Promosi sebagai salah satu kegiatan marketing perlu dilakukan terlebih dalam persaingan yang begitu ketat. Terbukti pengurangan aktivitas promosi menurunkan angka penjualan. Dalam skala besar saat ini terjadi perang dagang antarnegara yang berakibat pada penurunan daya beli dari masing-masing negara dan ekspor yang terganggu. Indonesia harus lebih proaktif melalui berbagai aktivitas yang ada. Pasalnya semua negara berlomba-lomba meningkatkan ekspornya.
Demikian pemaparan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pada Kompasiana Nangkring tanggal 23 Oktober 2018 lalu. Acara tersebut diadakan sebelum perhelatan Trade Expo Indonesia (TEI) 2018. TEI diselenggarakan pada 24-28 Oktober 2018.
TEI adalah pameran dagang terbesar di Indonesia yang didukung oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan sektor swasta. Konsepnya adalah business to business sehingga produsen dapat mengenalkan produknya langsung kepada calon buyer yang berasal dari berbagai negara.
Enggartiasto menyampaikan, krisis ekonomi merupakan persoalan besar sekaligus peluang bagi mereka yang melihat hal itu sebagai proses. Bagaimana eksistensi Indonesia? Â Berat sekali karena persaingan dengan negara-negara lain. Indonesia kalah dari Malaysia, Thailand, Singapura. Bahkan Vietnam jauh lebih baik dari Indonesia.
Negara-negara tersebut telah membuka diri melalui perjanjian perdagangan bebas. Hal itu yang dikejar Indonesia saat ini. Indonesia tidak mungkin hanya ekspor, tanpa impor. "Indonesia negara besar. Setiap kunjungan kenegaraan saya ingin ada perjanjian perdagangan, tidak hanya bertemu pejabat untuk negosiasi," ujar Enggartiasto.
Euis menjelaskan, sejak 2008 ia menggeluti usaha batik. Pada 2016 Euis memperoleh pembinaan dari Designer Dispatch Service (DDS). DDS merupakan program dari Kemendag yang mempertemukan pelaku UKM dan desainer. Program tersebut bertujuan menghasilkan produk-produk yang sesuai dengan trend global. "Akhirnya tercipta bambu dengan kombinasi batik," kata Euis.
Bambu dipilih Euis sebab melimpah di wilayahnya. Batik dipilih mengingat banyaknya perca batik. Ia sempat berniat membuat aksesoris. Namun niat tersebut diurungkan setelah melihat banyak pelaku UKM menggeluti bidang tersebut. Sejak 2016 hingga 2018 Euis mengikuti TEI. Pada 2017 Raja Serayu meraih penghargaan di pameran dagang berskala internasional, Ambiente, Jerman. Produknya dinilai menggunakan material baru yang menggabungkan bambu dan batik.
Pada TEI 2018 Euis mendapat buyer dari Australia. Ia memandang, buyer mencari produk yang berciri khas Indonesia. Produk Indonesia tidak kalah dengan negara lain. Apalagi saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya mempromosikan produk lokal. "Saya pernah ekspor tas ke luar negeri. Di sana produk itu diberi brand dan dijual dengan harga tinggi. Selanjutnya dibeli orang Indonesia," ujar Euis.
Euis menyarankan, mindset itu harus diubah. Orang Indonesia harus yakin pada produk lokal. Beri kesempatan produk lokal untuk tampil. Varian produk Raja Serayu, diantaranya  keranjang, tas, dan lampu. Produk tersebut dibuat dengan menyesuaikan selera pasar dan permintaan buyer.
Euis mengamati, perkembangan TEI tiga tahun terakhir ini terbilang bagus. Ia menyarankan event ini harus sering diadakan, tidak hanya di Indonesia juga di negara lain. Dengan demikian semakin banyak orang mengenal produk Indonesia yang beragam. "Saya support sekali dan mengapresiasi," tutur Euis.
Dalam operasional usahanya, Raja Serayu didukung perajin dari dua kecamatan. Selain melalui pameran, Raja Serayu juga dipasarkan online. Sampai sekarang semua kendala bisa diatasi Euis. Ia berencana melakukan pengembangan produk, tentunya dengan melihat pasar. Sebelum membidik suatu negara, Euis harus mengerti perilaku konsumennya. Dengan demikian produknya lebih mudah diterima.
Terkait dukungan pemerintah, Euis melihat pemerintah dan pelaku UKM ibarat ibu dan anak. Tidak mungkin seorang ibu menelantarkan anaknya. Demikian pula dengan pemerintah yang selalu membina pelaku UKM. Euis berharap Kemendag membina wirausaha-wirausaha muda. Mendorong anak muda menjadi entrepreneur, menciptakan lapangan kerja.
Memperluas Pasar
Maria Pancariawati bersama suaminya Bernard Molan memulai usaha pada 2014. Usaha yang diberi nama Ria's Bag tersebut memiliki varian produk tas dan dompet. Bahannya dari lontar. Ria ingin mengangkat nilai jual lontar yang selama ini kurang. "Saya juga ingin produk dari lontar semakin dikenal dengan beragam fungsi dan inovasinya," kata Ria.
Daun lontar tak asing dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Flores Timur. Mereka kerap  mengolah daun tersebut menjadi kipas tangan dan keranjang. Bahkan alat musik khas NTT, sasando dibuat dari daun lontar. Ria's Bag memadukan lontar dengan pewarna alami, seperti akar mengkudu dan daun indigo. Ria's Bag, usaha yang tidak hanya berbasis lingkungan, juga memberdayakan perajin dari Flores Timur.
Ria menyampaikan, pada April 2018 Kemendag melakukan seleksi terhadap pelaku UKM di  Flores Timur. Ria's Bag lolos bersama Du'Anyam hingga bisa mengikuti TEI.
Raja Serayu
Jl. Penatusan Timur RT 09 RW 01
Maos Kidul, Cilacap, Jawa Tengah
-082221333785-
Ria's Bag
Riangkemie Village
Ile Mandiri Subdistrict
East Flores Regency, East Nusa Tenggara
-081381854018-
riasbag.cargocollective.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H