Mohon tunggu...
Candika Putra Purba
Candika Putra Purba Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pengajar Bahasa Indonesia

Senang membaca karya fiksi Senang mendengarkan musik Senang dengan dunia fotografi Berjuang untuk menjadi manusia yang berguna 24 Tahun Guru SMP

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Linglung

17 Januari 2022   09:19 Diperbarui: 17 Januari 2022   09:22 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh sebelum hari ini, aku sudah mengetahui konsep "Daily Reconciliation" yaitu masa-masa ketika manusia jatuh ke dalam dosa namun bisa melakukan hal yang benar karena karya penyelamatan yang diberikan oleh Tuhan. Dalam fase ini, dikatakan bahwa manusia bisa melakukan hal yang benar dan yang tidak benar. Berbeda dengan manusia pada fase Fall, di mana manusia tidak dapat melakukan hal yang benar di mata Tuhan. Dalam fase Daily Reconciliation, mungkin saja manusia melakukan dosa, namun setelah itu, bertobat kembali, melakukan dosa kembali dan bertobat kembali. Namun, dalam pola yang demikian, setiap hari, manusia diharapkan dapat menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Saat ini, saya merasa ada dalam fase tersebut. Merasa bahwa sekarang, yang kebanyakan saya lakukan adalah hal-hal yang tidak Tuhan inginkan. Sekarang, saya lebih banyak melakukan dosa, dibandingkan dengan menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan. Saya merasa berada di zona "Melakukan dosa", namun belum masuk dalam tahap "Bertobat kembali".

Hari ini, dalam ibadah yang saya ikuti, saya mendengarkan khotbah mengenai sebuah hal yang sedang banyak diperbincangkan banyak orang. Semau masyarakat menaruh perhatian pada hal tersebut, termasuk pendeta yang memberikan khotbah tadi. Secara singkat, saya sedikit tertarik dengan judul yang diberikan, karena terkesan membahas dengan rinci dan dalam. Namun, pada kenyataannya, hal tersebut tidak saya dapatkan. Pendeta saya menggunakan waktu yang lebih banyak untuk menceritakan fenomena yang ada, ia sibuk mengeluarkan fakta-fakta yang sebenarnya sudah diketahui oleh jemaat. Sekejap, saya merasa bosan dengan hal itu.

Setelah beberapa lama bosan, saya memilih untuk berpikir. Saya bertanya pada diri saya, mengapa saya merasa bosan dalam saat-saat khotbah seperti ini? Tentu kebosanan ini tidak terjadi sekali, namun terlihat sudah menjadi pola dalam diri saya. Ketika saya menjumpai khotbah yang sudah biasa, saya merasa bosan. Berpikir bahwa saya sudah tahu semua yang hendak disampaikan oleh pembicara (sikap sombong). Dan sikap demikian terus terjadi. Saya terus bertanya, mencoba menemukan jawabannya. Namun, hal itu ternyata sulit untuk dilakukan, tidak semudah apa yang saya pikirkan.

Setelah berpikir beberapa lama, akhirnya saya menemukan beberapa jawaban seperti kesombongan, hubungan pribadi dengan Tuhan yang tidak baik, daily reconciliation. Namun, tentu saja, menurut saya jawaban-jawaban itu adalah jawaban-jawaban umum yang belum mendalam. Saya perlu melihat dan menelisik kembali, apa sebetulnya penyebabnya. Hingga sekarang saya masih mencari hal itu.

Kadang, ketika saya yakin betul bahwa penyebabnya adalah sebuah kesombongan, saya tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Saya bingung, tidak ada komitmen dalam diri saya untuk berubah, dan lama-lama gambaran Tuhan dalam diri saya seperti menghilang. Saya mulai melakukan banyak dosa, melakukan penyimpangan dengan normal, seakan-akan itu memang wajar dilakukan oleh manusia dan lain-lain. Saya bingung. Sangat bingung. Saya masih belum mendapat gambaran akan apa yang hendak saya lakukan ke depannya. Semoga saya dicerahkan oleh Tuhan karena saya tahu apa yang saya perbuat ini adalah salah, namun saya seakan-akan berjuang untuk membenarkan kekeliruan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun