Mohon tunggu...
Politik

Sabdaraja, Suara Kami dari Perguruan Islam Jawa Pesulukan Ki Ageng Pemanahan

28 September 2015   12:36 Diperbarui: 28 September 2015   12:36 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam dari perguruan Islam Jawa Pesulukan Ki Ageng Pemanahan untuk para pembaca. Apa yang ingin kami suguhkan dalam penjelasan-penjelasan berikut ini adalah dipicu oleh adanya Sabdaraja yang dikeluarkan oleh Sri Sultan HB X. Sabdaraja yang berimplikasi menyudahi kraton Mataram Islam Jawa itu, telah mengilhami kami dari para pesuluk, peziarah, dan pencinta Islam Jawa di bumi Mataram untuk bangkit menerangkan. Dari Sabdaraja itu, kami dari Perguruan Islam Jawa Pesulukan Ki Ageng Pemanahan, selain melakukan ruwatan terhadap bumi Mataram yang digelapi oleh aura hitam, juga memulai kembali untuk mengilmui khazanah Islam Jawa, karena Sabdaraja itu telah membangunkan gelora-gelora merawat tradisi dan merevitalisasinya.

Kami sadar bahwa Sabdaraja itu berimplikasi pada disudahinya Mataram Islam Jawa. Lingkaran yang melahirkan Sabdaraja itu, ternyata setelah kami gali, diotaki oleh lingkaran di belakang GKR Hemas, yang dipenuhi oleh niat jahat untuk mencongkel Islam Jawa dari Kraton Mataram Islam. Lingkaran ini dipenuhi oleh para fundamentalis di kalangan Katholik, alumni Kasebul yang selama ini menjadi kekuatan inti yang menopang ekonomi-politik, gagasan, dan ide-ide GKR Hemas. Mereka ini tidak memiliki ketulusan dalam membangun hidup berdampingan dengan kelompok lain, sebagaimana hidup berdampingan secara tulus ini di kalangan Katholik telah dirintis oleh Romo Mangun. Mereka justru melakukan kerja-kerja menciptakan penghancuran terhadap tradisi Islam Jawa yang toleran. Sri Sultan yang masih peduli dengan Islam Jawa ditusuk dari belakang dengan kekuatan ekonomi politik kebudayaan.

Dalih demokrasi digunakan tetapi minus nilai-nilai demokrasi, juga punya tujuan untuk mengegolkan calon raja perempuan, sebagai penerus dari GKR Hemas. Isu ini hanya sebagai kanalisasi saja, tetapi fondasinya yang terpenting adalah menghancurkan Islam Jawa dari fondasi kraton Mataram Islam Jawa. Kanalisasi ini diperlukan bagi mereka untuk memperluas dan mengkamuflase isu, agar tidak terkesan begitu kentara hubungan antara grup fundamentalis Katholik dan Sabdaraja. Kerja-kerja mereka, telah dimulai dari karya-karya dari kalangan ini yang berupaya dengan gigih untuk menetralkan Islam Jawa, dan memisahkannya antara Jawa dan Islam, sebuah cetak biru yang dulu diciptakan oleh Ki Ageng Pemanahan dkk, atas restu Sunan Kalijaga. Sabdaraja yang diotaki mereka adalah percepatan dari proses pemisahan Islam dan Jawa.

Di Jakarta, mereka ini dibawah kontak-kontak J Sumino dan J Kristiadi, dan nama-nama lain yang telah kami ketahui namanya, yang berperan dan membiaskan pembahasan dalam keistimewaan DIY. Di Jogjakarta, operator mereka adalah Methodius Kusumahadi dengan didukung beberapa Romo dan intelektual (termasuk Romo Banar, dan dilevel bawah dilakukan Hasto), yang dalam beberapa kesempatan mengkampanyekan demokrasi tetapi dalam kesempatan lain meminta banyak orang Islam masuk Katholik; juga didukung beberapa feminis, yang juga dikendalikan oleh alumni Kasebul, bernama Damaria Pakpahan, istri dari ST Sunardi, intelektual Katholik, yang ahli tentang keislaman; ditambah seorang Kristen dari Purwokerto bernama Ashoka Siahaan, anak dari mantan seorang jenderal yang pernah bertugas di Yugoslavia; ditambah beberapa dukun dari Timur Jawa; dan beberapa orang lain. Niat mereka, setelah kraton berhasil dinetralkan dari Islam Jawa, mereka bisa masuk atas nama kraton telah netral. Para fundamentalis thotok ini memakai baju dan menggunakan kamuflase demokrasi, tetapi cara-cara mereka adalah feodal, tidak menjadikan rakyat sebagai pusat konsultasi.

GKR Hemas sendiri adalah penasehat dari yayasan di katholik dan alumni sekolah Katholik, yang secara sadar memelihara patron klien dengan mereka; dan tidak merasa penting menjadi bagian dari fondasi Islam Jawa. Romo-romo fundamentalis Katholik, akan sanggup mengorbankan kawan-kawan mereka sendiri yang selama ini sudah susah payah membangun toleransi, sebagaimana yang dilakukan oleh grupnya Romo Mangun. Mereka ini memakai GKR Hemas, untuk tujuan ekonomi-politik dan penguasaan kebudayaan.

Bagi mereka, kerja-kerja demikian adalah panggilan iman Katholik, meskipun harus megorbankan saudara-saudaranya di kalangan Katholik sendiri; dan bahkan mengorbankan kekuatan bersama dalam membangun NKRI yang damai berkeadilan.

Dengan berpijak dari hal demikian, kami berupaya, di antaranya melakukan pengilmuan kembali Islam Jawa dengan membongkar karya-karya yang menyelubungi penarasian kebudayaan Islam Jawa, yang dikerangkakan oleh para akademisi, cendekiawan, para pengkaji, dan mereka yang menjadi ahli atau merasa menjadi ahli tentang kebudayaan Jawa, terutama dari kalangan Katholik. Membongkar selubung-selubung ini penting untuk menunjukkan bahwa penarasian adalah konstruksi yang dibuat, memiliki tendens kepentingan, dan tidak steril, begitulah Majlis Ruwatan Islam Jawa Pesulukan Ki Ageng Pemanahan menyimpulkannya. Kami juga akan mengilmui kembali tradisi-tradisi Islam Jawa. Semoga Gusti Allah meridhoi.

Kami mengharapkan para generasi baru Islam Jawa, untuk tidak henti-hentinya meneruskan perjuangan para wali dengan tidak melupakan upaya-upaya merevitalisasinya, terutama untuk konteks Mataram, yang cetak biru ini dilakukan grup Sunan Kalijaga dan murid-muridnya, yaitu Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Martani (Ki Ageng Mandaraka), Ki Ageng Giring, dan lain-lain. Generasi baru perlu membaca secara kritis penarasian tentang Islam Jawa dari kalangan Katholik dan lain-lain, tetapi pada saat yang sama juga harus mengetahui perubahan-perubahan yang diciptakan oleh arus perkembangan baru, agar terjadi keseimbangan dan dinamisasi. []

Kami dari Perguruan Islam Jawa Pesulukan Ki Ageng Pemanahan

KH. Tazkiyatun Nufus Cokrodjoyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun