Pada 2018 wilayah Asia Pasifik mengusai porsi terbesar dari keseluruhan pasar packaging. Diproyeksikan pada 2023 sampai 2024 lebih dari 50% porsi pasar bisa dikuasai.
Demikian pernyataan Branch Representative Astragraphia Yogyakarta Yohanes Puguh dalam Kelas Astragraphia untuk Industri Kreatif (ASIK) Jogja yang diselenggarakan pada 30 September 2020.
Dalam paparannya yang bertema ‘Creative Packaging, Packaging Trend and Technology&Application’, Yohanes menjelaskan, Asia Pasifik diprediksi mampu meraih pertumbuhan tertinggi. Hal itu disebabkan adanya peningkatan penjualan e-retail seiring dengan permintaan packaging di industri makanan.
“Di tingkat Asia Pasifik, Indonesia hanya menguasai 1,2% pasar. Namun sepanjang 2016 sampai 2020, pertumbuhannya itu tertinggi di atas 8%,” ujar Yohanes.
Secara keseluruhan potensi pasar di industri packaging di Indonesia terbagi menjadi, flexible (10,9%), label&tags (10,5%), folding carton (9,6%), serta corrugated (9,4%).
Pertambahan jumlah penduduk memunculkan tantangan sekaligus kesempatan, yakni pasar yang luas dan persaingan memperebutkan pasar yang semakin ketat.
Data tersebut juga menyatakan, kontribusi ekonomi kreatif terhadap GDP pada 2018 sebesar Rp 1,041 T serta mampu menyerap 13,9% tenaga kerja dan memberi kontribusi sebesar US$ 19,4 M terhadap ekspor nasional.
Presiden Joko Widodo pernah mengatakan, kalau ingin bersaing dengan industri canggih kita akan kalah dengan Jerman dan China, tapi di bidang ekonomi kreatif ini besar peluangnya kita akan jadi pemenang.
Bagaimana mengemas produk secara kreatif? Yohanes menguraikan, packaging atau kemasan adalah wadah yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan keterangan atau label yang menjelaskan isi, kegunaan dan informasi lain yang perlu disampaikan kepada konsumen.
Tipe packaging, sebagai berikut primary packaging, secondary packaging, dan transit packaging. Yohanes menggambarkan, on-demand packaging sendiri bertujuan mempercepat proses, biaya yang lebih efektif khususnya untuk usaha menengah dan kecil, inventori yang lebih mudah dikelola, aplikasi yang lebih luas, serta personalisasi variabel data.
Selain sebagai wadah, packaging harus memberikan kemudahan baik dalam distribusi maupun penyimpanan. Tak hanya itu, packaging harus melindungi produk dari kerusakan selama distribusi serta menumbuhkan daya tarik konsumen, daya saing pasar dan meningkatkan keuntungan.
“Selama pandemi industri kemasan justru mampu bertahan bahkan ada kenaikan permintaan sebesar 10% apalagi semakin banyak UMKM yang bermunculan,” ujar Yohanes.
Yohanes memberi ilustrasi, berbeda dengan conventional printing yang hanya bisa mencetak dalam minimum jumlah, digital printing bisa mencetak hingga ribuan. Digital printing sendiri adalah metode mencetak dengan image digital ke media yang dituju.
“Sebagai contoh, label dengan kesan eksklusif supaya produk juga terkesan eksklusif. Eksklusivitas dan personalisasi itu yang terus dicari customer dan membuat mereka loyal,” ujar Yohanes di hadapan 50 pelaku UMKM Yogyakarta yang bergerak di sektor fashion, kuliner dan kriya.
Industri Kreatif
Director PT Astragraphia Tbk King Iriawan Sutanto menyampaikan, Astragrahia yang berfokus di bidang printing and digital service mendukung bangkitnya industri kreatif selama masa pandemi dalam meningkatkan brand awareness dan omzet penjualan agar mampu menjadi UMKM yang berdaya saing.
Dukungan tersebut diwujudkan dalam program pelatihan terkait teknologi pencetakan, pembuatan kemasan dan fasilitas pemasaran produk UMKM, salah satunya Kelas ASIK Jogja yang diikuti pelaku UMKM di sektor industri kreatif. Kelas ASIK telah menjangkau lebih dari 270 UMKM yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali hingga Kalimantan.
Beberapa tahun terakhir Astragraphia sudah melakukan aktivitas seperti roadshow yang bekerja sama dengan lembaga pemerintah, asosiasi, yayasan dan komunitas.
Aktivitas tersebut bertujuan menopang UMKM dalam hal kualitas produk dan promosi, salah satunya melalui tampilan produk berupa kemasan, label atau materi promosi lainnya.
“Harapannya pelatihan ini memberi tambahan ilmu selain produk yang baik juga desain packaging dan label untuk menambah value dari produk yg dijual sekaligus meningkatkan omset,” ujar King.
Selain dukungan terhadap UMKM, kontribusi publik Astragraphia lainnya adalah donor darah, distribusi buku anak, dan gerakan semangat kurangi plastik. Melalui kanal digital OFiSKITA, Astragraphia membantu UMKM mempromosikan produknya secara gratis. Selain itu memfasilitasi kebutuhan materi promosi pelaku UMKM dengan menggandeng beberapa print shop Astragraphia.
Business Application Designer Astragraphia Aditomo Priyo dalam paparannya yang bertema ‘Creative Packaging&Labelling Design’ menjelaskan, suatu kemasan memiliki nilai lebih jika menggunakan desain yang mengikuti jaman dan ditata dengan estetik. Selain harus terkesan unik dan premium, kemasan sebaiknya memiliki warna yang menggambarkan produk tersebut.
Pemilihan bahan juga perlu diperhatikan untuk menjamin kualitas produk. Kemasan dengan identitas produk yang kuat dipandang mampu menarik hati pelanggan dan menimbulkan kepercayaan. “Packaging istimewa adalah packaging yang memberi elemen suprise kepada customer, tentunya disesuaikan dengan target market. Tambahkan unsur personalisasi untuk customer yang loyal,” ujar Aditomo.
Aditomo menekankan pentingnya pemilihan warna pada logo dan kemasan. Ia memberi gambaran, warna biru melambangkan kepercayaan, warna ungu melambangkan keanggunan, warna oranye menggambarkan energi, warna merah melambangkan kekuatan, hingga warna kuning melambangkan harapan.
“Packaging itu ibarat aroma masakan. Kemasan yang baik menunjukkan produk di dalamnya, misalnya smartphone yang dibungkus plastik akan berbeda nilainya dengan yang dibungkus hardcase,” ujar Aditomo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H