Kendala PemasaranÂ
Aan menjelaskan, pemasaran menjadi kendala yang dihadapi selama menjalankan Trashion Akasia. Beliau berharap pemerintah turut membantu sebab selama ini mereka sudah berperan dalam penanganan sampah. Bantuan tersebut misalnya imbauan kepada PNS untuk menggunakan produk daur ulang selain mengenakan batik setiap hari Kamis. "Semakin banyak yang membeli, semakin banyak produk daur ulang ini dibuat," kata Aan.
Saat melakukan pendampingan di kelurahan lain bahkan di luar Jakarta, Aan juga menemui hambatan yang sama, yakni pemasaran. Akibatnya kelompok usaha tersebut tidak lagi membuat produk daur ulang. "Dulu Unilever sering membawa tamu asing ke wilayah binaannya. Alhamdullah, diborong karena orang luar sangat tertarik pada produk ini. Sayangnya sekarang ada perubahan kebijakan," ujar Aan yang menilai produk daur ulang prospektif dipasarkan di luar negeri.
Kendala lainnya adalah modal bahan pendukung. Bukan berarti karena bahannya sampah, pengerjaannya asal-asalan. Produk daur ulang harus tampil fashionable. "Saya terharu ketika melihat ada orang biasa yang membeli koper atau payung dari kami. Padahal harganya tidak murah. Berbeda dengan orang kaya yang hanya mencibir saat mengetahui harganya," ujar Aan.
Bank Sampah
Bank sampah Harapan Ibu masih berjalan sampai saat ini walaupun murni sosial. Pengurus pun tidak digaji. Bahkan mereka membawa makanan sendiri. Dulu ada warga yang meminjamkan lahannya sebagai lokasi bank sampah. Namun hanya bertahan lima tahun.
Setelah vakum sebulan warga kebingungan saat akan menyetor sampah. Aan menyarankan warga menjual sampah ke pengepul. Mereka menolak dengan alasan hanya ditukar gelas atau piring.
Selama ini warga terbantu dengan uang yang diterima dari penjualan sampah. Walaupun warga hanya mendapat Rp 10 ribu atau Rp 20 ribu, uang tersebut bisa ditabung. Bahkan ada warga yang mampu mengumpulkan Rp 4 juta dalam setahun. "Biasanya tabungan diambil menjelang Lebaran," tutur Aan.
Kini pengurus bank sampah menerima pembayaran telepon dan listrik. Siapa sangka sampah yang selama ini dipandang tidak berguna masih bisa bermanfaat untuk melunasi tagihan telepon dan listrik. "Terkadang warga menggunakan tabungannya untuk membayar tagihan," kata Aan.
Aan bersyukur warga merasakan manfaat dari bank sampah. Apalagi warga RW 02 tergolong prasejahtera. Selain sampah plastik, warga menyetorkan sampah beling, kardus, kursi patah sampai kompor, televisi, dan komputer yang rusak. "Saat semangat pengurus melemah, kami ingatkan kembali bahwa warga sangat membutuhkan," kata Aan.
Atas usaha dan jerih payah yang telah diberikan, Bank Sampah Harapan Ibu dianugerahi penghargaan Bank Sampah Terbaik Tahun 2018 oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan. Penghargaan tersebut diberikan dalam rangka pelaksanaan Apresiasi Masyarakat Peduli Lingkungan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018.