagai modal sumber daya alam, bila terus ditangkap tanpa batas, otomatis akan mengalami deplesi berkelanjutan dan tidak berkelanjutan. Imabsnya, bakal mempengaruhi sumber kehidupan mayoritas masyarakat (nelayan) yang menggantungkan hidupnya pada SDI.
Kedua, pemberantasan IUU Fishing ala pemerintah dalam prakteknya telah menerapkan etika sosial dan lingkungan agar sumber dayanya  tidak menyejahterahkan sekelompok pemilik modal (capitalist). Tetapi, menseyejahterakan mayoritas rakyat di wilayah pesisir (nelayan) yang habitus dan sumber penghidupannya bergantung pada sektor tersebut.Â