Sejak masuknya ekspansi perkebunan di Sumatera Timur pada pertengahan abad ke 19, kondisi kota-kota yang ada di Sumatera Timur lambat laun semakin berbenah, infrastruktur untuk memenuhi segala kebutuhan perkebunan yang dimiliki Pemerintah Hindia Belanda maupun swasta asing sedang digenjot pembangunannya. Wilayah-wilayah yang ada di Sumatera timur yang dulunya tertinggal dari Pulau Jawa, kini mulai merangkak dan berdiri mengejar ketertinggalan tersebut.Â
Rumah-rumah yang dulunya menghadap sungai kini berbalik arah memunggungi sungai-sungai yang dulunya menjadi urat nadi transportasi masyarakat. Ketika jalan raya mulai dibangun, perlahan tapi pasti, "kiblat" jalur perdagangan masyarakat yang semula mengandalkan perahu untuk mendistribusikan hasil perkebunan maupun barang dagangannya, kini mulai bergeser dengan mengandalkan kereta kuda, ataupun kereta yang ditarik oleh seekor sapi maupun kerbau. Seiring berkembangnya teknologi, serta tuntutan akan proses pengangkutan yang tidak banyak memakan waktu, kemudian berkembanglah transportasi Kereta Api.
Di Sumatera Timur, pemilik hak dan konsesi pembangunan jaringan kereta api di Sumatera Timur adalah Deli Spoorweg Maatschapij. Deli Spoorweg Maatschapij atau yang biasa di singkat dengan DSM merupakan perusahaan swasta yang merupakan sub-sistem dari AVROS (Algemenee Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera) yang sangat berpengaruh pada masanya. Kereta Api yang dihadirkan di wilayah yang juga disebut sebagai "Land van de Dollar" ini bertujuan untuk mengangkut hasil perkebunan maupun hasil hutan (yang laku dipasar internasional) ke Pelabuhan Belawan dengan waktu yang singkat.
Kereta api kemudian memainkan perannya dengan sangat baik dan berhasil memonopoli jasa angkutan pada saat itu. Rel-rel kereta api kemudian di bangun di wilayah-wilayah yang menjadi basis perkebunan yang ada di Sumatera Timur. Ketika jalur kereta api telah terhubung ke beberapa wilayah, kereta api yang awalnya hanya mengangkut komoditas perkebunan dan kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat kota, kini fungsinya bertambah dengan diberlakukannya jasa angkut bagi manusia.Â
Pada tahun 1928, kereta api digunakan untuk memobilisasi para buruh perkebunan yang baru turun di Pelabuhan Belawan, untuk kemudian diantarkan ke wilayah kerjanya masing-masing. Sampai tahun 1939, Deli Spoorweg Maatschapij sudah membangun rel sepanjang 554 Km yang terbentang dari Pangkalan Susu yang terletak di utara hingga Rantau Prapat yang berada di selatan.
Tingginya intensitas pembangunan jalan raya yang kebetulan bertepatan dengan melonjaknya harga karet pada tahun 1920-an kemudian menjadi pemicu meningkatnya kebutuhan barang mewah seperti kendaraan pribadi. Sepanjang tahun 1924 hingga tahun 1926, kegiatan impor terhadap kendaraan pribadi meningkat 6x lebih banyak dari sebelumnya, semula sebanyak 539 unit, kemudian menjadi 3059 unit. Pertambahan ini juga terjadi pada kendaraan bus dan truk, awalnya barang yang masuk ke Sumatera Timur hanya 94 unit, pada tahun 1924 naik menjadi 1172 unit.
Kereta api yang awalnya merajai tranportasi darat baik dalam pengiriman barang maupun sebagai alat mobilitas manusia kini mendapat pesaing baru. Mobil-mobil yang di import dari luar negeri segera dijadikan moda transportasi baru. Segala macam bentuk dan kegunaan dari kendaraan bermotor yang satu ini seolah tidak ada habisnya, baru saja ada mobil dengan desain yang baru kemudian keluar lagi yang lebih baru, begitu seterusnya seolah mobil memang bisa menjawab segala kebutuhan dari masyarakat.
Perkembangan jalan raya menjadi faktor utama dalam kemajuan transportasi ini, terlebih lagi dimasa sekarang, pembangunan infrastruktur seperti jalan raya dan jalan tol menjadi salah satu prioritas utama bagi pemerintah untuk mendongkrak perkembangan perekonomian masyarakat pedalaman. Seperti halnya pembangunan jalan Trans Papua yang membelah perbukitan untuk menjangkau setiap daerah. Di Indonesia bagian barat tepatnya di Sumatera Utara, pembangunan jalan raya/ jalan tol juga semakin digalakkan, mau tak-mau hutan belantara, kebun kelapa sawit maupun kebun rambung terpaksa diratakan untuk membuat jalan tol tersebut. Tidak berhenti Pada Medan - Tebing Tinggi, rencana pembangunan jalan tol akan merambah kepada wilayah Medan-Aceh, yang kini sudah dapat kita rasakan hanya baru sampai di Kota Binjai saja.
Di Sumatera Utara, pembangunan jalan tol bukanlah agenda tunggal yang masuk dalam daftar pembangunan infrastruktur, pengaktifan jalur kereta api yang menghubungkan ke wilayah satelit Kota Medan, membuat jalur-jalur yang telah lama diam bersemayam kini seolah mati suri, dan menambah daftar pilihan moda transportasi bagi masyarakat disamping, angkot, becak, transportasi online maupun sekaliber MeBiDang yang bisa menjangkau di tiga wilayah sekaligus. Tidak sampai di situ, pembangunan jalur kereta api yang akan menghubungkan Kota Medan hingga wilayah administratif Provinsi Aceh juga sedang berjalan, tentunya ini memang sejalan dengan apa yang dikatakan Bapak Presiden Jokowi dalam rencana beliau untuk menekan biaya logistik di Sumatera Utara.Â
Seperti yang saya kutip di laman liputan6.com disalah satu artikelnya, beliau berkata "Kalau harga transportasi akan murah, barang yang dibawa truk juga akan murah. Karena biaya transportasi di Indoensia dibanding Singapura dan Malaysia 2,5 kali lebih mahal. Kalau bisa kita turunkan seperti negara lain daya saing kita meningkat,". Setelah membaca artikel tersebut sontak muncul pertanyaan didalam benak saya, benarkah harga sebuah barang akan murah karena mudahnya transportasi di masa sekarang ini? lalu adakah hambatan yang akan muncul dari pembangunan ini? Saya kira inilah sekelumit permasalahan yang akan kita temukan nanti.
Dalam analisa dan pengamatan yang saya lakukan, beberapa masalah yang akan dijumpai dalam pembangunan jalur kereta api dan jalan tol akan bersinergi. Semakin panjangnya jalan tol yang akan dibangun yang bisa menjangkau ke berbagai daerah dengan waktu yang singkat menjadi salah satu pesaing kuat dari industri transportasi kereta api bahkan kereta api bisa jadi kalah pamor dengan tranportasi darat lainnya seperti bus, ataupun mobil pribadi. Tidak dapat menjangkau seluruh wilayah yang dapat dijangkau oleh bus dan mobil pribadi masih menjadi prinsip utama dalam analogi ini. kita contohkan saja misalnya kereta api bandara yang beroperasi dari stasiun Kota Medan ke Bandara Kuala Namu.Â