Liberalisme merupakan salah satu cara pandang yang cukup sering digunakan dalam Ilmu Hubungan Internasional. Liberalisme dalam Hubungan Internasional mendukung kerjasama antar negara dengan rasionalitas, yang mana guna menjaga perdamaian antar negara. Sebagai bentuk pertentangan dari Realisme, cara pandang Liberalisme ini didasarkan pada sifat manusia dalam hati nuraninya untuk berbuat baik yang mana mengesampingkan sifat keegoisan. Liberalisme memiliki nilai fundamental yang terdiri dari kebebasan individualitas, rasionalitas, kemajuan bersama, sociability, kepentingan umum, serta kekuasaan yang terbatas (Freeden, 2015). Sehingga, Liberalisme dalam ilmu hubungan internasional dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang mengutamakan kebebasan dengan mendukung kerjasama antar negara demi terjalinnya perdamaian di dunia.
  Tidak hanya dalam ilmu hubungan internasional, Liberalisme juga kerap menjadi cara pandang yang digunakan secara global dalam ilmu ekonomi politik internasional. Dalam ilmu ekonomi, Liberalisme digambarkan sebagai pasar bebas yang mana tidak dikontrol oleh pemerintah sehingga menciptakan pertukaran ekonomi yang efektif. Hal ini dikarenakan para ekonom liberal berkeyakinan bahwa setiap orang bisa mengambil manfaat dari ekonomi (bebas) dengan mengejar kepentingannya yang juga akan membawa manfaat bagi bersama. Bila membahas mengenai kebebasan pasar dalam lingkup antar negara, tentu pasar bebas tersebut dapat mempengaruhi kebijakan dari suatu negara. Dengan demikian, secara sederhana Liberalisme dalam ekonomi politik internasional dapat dipahami sebagai pasar bebas dalam lingkup global yang mempengaruhi kebijakan politik negara yang bersangkutan.
  Dalam penerapannya, Liberalisme dituangkan dalam beberapa bentuk elemen. Pertama, pasar bebas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumya, pasar bebas ini mengacu pada berjalanya pasar tanpa intervensi pemerintah (Meiser, 2018). Kedua, Free Trade. Hampir sama seperti pasar bebas, Free Trade mengacu kepada kegiatan ekspor-import antar negara yang mengesampingkan biaya tambahan seperti bea masuk.  Disamping itu, menurut Daniel Deudney dan John Ikenberry terdapat tiga elemen berkaitan dalam Liberalisme yakni penyebaran Free Trade dan kapitalisme oleh negara liberal yang maju maupun lembaga internasional, norma internasional yang didukung oleh Liberalisme seperti demokrasi dan hak asasi manusia, serta hukum dan perjanjian internasional terutama dari lembaga internasional agar sistem internasional mampu terjalin dengan baik.
Free Trade
  Berdasarkan bentuk elemen liberalisasi di atas, salah satu elemen yang marak terjadi yakni Free Trade atau perdagangan bebas. Apa sih sebenarnya Free Trade atau perdagangan bebas itu? Bagaimana tujuan dan dampaknya?
  Free Trade atau perdagangan bebas merupakan sistem ekonomi terbuka yang berbasis pasar dengan tujuan menguntungkan negara satu sama lain (Meiser, 2018). Sementara itu, David Ricardo menjabarkan Free Trade sebagai perdagangan bebas suatu negara dengan negara lainnya yang tidak dihalangi (Damayanti, 2021). Sehingga, Free Trade atau perdagangan bebas dapat diartikan sebagai sistem ekonomi terbuka yang terjadi antar negara tanpa adanya penghalang.Â
  Hadirnya Free Trade dilandaskan pada suatu tujuan yang akan menghasilkan beberapa dampak tertentu. Selain dari menguntungkan negara satu sama lain, Free Trade juga memiliki tujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perang (Meiser, 2018). Dengan adanya hubungan perdagangan yang bisa saja menjelma menjadi perdagangan erat antar negara, maka tentu negara yang satu tidak akan menyerang negara partner dagangnya yang mana karena mereka saling membutuhkan komoditi masing-masing demi memenuhi kebutuhan negaranya. Hal ini memunculkan dampak positif Free Trade, yaitu mendorong perdamaian global, mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berkurangnya hambatan dalam perdagangan (Damayanti, 2021). Kendatipun demikian, Free Trade ini juga memiliki dampak negatif. Pertama, banyaknya produk luar negeri yang masuk. Hal tersebut menjadi dampak negatif karena bisa membuat produksi dalam negeri tersaingi, yang mana dalam jangka panjang akan menyebabkan berkurangnya  penggunaan produk lokal. Kedua, persaingan bebas yang tidak adil antar negara maju dengan negara berkembang. Adanya pasar yang bebas membuat tiap negara memiliki kesempatan menjadi mitra dari negara lain. Negara maju dengan komoditi yang lebih bagus tentu menjadi banyak mitra dagang negara lain. Sementara, negara berkembang yang masih berusaha memperbaiki komoditinya dan rata-rata mengekspor barang mentah akan seperti "tidak memiliki ruang" untuk bergabung meraih keuntungan yang banyak.
Free Trade Agreement
  Dalam pengimplementasian Free Trade, terdapat perjanjian perdagangan secara internasional yang disebut Free Trade Agreement. Menurut World Customs Organization atau Organisasi Kepabeanan Dunia, Perjanjian ini berlangsung antar dua pihak atau lebih yang mana berisi ketentuan oleh pihak-pihak yang terlibat tersebut. Ketentuan tersebut berupa kepentingan preferensi yang mana mengarah kepada tarif preferensi serta kepentingan non-preferensi yang mengarah ke instrumen kebijakan komersial. Berdasarkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia, Tarif preferensi mencakup tarif bea masuk yang besarnya telah ditetapkan dalam peraturan Menteri Keuangan berdasarkan kesepakatan tertentu. Sementara itu, Kepentingan non-preferensi mencakup penggunaan instrumen Free Trade Agreement untuk anti-dumping melalui pengenaan  bea masuk apabila harga ekspor dari barang import tersebut lebih rendah dari biasanya, serta tariff quota melalui pengenaan  bea masuk akan kuota produk  dengan kuantitas sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan.
Â