Novel Petir karya Dee Lestari sungguh menarik. Bahkan, menurut saya, bagian ini lebih menarik dibandingkan yang lainnya yang sudah saya baca. Saya sudah membaca bagian pertama dan kedua, dan sekarang saya sedang membaca bagian ketiga ini.
Banyak hal menarik yang saya temukan. Bukan hanya karena gaya penulisan Dee yang sangat menarik dan unik, namun saya tertarik pada pribadi tokoh utamanya, yaitu Elektra. Wanita yang unik dan tidak sama dengan wanita lainnya.Â
Mungkin saya akan menuliskan opini saya tentang dia di tulisan yang berbeda. Pada tulisan ini, saya ingin fokus pada interaksi dua tokoh unik, yaitu Elektra dan Mpret, teman Elektra.
Pada bagian-bagian tengah hingga akhir, diceritakan bahwa akhirnya Elektra menemukan kekuatannya dan sedang bangga dengan hal itu. Karena kebahagiaan dan kesenangan itu, Elektra akhirnya hanya sibuk dengan pasien-pasiennya.Â
Memang wajar bagi manusia jika ia merasa terobsesi pada hal yang baru ia temukan. Namun, kadang hal tersebut mampu membuat ia lupa akan hal yang lain. Begitu juga dengan Elektra, karena kelebihan yang baru ia temukan, ia lupa pada tujuan awalnya dengan Mpret dan teman-teman yang lain.
Singkat cerita, setelah beberapa lama, akhirnya Mpret mengatakan bahwa Elektra tidak bisa seperti itu lagi. Elektra yang tidak terima akhirnya membalas juga. Ia merasa bahwa yang ia lakukan selalu benar dan tidak salah. Ia melawan Mpret. Hingga pada akhirnya keduanya berpisah dan bermusuhan.
Setelah beberapa lama, akhirnya kebenaran terungkap. Ketika Elektra bersama dengan Kiwoy, ia baru mengetahui alasan Mpret melakukan hal itu. Alasannya bukan uang, bukan profit, bukan materi, tapi alasannya adalah Elektra.Â
Mpret perhatian kepada Elektra, hanya saja ia tak bisa mengatakannya dengan langsung. Ia tidak mau Elektra sakit dan menderita, hanya saja ia tak bisa mengatakannya secara langsung. Ia hanya bisa mengungkapkannya lewat sebuah kemarahan.
Begitulah manusia, kisah ini menggambarkan bahwa bahasa cinta itu nyata adanya. Ada orang yang tidak dapat mengatakan cinta secara langsung dan hanya bisa melakukannya dengan tindakan.
Ada orang yang tidak mau mengatakan dengan romantis, dan banyak tipe yang lain. Sehingga, manusia seharusnya tidak bisa menghakimi secara langsung. Perlu penyelidikan dan keterbukaan di dalamnya.
Kisah Mpret dan Elektra bisa jadi gambaran bahwa tidak semua orang memilik kemampuan yang sama. Begitu pula dengan mengungkapkan cinta dan perhatian. Jadi, ketika menentukan cinta atau benci, harap melakukan observasi terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H