Hasil sensus yang berdasarkan agama dan kepercayaan penduduk dunia hingga tahun 2018, yang dirilis oleh situs religionfacts. Jumlah penduduk muslim dunia hingga saat ini telah tembus 1.6 milyar jiwa. Menduduki rangking kedua setelah pemeluk Kristen yaitu 2 milyar jiwa.
Perkembangan jumlah pemeluk Islam dunia akhir-akhir ini betul-betul sangat masiv, terutama di belahan benua Eropa. Hal ini tentu saja secara otomatis juga mempengaruhi bergaining ekonomi, yang dimiliki oleh komunitas muslim dunia. Bergaining tersebut berupa, tuntutan adanya institusi keuangan halal, semisal; Bank Syariah, Index Syariah, Forex Syariah. Begitu juga dalam bidang wisata, adanya tuntutan Halal Tourism yang meliputi; Halal Food, Halal Hotel, Halal Transportation serta supporting aspek lainnya.
Kekuatan ekonomi komunitas muslim dunia, dalam satu dekade ini memang disinyalir sangat dahsyat. Banyak negara-negara dengan penduduk muslim telah menjelma menjadi Negara Emerging Economy, dengan pertumbuhan ekonominya luar biasa. Negara tersebut seperti: Malaysia, United Arab Emirates, Bahrain, Saudi Arabia, Oman, Pakistan, Kuwait, Qatar, Jordania, Indonesia, Singapore, Brunei, Sudan, Iran dan Bangladesh.
Hampir rata-rata dari keseluruhan penduduk muslim dari negara-negara Emerging Economy di atas, dikenal sangat selektif dalam melakukan transaksi bisnis. Begitu juga dalam hal memilih destinasi wisata yang akan mereka kunjungi. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan yang mereka yakini. Positifnya, komunitas muslim ini dikenal sangat royal dalam bertransaksi, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku bisnis wisata dan keuangan.
Ternyata gayung pun bersambut, sehingga banyak brooker forex dan saham dunia, saat ini sudah mulai mengembangkan sistem mereka menjadi "Sharia Complience", artinya mereka mulai merasakan betapa besarnya efek pebisnis muslim kelas dunia saat ini.
Dalam bidang wisata, destinasi top dunia di Eropa pun sudah lama menerapkan aspek Halal Tourism. Dalam pengamatan penulis selama satu dekade ini, di hotel-hotel dan restauran besar di Eropa, sudah mulai menyediakan Halal Food (pork free), begitu juga di tiolet-toilet hotel sudah mulai disediakan semprotan air, yang sebelumnya hanya menggunakan kertas toilet saja.Â
Begitu juga dalam wisata pelayaran Kapal Pesiar Mewah seperti; Costa Cruise, Royal Carribean dan Genting Cruise, sudah sangat nyata mereka mulai menerapkan aspek Halal Tourism ini.
Di Asia, Jepang adalah negeri pelopor dalam menerapkan Halal Tourism. Mencari makanan halal di Jepang bukanlah masalah pelik, ribuan gerai seven eleven dan bento serta restauran independen lainnya, mereka sangat konsisten menerapkan bisnis ini. Sudah banyak juga hotel-hotel di Jepang yang melengkapi sajadah serta penunjuk arah kiblat di hotel-hotel mereka.Â
Setelah Jepang lalu Hong Kong, mencari mesjid, hotel dan restauran halal sudah bukan Big Problem lagi selama di Hong Kong. Di wilayah Koowlon saja restauran halal dan penginapan halal sudah menyebar di setiap pelosok jalannya. Begitu juga di beberapa negara besar wisata lainnya.
Berdasarkan semua kenyataan diatas, sungguh sangat aneh jika Bali yang masih menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia menolak secara terang-terangan Konsep Halal Tourism, yang dilontarkan oleh salah seorang Cawapres RI beberapa hari yang lalu. Seolah-olah pejabat serta penguasa di Bali tidak dapat melihat kenyataan apa yang sedang terjadi saat ini dalam Industry Pariwisata Dunia.Â
Dimana negara-negara raksasa dalam percaturan industri pariwisata dunia, sedang bergerak cepat menerapkan konsep Halal Tourism dalam sistem wisata mereka. Hal ini demi menggaet 1.6 milyar penduduk muslim dunia ke negeri mereka untuk beriwsata.