Mohon tunggu...
Nissa Nurhaliza
Nissa Nurhaliza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember

Seorang mahasiswa yang gemar observasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh De-dolarisasi Mata Uang Amerika Serikat terhadap Perekonomian Indonesia

30 Maret 2024   11:46 Diperbarui: 30 Maret 2024   14:29 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Reynaldo #brigworkz Brigantty: https://www.pexels.com/photo/black-steel-pet-cage-with-one-dollar-747113/

De-dolarisasi merupakan upaya dalam mengalihkan penggunaan mata uang Dollar Amerika Serikat. Secara Definitif, De-dolarisasi berarti pengurangan penggunaan mata uang Dollar Amerika Serikat yang mendunia. Pengurangan penggunaan  hard currency ini dilakukan suatu negara pada perdagangannya dengan negara lain. Misalnya, perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Jepang yang mana pembayarannya menggunakan Local Currency Settlement (mata uang lokal) (Dwi, 2021). Jadi, De-dolarisasi sebenarnya adalah upaya mengurangi bahkan mengalihkan penggunaan mata uang Dollar Amerika Serikat pada berbagai kegiatan ekonomi di dunia internasional dengan menggunakan mata uang yang saling disepakati berbagai pihak. 

Cukup maraknya peristiwa De-dolarisasi ini didasarkan pada beberapa tujuan negara yang mengimplementasikan strategi ini. Pertama, De-dolarisasi dilaksanakan guna mengurangi dependensi suatu negara terhadap mata uang Dollar AS (Diah, 2023).  Dependensi yang dilakukan suatu negara ini bisa berupa dependensi secara total atau penggunaan dollar AS pada perekonomian dalam dan luar negeri ataupun dependensi parsial atau penggunaan dollar AS beserta mata uang lokal pada perekonomian dalam maupun luar negeri. Hadirnya dependensi total bisa menyebabkan suatu negara kehilangan perannya dalam memengaruhi perekonomian. Sementara itu, hadirnya dependensi parsial bisa menyebabkan suku bunga suatu negara berjalan kurang efektif. Sehingga, tentu dependensi terhadap mata uang ini perlu dikurangi oleh tiap negara agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Selain itu, De-dolarisasi juga ditujukan untuk mengurangi hegemoni mata uang Amerika Serikat ini. Sejak berakhirnya perang dunia kedua, mata uang milik Amerika Serikat ini mendunia dalam setiap kegiatan perekonomian internasional. Ini tentu memberikan impact positif bagi Amerika Serikat yang mana menyebabkan suku bunganya cukup rendah apabila Amerika Serikat meminjam dollar (Lahiri, 2023). Disamping itu, karena digunakan secara meluas, tentu berbagai produk didapatkan dengan harga lebih rendah oleh konsumen di Amerika Serikat (Lahiri, 2023). Sehingga, pengurangan penggunaan hard currency ini mampu mengurangi hegemoni dan dampak positif mendunianya dollar yang dirasakan Amerika Serikat. 

Ketiga, De-dolarisasi dilaksanakan guna meningkatkan stabilitas exchange rate mata uang lokal. Tidak hanya menyebabkan adanya peningkatan monetary sovereignty,  hal tersebut juga bisa membuat suatu negara yang terhindarkan dari krisis keuangan global. Sehingga, pengalihan penggunaan mata uang Dollar Amerika Serikat atau De-dolarisasi ini menjadi salah satu upaya mempertahankan dan meningkatkan stabilitas perekonomian dalam negeri. 

Berdasarkan keterangan di atas, kita tahu bahwa banyak negara mempertimbangkan De-dolarisasi dikarenakan beberapa hal.  Misalnya, dikarenakan kerap terjadinya krisis perekonomian di Amerika Serikat yang mana membuat ekonomi dunia bergejolak. Ketidakinginan setiap negara untuk khawatir terhadap stabilitas nilai tukar perekonomian mereka juga mendorong terlaksananya De-dolarisasi (Dwi, 2021). Bahkan, kecenderungan mata uang Amerika Serikat yang seringkali berkontribusi pada hadirnya krisis keuangan serta volatilitas keluaran menjadi hal yang membuat dunia internasional secara aktif melakukan De-dolarisasi (Kamil & Ridlo, 2022). 

