Haiiiiyyyaaahhhh
Menjadi dewasa memang tidak semudah yang dibayangkan. Mungkin hal tersebut juga yang menjadi alasan bagi beberapa penyanyi tanah air sehingga mereka membuat karya ataupun lagu yang menggambarkan tidak nyamannya menjadi dewasa. Menjadi dewasa seperti berada dalam dunia dan dimensi yang lain, yang lebih kejam, yang lebih sunyi, yang lebih menekan. Menjadi dewasa berarti harus bersikap dan berperilaku layaknya orang dewasa. Namun, menjadi dewasa juga masih perlu dibubuhi dengan pertanyaan. Perilaku dewasa yang dipakai masih perlu dipertimbangkan. Apakah menjadi dewasa harus mengikuti aturan dewasa yang berkembang dalam masyarakat? Atau boleh menjadi dewasa dalam versi kita sendiri.
Hal tersebutlah yang saya alami dan pikirkan dalam beberapa minggu ini. Saat ini, saya berada dalam umur 22 tahun. Tentunya, angka itu bukanlah umur anak-anak maupun remaja, melainkan dewasa awal. Dalam umur seperti ini, saya sudah mulai menjalani hidup saya secara pribadi. Artinya, saya tidak harus disokong oleh keluarga lagi, saya sudah bekerja, sudah mampu mencari uang sendiri, dan saya sudah berani untuk hidup secara mandiri.
Dalam perjalanan ini, saya akhirnya menyadari sebuah hal. Hal itu merupakan kebalikan dari pikiran saya sebelumnya. Sebelumnya, saya berpikir bahwa menjadi dewasa yang baik adalah menjadi tidak bergantung pada orang lain. Saya melihat dewasa yang ideal itu sebagai dewasa yang mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan dirinya sendiri. Tidak membutuhkan orang lain, tidak mengharapkan orang lain untuk membantunya. Pemikiran itu mengajak saya untuk melupakan konsep manusia sebagai manusia sosial.
Dengan pemikiran seperti itu, akhirnya setiap saat, saya selalu berjuang untuk tidak meminta pertolongan pada orang lain. Selalu berusaha untuk tampil kuat di depan orang lain, terlihat tegas, terlihat mandiri, terlihat mampu berdiri sendiri dalam menghadapi badai hidup ini. Dan, saya kelelahan dengan sendirinya. Menjadi dewasa yang ideal versi saya ternyata berat. Kadang saya merasa menderita karena pikiran saya saja.
Hingga akhirnya saya mengalah. Saya kembali menata pikiran saya, menata bahwa menjadi dewasa tidak harus mandiri dan menghadapi semuanya secara sendiri. Meminta pertolongan dan bergantung kepada orang lain bukanlah tanda bahwa kita tidak dewasa. Justru, bergantung kepada orang lain bisa menjadi bukti bahwa kita dewasa, dapat mengerti kelemahan dan kekurangan kita, dapat memahami hal yang bisa kita lakukan sendiri dan hal yang tidak.
Intinya adalah bahwa menjadi dewasa merupakan sebuah proses. Mari menata sebuah dewasa versi kita. Mungkin masyarakat memiliki pandangan yang berbeda, namun tidak salah jika kita menikmati dewasa versi kita. Mari kita berdamai dan mulai menerima semuanya dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H