Penulis sendiri beberapa kali mendatangi bengkel Tarman untuk mereparasi sepeda. Selain jaraknya yang sangat dekat dari rumah, keramahan Tarman menjadi sebuah kelebihan.
Tak hanya memiliki usaha bengkel, Tarman juga menjual kopi. Pada musim kemarau, Tarman menjual es kelapa. “Ketika bulan Ramadhan, saya menjual gorengan,” tutur Tarman yang pernah bekerja di usaha es mambo selama satu tahun.
Tak terasa, 10 tahun sudah Tarman menekuni usahanya. Setiap harinya di usia yang tak muda lagi ia bekerja pada pukul 08.00-17.00. Sementara itu sang istri membantu perekonomian keluarga dengan menjadi asisten rumah tangga di beberapa rumah.
Tidak mudah menjalani hidup di kota besar. Seperti halnya Tarman beserta keluarganya yang menempati bangunan tua yang dulunya sekolah. Dari luar bangunan itu tampak tak terawat. Di malam hari bangunan itu terlihat agak menyeramkan. Ketika hujan deras turun berhari-hari banjir pun menghadang. Selain itu usia bangunan yang sangat tua memungkinkannya runtuh sewaktu-waktu.
Tak ada pilihan lain bagi Tarman ketimbang menyewa rumah yang tentunya membutuhkan biaya tak sedikit. Tampak beberapa keluarga juga menghuni kompleks sekolah yang sebenarnya jauh dari layak untuk ditinggali. Walaupun sesungguhnya menyalahi aturan, keadaan yang mendesak mereka melakukan hal tersebut.
Ketika disinggung perihal pengaruh pandemi COVID-19 terhadap usahanya, Tarman menunjukkan raut wajah sendu. Tak banyak orang mendatangi bengkelnya. Berbeda dengan kondisi sebelum pandemi. Orang datang silih berganti dengan bermacam-macam masalah. “Terasa sekali bengkel ini sepi. Mungkin orang takut ke luar rumah,” tutur Tarman dengan nada pilu.
Menyambung hidup dalam keadaan yang pelik seperti saat ini. Bagaikan mengarungi lautan luas, kapal yang dinakhodai Tarman tengah terombang-ambing.
Namun demikian Tarman bersyukur atas usaha bengkel yang telah menjadi benteng kehidupan keluarganya. Saat ini anak pertamanya telah bekerja dan anak keduanya duduk di kelas 3 SMA. “Saya hanya bisa memperbaiki sepeda. Saya akan terus berusaha dan menjalani apa yang ada,” kata Tarman.
Ke depannya jika memiliki tambahan modal, Tarman ingin mengembangkan usahanya dengan memperbanyak onderdil otomotif. Ia menyampaikan selama ini onderdil dibeli di Senen. “Sebelumnya saya beli di Jembatan Lima. Sekarang cari yang dekat saja,” tutur Tarman.
Di akhir obrolan, terselip harapan untuk Tarman. Semoga Jakarta tetap menjadi rumah yang hangat bagi Tarman dan keluarganya. Walaupun tantangan datang tak berkesudahan, setidaknya saat ini mereka masih bisa meniti kehidupan dari hari ke hari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI