Mulanya Faishal tidak mengerti. Ia memacu dirinya belajar ke banyak perajin perhiasan. “Saya terpikir, usaha seperti ini belum ada di Kota Malang,” tutur Faishal dengan mata berbinar-binar.
Berbekal uang hasil kerja serabutan Faishal pulang ke Malang. Di tengah kebingungan memulai usaha yang baru dengan ketiadaan modal, ia melangkahkan kaki ke perajin perhiasan di Kota Malang. “Saya menawarkan kerja sama. Ia mengerjakan pesanan sementara saya mencari customer,” kata Faishal yang membuka Silver 999 pada 16 April 2009.
Bermodalkan uang Rp 30 ribu, Faishal membuat kartu nama. Sisa uang Rp 20 ribu digunakan untuk menyusun katalog. Sejumlah foto dikumpulkan dari internet dan diberi kode. “Saya harus mencari pasar ibu-ibu menengah ke atas yang menyukai perhiasan,” kata Faishal.
Uang muka itu lantas dipakai Faishal untuk membeli bahan baku. Satu minggu kemudian pesanan selesai dikerjakan. Pesanan yang memuaskan nyatanya semakin melancarkan usaha Faisal. Ibu itu mempromosikannya ke ibu lain dari mulut ke mulut. Faishal pun mendapat banyak pesanan.
Pesanan yang datang silih berganti membuat Faishal memutar otak. Ia menawarkan sistem pembayaran bulanan kepada perajin perhiasan. Dengan demikian sebagian uang bisa dimanfaatkan untuk pos lainnya. Manajemen itu ternyata berhasil dijalankan.
Pemberdayaan Perajin
Seiring berjalannya waktu Faishal diajak instansi pemerintahan untuk memamerkan perhiasan karyanya ke tamu dari Afrika. Tamu itu menyambut baik dan menjadi buyer pertamanya. “Ekspor yang membutuhkan keberlangsungan memacu saya untuk melakukan regenerasi perajin,” kata Faishal.
Faishal sempat mencari SMK perhiasan. Namun kompetensi lulusannya belum mencukupi. “Saya belum punya modal untuk menampung perajin di workshop yang besar,” kata Faishal.
Terlintas di benak Faishal untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat di desa. Mereka difasilitasi peralatan dan bahan baku. Uji coba diadakan di Kota Batu.