Mohon tunggu...
Adhyasta Ananta
Adhyasta Ananta Mohon Tunggu... Freelancer - Habis Gelap Terbitlah Terang

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kritik Tanpa Nalar

10 September 2018   18:57 Diperbarui: 10 September 2018   19:53 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat, mengenai impor beras. Kita semua tau bahwa kebijakan impor itu adalah antisipasi dari musim kemarau yang melanda Indonesia 2018 ini. Terdapat kekeringan di pulau Jawa dan beberapa daerah lain, sehingga impor beras diperlukan agar 2-3 bulan kedepan stok beras tetap aman dan tetap menjaga stabilitas harga di pasaran.

Kelima, yang harus diketahui adalah Kebijakan impor beras diputuskan berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) pada Februari 2018. Rapat kala itu dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan dihadiri Menteri Pertanian Amran Sulaiman, pihak Kementerian BUMN, dan Direktur Utama Bulog saat itu, Djarot Kusumayakti.

Keenam, kurangnya suplai beras. Hal ini berdampak terhadap kebijakan impor dikarenakan stok yang ada di gudang beras menipis, namun tingkat kebutuhan terus meningkat

Ketujuh, Per 23 Mei 2018, stok beras di gudang Bulog tercatat sekitar 1,3 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebesar 791.911 ton merupakan serapan beras milik petani, sedangkan 532.526 ton merupakan kontribusi dari beras impor. Sementara menurut catatan Bulog, per Januari-Mei 2017 total penyerapan beras Bulog telah sebesar 1,1 juta ton, sedangkan pada periode yang sama 2016 jumlah angka serapan juga telah mencapai 1,3 juta ton. Jumlah penyerapan beras petani yang tidak sampai 1 juta ton di tahun ini juga yang menjadi alasan utama impor harus dilakukan. Pasalnya, stok beras yang ada di gudang Bulog menjadi faktor psikologis mengontrol harga beras di tingkat konsumen,

Dari semua paparan diatas dan fakta yang terungkap, rasanya mendengar dan membaca kepretannya Rizal Ramli hanya seperti pepesan kosong dan kritik tak berdasar apalagi dengan cara yang menurut pengamatan banyak orang tidak tepat. Semoga Rizal Ramli kembali menemukan jalan yang baik dengan segala ilmu yang dia miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun