Kepedulian kepada lingkungan mendorong Trashion Akasia mengembangkan aneka produk dari sampah bekas kemasan. Tidak hanya fungsional, juga estetis dipandang mata.
Pada 2006 silam Aan Rianawati yang kini dikenal sebagai koordinator Trashion Akasia mengumpulkan 90 kader dari seluruh RT di RW 02, Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Saat itu suaminya diberi amanah sebagai ketua RW. Para kader melakukan penghijauan di lingkungan RW. Setahun kemudian RW 02 ditunjuk untuk mengikuti program Jakarta Green and Clean setelah lolos seleksi di tingkat kelurahan. "Alhamdullilah meraih juara 1 tingkat provinsi," tutur Aan.
Selanjutnya Unilever memberikan pembinaan, salah satunya adalah pengolahan sampah termasuk daur ulang sampah dan bank sampah. Bahkan Unilever mendirikan koperasi yang disinergikan dengan bank sampah. Semua nasabah bank sampah otomatis menjadi anggota koperasi.
Unilever mengadakan pelatihan pengelolaan sampah dengan materi pembuatan kompos dari sampah organik, lubang biopori, dan ecobrick. Kompos itu untuk pemakaian sendiri. Pasalnya sampah organik berjumlah 72% dari total sampah rumah tangga. Selain itu pembuatan produk daur ulang dari sampah non organik, antara lain tas, dompet, koper, dan payung. Produk daur ulang tersebut biasanya dijual di pameran yang difasilitasi Unilever, seperti Festival Jajanan Bango. "Tempat tissue atau dompet kecil dihargai Rp 35 ribu, payung (Rp 200 ribu), dan koper (Rp 600 ribu)," ujar Aan.
Para kader membeli bahan dari bank sampah yang menampung sampah rumah tangga dari warga sekitar. Dalam keadaan bersih bahan tersebut dibeli dengan harga Rp 7.000 per kilonya. Sementara itu dalam keadaan belum dicuci, sampah dibeli dengan harga Rp 5.000 per kilonya.
Sampah yang dimaksud Aan adalah kemasan refill, misalnya pencuci peralatan rumah tangga atau pelembut pakaian. Namun beliau tidak menyarankan kemasan refill pembersih lantai. Kemasan yang mudah keriput akibat kuatnya bahan kimia itu membuatnya sulit dibentuk. "Kami sosialisasi ke warga agar menggunting lurus sehingga semua bagian kemasan bisa dipakai," kata Aan.
Selanjutnya dibuat panel, disambung, dibuat pola, dijahit, dan finishing. Aan mencontohkan  pembuatan payung memakan waktu tiga hari. "Kami memberdayakan masyarakat sekitar," tutur Aan.
Aan menekankan bahwa Trashion Akasia bukan usaha pribadi, melainkan usaha kelompok. Aan tetap bertanggung jawab sebagai koordinator sekalipun suaminya tidak lagi menjabat sebagai ketua RW. "Harapannya bisa menjadi bisnis tapi sementara ini belum. Alhamdullilah masih berjalan karena kami sudah komitmen terhadap lingkungan. Kami tidak bisa berhenti, ada saja jalannya," ujar Aan.
Sebenarnya produk daur ulang yang dihasilkan Trashion Akasia hanya memperpanjang waktu pemakaian sampah selama 2-3 tahun ke depan. Akhirnya produk itu akan hancur. "Hanya orang-orang tertentu yang peduli kepada lingkungan atau menyukai craft yang membeli produk Trashion Akasia. Tidak sampai 1% dari penduduk Jakarta," ujar Aan.
Niat Aan bersama para kader adalah mengurangi dan mengelola sampah yang akan diangkut ke TPST Bantargebang, terutama sampah plastik yang sulit terurai di dalam tanah. Terlebih sejak 2018 kebijakan pemerintah daerah dan nasional fokus pada sampah yang telah menjadi  masalah besar. Target di tingkat nasional adalah pengurangan sampah sebesar 17%-20% dan pengolahan sampah (60%-70%). Sementara itu target Jakarta adalah pengurangan sampah (20%-30%) dan pengolahan sampah (70%-80%). "Targetnya lebih tinggi karena sampah di Jakarta luar biasa banyaknya," tutur Aan.
Aan mengilustrasikan pengurangan sampah dengan membawa tumbler ketimbang membeli minuman kemasan. Cara tersebut sekaligus membuat kita berhemat. Ilustrasi lainnya adalah membawa tas ketimbang menggunakan kantong plastik saat berbelanja.
Kendala PemasaranÂ
Aan menjelaskan, pemasaran menjadi kendala yang dihadapi selama menjalankan Trashion Akasia. Beliau berharap pemerintah turut membantu sebab selama ini mereka sudah berperan dalam penanganan sampah. Bantuan tersebut misalnya imbauan kepada PNS untuk menggunakan produk daur ulang selain mengenakan batik setiap hari Kamis. "Semakin banyak yang membeli, semakin banyak produk daur ulang ini dibuat," kata Aan.
Saat melakukan pendampingan di kelurahan lain bahkan di luar Jakarta, Aan juga menemui hambatan yang sama, yakni pemasaran. Akibatnya kelompok usaha tersebut tidak lagi membuat produk daur ulang. "Dulu Unilever sering membawa tamu asing ke wilayah binaannya. Alhamdullah, diborong karena orang luar sangat tertarik pada produk ini. Sayangnya sekarang ada perubahan kebijakan," ujar Aan yang menilai produk daur ulang prospektif dipasarkan di luar negeri.
Kendala lainnya adalah modal bahan pendukung. Bukan berarti karena bahannya sampah, pengerjaannya asal-asalan. Produk daur ulang harus tampil fashionable. "Saya terharu ketika melihat ada orang biasa yang membeli koper atau payung dari kami. Padahal harganya tidak murah. Berbeda dengan orang kaya yang hanya mencibir saat mengetahui harganya," ujar Aan.
Bank Sampah
Bank sampah Harapan Ibu masih berjalan sampai saat ini walaupun murni sosial. Pengurus pun tidak digaji. Bahkan mereka membawa makanan sendiri. Dulu ada warga yang meminjamkan lahannya sebagai lokasi bank sampah. Namun hanya bertahan lima tahun.
Setelah vakum sebulan warga kebingungan saat akan menyetor sampah. Aan menyarankan warga menjual sampah ke pengepul. Mereka menolak dengan alasan hanya ditukar gelas atau piring.
Selama ini warga terbantu dengan uang yang diterima dari penjualan sampah. Walaupun warga hanya mendapat Rp 10 ribu atau Rp 20 ribu, uang tersebut bisa ditabung. Bahkan ada warga yang mampu mengumpulkan Rp 4 juta dalam setahun. "Biasanya tabungan diambil menjelang Lebaran," tutur Aan.
Kini pengurus bank sampah menerima pembayaran telepon dan listrik. Siapa sangka sampah yang selama ini dipandang tidak berguna masih bisa bermanfaat untuk melunasi tagihan telepon dan listrik. "Terkadang warga menggunakan tabungannya untuk membayar tagihan," kata Aan.
Aan bersyukur warga merasakan manfaat dari bank sampah. Apalagi warga RW 02 tergolong prasejahtera. Selain sampah plastik, warga menyetorkan sampah beling, kardus, kursi patah sampai kompor, televisi, dan komputer yang rusak. "Saat semangat pengurus melemah, kami ingatkan kembali bahwa warga sangat membutuhkan," kata Aan.
Atas usaha dan jerih payah yang telah diberikan, Bank Sampah Harapan Ibu dianugerahi penghargaan Bank Sampah Terbaik Tahun 2018 oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan. Penghargaan tersebut diberikan dalam rangka pelaksanaan Apresiasi Masyarakat Peduli Lingkungan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018.
Bank Sampah Harapan Ibu beroperasi pada hari Sabtu dan Minggu di rumah Aan. Karena keterbatasan tempat, pada sore hari sampah itu segera dijual ke pelapak. Sementara itu pada hari Senin sampai Rabu di tempat yang sama berlangsung kegiatan PAUD yang juga dijalankan secara sukarela.
Para kader tak lelah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di kegiatan arisan atau posyandu mengenai bahaya penggunaan styrofoam misalnya. Bahan tersebut merupakan pencetus berbagai penyakit, seperti ISPA, kanker, sampai autis.
Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur pernah memberikan bantuan berupa timbangan digital, komposter, dan tempat sampah kepada Bank Sampah Harapan Ibu. Semuanya kembali ke kepedulian masyarakat. "Terkadang di pot tanaman pinggir jalan masih ditemui sampah," tutur Aan.
Aan menilai kepedulian masyarakat terhadap sampah semakin berkurang. Sementara itu saat ini tidak semua kader di RW 02 mau menjadi nasabah bank sampah. "Ketika saya masih menjadi ketua PKK semua kader wajib menjadi nasabah. Sekarang tidak semuanya, kembali ke kesadaran masing-masing. Dari 90 kader sekarang hanya 10 kader yang terlibat. Itupun tidak bisa rutin diandalkan. Mereka bergantian," ujar Aan yang beberapa kali diundang ke daerah untuk memberikan pelatihan perihal lingkungan.
Aan juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap perubahan iklim dengan cuaca yang sangat ekstrim sampai polusi dari kendaraan atau pabrik. Untuk itu para kader tidak berhenti bergerak termasuk melakukan edukasi di sekolah. Harapannya, anak-anak sebagai penerus bangsa bisa menyampaikan kepada masyarakat perihal pengelolaan sampah. "Mudah-mudahan pendidikan ini bisa tertanam di pikiran mereka sehingga tercipta lingkungan yang bersih, hijau, sehat, dan nyaman," ujar Aan.
Bank Sampah Harapan Ibu memiliki 272 nasabah. Angka itu belum mencapai 50% jumlah KK di RW 02 yang mencapai 1.800-an. Aan menegaskan, hanya ada 200 bank sampah padahal tercatat 660 RW di Jakarta Timur. "Jumlah tersebut termasuk bank sampah di sekolah. Kendalanya, tidak semua orangtua mengijinkan anaknya membawa sampah ke sekolah. Padahal sampah itu masih bernilai," ujar Aan.
Sehubungan dengan fakta tersebut, Aan diajak menjadi pemateri Magang Terampil (Magil) bagi siswa SMP. Beliau membiasakan anak-anak untuk peduli lingkungan. Mereka diajarkan mengenai kompos, bank sampah, sampai lubang biopori. Ajakan tersebut tidak lepas dari keterlibatan Aan di beberapa organisasi, seperti Forum Masyarakat Peduli Lingkungan dan Jakarta Aksi Lingkungan Indah.
Aan juga aktif di bank sampah induk tingkat kota yang berlokasi di Pinang Ranti. Bank sampah tersebut menampung sampah non organik dari 10 kecamatan. Selanjutnya sampah dijual ke pelapak besar dan pabrik.
Perhatian Pemerintah
Para kader yang tergabung dalam Trashion Akasia membuat produk daur ulang di rumah masing-masing. Dengan demikian mereka tetap bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. Walaupun terkendala waktu, para kader menyempatkan diri mengadakan pertemuan bersama.
Tersedia lima mesin jahit yang mendukung proses pengerjaan. Semuanya merupakan pemberian dari pihak-pihak lain, salah satunya Unilever.
Aan memaparkan, produk daur ulang yang menggunakan nama Trashion artinya kelompok binaan Unilever tersebut sudah lolos quality control. Dengan kata lain, produk harus berstandar ekspor, baik dari aspek kualitas jahitan, Â penyusunan motif, sampai model.
Selama 13 tahun bergelut di dunia lingkungan hidup, Aan bangga akan usahanya mendampingi masyarakat termasuk di luar Jawa. Mereka tak ubahnya rumah kedua untuk Aan. "Ternyata banyak orang yang membutuhkan kami. Alhamdullilah bermanfaat," kata Aan.
Di sisi lain Aan menghadapi kebingungan dalam hal permodalan. Beliau mengaku semuanya masih dikerjakan sendiri. Aan berencana mengajak anak muda untuk mengembangkan pemasaran online. "Saya berharap pemerintah memberikan perhatian kepada masyarakat yang sudah bergerak, misalnya mewajibkan kantor pemerintah dan swasta menampung kompos dari warga yang kesulitan menjualnya," ujar Aan.
Trashion Akasia
Contact Person: Aan Rianawati, 085213022293
Jl. Cibubur IV No. 57 RT 004 RW 02, Cibubur, Jakarta Timur
Email: rianawati_aan@yahoo.com
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H