Hingga kini, terdapat cukup banyak negara yang telah secara aktif mengurangi atau bahkan mengalihkan penggunaan mata uang Dollar AS. Negara tersebut yakni Brazil, Rusia, India Tiongkok serta Afrika Selatan melalui kerjasama BRICS (Diah, 2023). Indonesia beserta beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand juga telah melakukan De-dolarisasi mata uang Amerika Serikat (Elena, 2023). Tidak hanya itu, Jepang, Korea, dan Tiongkok juga menjalankan kerjasama dengan ASEAN melalui ASEAN+3 yang mana pembayaran perdagangan antar mereka tidak lagi menggunakan dollar AS. Negara-negara yang tergabung dalam BRICS menjalankan De-dolarisasi dengan meluncurkan mata uang baru. Sementara itu, De-dolarisasi antar negara ASEAN menggunakan Local Currency Transaction (LCT)  serta negara-negara dalam ASEAN+3 menjalankan De-dolarisasi dengan penggunaan Local Currency Settlement (Kamil & Ridlo, 2022).  

Berdasarkan penggunaan pembayaran LCT dan LCS di atas, Local Currency Transaction dan Local Currency Settlement sebenarnya sama-sama menggunakan mata uang lokal. Akan tetapi, Local Currency Transaction lebih dimaksudkan kepada kerjasama internasional yang tidak terbatas pada suatu bagian. Sedangkan, Local Currency Settlement lebih mengarah kepada perdagangan internasional yang hanya sebatas bagian perdagangan dan investasi antar pihak. 

Kebijakan De-dolarisasi perdagangan yang dilakukan Indonesia dengan mitra negara-negara yang juga mendukung De-dolarisasi mengguyur Indonesia dengan berbagai keuntungan. Mulai dari April 2020 hingga 2022, keuntungan transaksi dengan menggunakan LCS maupun LCT ini sebanyak 4,1 miliar dollar Amerika Serikat. Yang mana, pada tahun 2023 berikutnya semakin meningkat ke arah positif (Elena, 2023). Kerjasama perdagangan yang dijalankan melalui wadah Qris dan Fast Payment ini juga memiliki beragam dampak positif lainnya bagi Indonesia, seperti meningkatkan stabilitas mata uang Indonesia dan Menghemat biaya perdagangan (Diah, 2023).

Kendatipun demikian, terdapat satu impact buruk yang dialami Indonesia dalam proses De-dolarisasi. Hal tersebut yakni kapal untuk mendukung shipping ekspor dan impor Indonesia tidak bisa menerima mata uang lokal. Sebagian besar kapal tersebut hana menerima pembayaran dengan mata uang Amerika Serikat, yang mana tentu ini menjadi penghambat dalam kegiatan perdagangan internasional Indonesia.  Dengan demikian, tentu De-dolarisasi menjadi hal penting yang memengaruhi perekonomian Indonesia.

Ringkasan Materi

De-dolarisasi merupakan upaya dalam mengalihkan penggunaan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan mata uang lokal maupun mata uang lainnya. De-dolarisasi didasari tujuan guna mengurangi dependensi terhadap mata uang Dollar AS serta juga untuk mengurangi hegemoni negara Amerika Serikat. Hadirnya De-dolarisasi dapat mengurangi kekhawatiran suatu negara terhadap krisis keuangan serta volatilitas keluaran dalam perdagangan internasional. Tidak hanya itu, De-dolarisasi juga bisa menjadi hal yang meningkatkan stabilitas perekonomian dalam negeri suatu negara. Cukup banyak negara telah melakukan De-dolarisasi. Negara tersebut yakni Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, serta negara-negara ASEAN dan kerjasama ASEAN+3 (Korea, Jepang, Tiongkok). Indonesia sendiri juga sudah menerapkan De-dolarisasi melalui perdagangan internasional yang pembayarannya melalui mata uang lokal (baik LCT maupun LCS). Penerapan kebijakan de-dolarisasi ini mengguyur keuntungan bagi Indonesia, yang mana meningkatkan pendapatan Indonesia sebesar 4,1 miliar dollar AS. Kendatipun demikian, wadah untuk ekspor-impor Indonesia hanya dapat menggunakan mata uang Dollar AS, yang mana hal ini menghambat laju ekspor-impor Indonesia. Dengan demikian, tentu De-dolarisasi menjadi hal penting yang memengaruhi perekonomian Indonesia. 

Referensi

Kamil, M. A. Ridlo, M. R. (2022). Dedolarisasi: Momentum Kebangkitan Dinar. Maro; Jurnal Ekonomi Syariah dan Bisnis, 6(2). 

Diah, D. (2023). Apa itu Dedolarisasi? Ini Pengertian, Keuntungan, dan Kerugian yang Bisa Didapatkan Indonesia. Tempo. 

Dwi, C. (2021). Dear RI, Waspada Dampak Negatif "Buang Dolar". CNBC Indonesia. 

Elena, M. (2023). Dedolarisasi! Ini Negara ASEAN yang "Buang" Dolar AS Bareng Indonesia.. Bisnis.

Lahiri, U. (2023). The Future of Dollar Hegemony. Council on Foreign Relations.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun