Mohon tunggu...
Candika Putra Purba
Candika Putra Purba Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pengajar Bahasa Indonesia

Senang membaca karya fiksi Senang mendengarkan musik Senang dengan dunia fotografi Berjuang untuk menjadi manusia yang berguna 24 Tahun Guru SMP

Selanjutnya

Tutup

Diary

Hal Aneh Lagi

15 Juni 2022   08:01 Diperbarui: 15 Juni 2022   08:32 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup itu rumit. Hahahah entah apa yang kualami, kenapa hari ini aku berani mengatakan tiga kata itu. Tapi, jujur, hari ini sedikit berbeda. Masa-masa menjelang libur seharusnya bisa menjadi masa yang menyenangkan, tapi kenapa aku tidak? Apakah ada yang salah? Apakah aku memang tidak pantas untuk bahagia? Atau apa?

Aku benci dengan perasaan. Satu hari sebelum hari ini, aku berbagi dengan salah seorang teman. Kukatakan bahwa aku sudah menjadi manusia tanpa perasaan. Aku mencontohkan padanya tentang rasa senang dan rasa sedih. Aku tak sedih jika kalah, namun tak bahagia jika menang. Semuanya terasa hambar dan rasa hambar itu mengantarkanku pada sebuah kesimpulan bahwa aku sudah mati rasa, tidak ada rasa yang membekas di jiwa.

Ternyata aku salah

Aku terlalu bodoh karena hanya membatasi rasa hanya dalam kecewa dan bahagia. Rasa lebih daripada itu, perasaan lebih luas dari itu, kadang ada perasaan yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, hanya dapat dirasakan.

Dan hari ini, aku kembali membenci perasaan. Perasaan yang selalu menyakiti hatiku adalah perasaan 'tidak enakan'. Aku sudah sering bertemu dengan perasaan ini, di kampus, di rumah, di supermarket, di tempat kerja, dan di tempat yang lainnya. Dan setiap kali bertemu dengannya, aku hanya bisa berusaha bertahan dan berjuang untuk keluar dari lingkungannya.

Satu hal yang pasti adalah bahwa aku harus menyelesaikannya. Aku harus mampu mengalahkannya, aku tidak boleh tertindas, aku tidak boleh menjadi sosok yang kalah, aku harus menang. Hari ini, aku tidak enakan karena harus membebani orang lain. Sejujurnya, hanya aku yang merasa bahwa aku membebani dia, mungkin saja dia tidak merasa keberatan sama sekali.

Aku membutuhkan pertolongannya, tapi aku selalu merasa tidak enakan ketika meminta pertolongan darinya. Lalu, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku akan terus merasa terpuruk dan tidak akan meminta pertolongannya, atau aku harus memberanikan diri, tidak merasa membebani dan melanjutkan kehidupan? Sungguh pilihan yang berat, tapi biarlah ini bisa menjadi pelajaran bagiku untuk ke depannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun