Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Suara Hati Perempuan Kepala Keluarga

4 Februari 2021   21:34 Diperbarui: 4 Februari 2021   21:53 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan kepala keluarga memikul tanggung jawab tunggal menghidupi keluarganya. (foto dokumentasi pribadi)

Cara saya adalah menawarkan ikan ke setiap orang yang dikenal. Kalau tidak ada uang, mereka boleh berutang, terserah kapan bayarnya. Saya pelupa. Tiba-tiba beberapa hari kemudian ada yang  bayar,” ujar Sumirah sambil tertawa.

Perjuangan Sumirah menopang kehidupan keluarganya bukan perkara mudah. Sumirah mengenang delapan tahun lalu ia pernah menjalankan dua pekerjaan. Selesai berdagang jam 9 pagi, Sumirah bergegas pulang untuk memasak. Selanjutnya ia bekerja di sebuah konfeksi di Kemayoran sampai jam 8 malam. “Saya melakukan dua pekerjaan itu selama lima tahun. Sekarang saya fokus jual ikan karena tidak kuat lagi tenaganya,” kata Sumirah.

Sumirah mengungkapkan selama pandemi para pelanggan yang sebelumnya biasa membeli ikan baik untuk konsumsi keluarga maupun warteg mengalami penurunan. Bagaimana tidak, warteg pun sepi pembeli. “Disyukuri saja. Diam di rumah bikin jenuh. Mau tidak mau saya harus menjalani semua ini,” kata Sumirah dengan suara bergetar.

Tantangan lain yang dirasakan Sumirah adalah musim hujan. Situasi itu menyebabkan pembeli berkurang. Itulah risiko orang berjualan, demikian pernyataan Sumirah. “Di rumah kalau ada yang beli misalnya tetangga, saya layani,” tutur Sumirah.

Banyak rencana  yang dirancang Sumirah. Namun ia memilih tetap berjualan ikan. Satu-satunya pekerjaan yang dipandang bisa membantu perekonomian keluarganya. “Kehidupan selama pandemi ini semakin susah apalagi hanya saya yang mencari nafkah, menjadi ibu rumah tangga sekaligus kepala keluarga,” ujar Sumirah yang berasal dari Kuningan, Jawa Barat.

Realitas 

Perjalanan hidup Sumirah sebagai perempuan kepala keluarga bukan hal baru. Realitas yang tidak bisa dihindari sebagai perempuan yang memikul tanggung jawab tunggal menghidupi keluarganya.

Kenyataan menunjukkan, perempuan mau tidak mau, suka tidak suka mengambil alih peran sebagai kepala keluarga dengan berbagai alasan. Suami meninggal, bercerai, ditinggalkan suami dan tidak dinafkahi, suami penyandang disabilitas, suami pengangguran, hingga suami malas bekerja. Sumirah sendiri menjadi perempuan kepala keluarga karena suami yang sakit.

Kehidupan Sumirah menjadi bukti bahwa peran sebagai kepala keluarga, dalam hal ini pencari nafkah utama dapat dipertukarkan. Suami bisa berada di rumah menjalankan aktivitas rumah tangga. Seperti suami Sumirah yang mencuci pakaian dan mengurus rumah selagi istrinya bekerja.

Menjadi perempuan kepala keluarga kini bukan hal tabu. (foto dokumentasi pribadi)
Menjadi perempuan kepala keluarga kini bukan hal tabu. (foto dokumentasi pribadi)
Kini bukan hal tabu melihat istri berkarier di ranah publik sementara suami berada di ranah domestik. Pergeseran peran itu memunculkan fenomena ‘stay at home dad’ di Amerika Serikat atau Eropa. Suami memilih mengasuh anak-anak dan menata rumah tangga lantaran penghasilan istri yang lebih besar. Tentunya dengan pertimbangan anak-anak tetap mendapatkan kasih sayang. Hal tersebut membuktikan bahwa isu perempuan kepala keluarga tidak hanya terjadi di negara berkembang, juga negara maju. Tidak hanya  pekerjaan di sektor informal, juga formal.

Variasi itu bisa dijumpai pula pada pasangan dengan perbedaan usia yang jauh. Suami yang memasuki masa pensiun berada di rumah, sementara itu istri dengan usia produktif masih bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun