Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memperluas Pasar Produk Indonesia melalui TEI 2018

4 November 2018   16:44 Diperbarui: 5 November 2018   00:42 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maria Pancariawati dari Larantuka, Flores Timur dengan brand Ria's Bag. (foto dokumentasi pribadi)

Promosi sebagai salah satu kegiatan marketing perlu dilakukan terlebih dalam persaingan yang begitu ketat. Terbukti pengurangan aktivitas promosi menurunkan angka penjualan. Dalam skala besar saat ini terjadi perang dagang antarnegara yang berakibat pada penurunan daya beli dari masing-masing negara dan ekspor yang terganggu. Indonesia harus lebih proaktif melalui berbagai aktivitas yang ada. Pasalnya semua negara berlomba-lomba meningkatkan ekspornya.

Demikian pemaparan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pada Kompasiana Nangkring tanggal 23 Oktober 2018 lalu. Acara tersebut diadakan sebelum perhelatan Trade Expo Indonesia (TEI) 2018. TEI diselenggarakan pada 24-28 Oktober 2018.

TEI adalah pameran dagang terbesar di Indonesia yang didukung oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan sektor swasta. Konsepnya adalah business to business sehingga produsen dapat mengenalkan produknya langsung kepada calon buyer yang berasal dari berbagai negara.

Enggartiasto menyampaikan, krisis ekonomi merupakan persoalan besar sekaligus peluang bagi mereka yang melihat hal itu sebagai proses. Bagaimana eksistensi Indonesia?  Berat sekali karena persaingan dengan negara-negara lain. Indonesia kalah dari Malaysia, Thailand, Singapura. Bahkan Vietnam jauh lebih baik dari Indonesia.

Negara-negara tersebut telah membuka diri melalui perjanjian perdagangan bebas. Hal itu yang dikejar Indonesia saat ini. Indonesia tidak mungkin hanya ekspor, tanpa impor. "Indonesia negara besar. Setiap kunjungan kenegaraan saya ingin ada perjanjian perdagangan, tidak hanya bertemu pejabat untuk negosiasi," ujar Enggartiasto.

Euis Rohana dari Cilacap dengan brand Raja Serayu. (foto dokumentasi pribadi)
Euis Rohana dari Cilacap dengan brand Raja Serayu. (foto dokumentasi pribadi)
Terkait dengan pernyataan tersebut, penulis berkesempatan berbincang-bincang dengan dua pelaku UKM. Euis Rohana dari Cilacap dengan brand Raja Serayu yang fokus pada produk kombinasi bambu dan batik. Selain itu Maria Pancariawati dari Larantuka, Flores Timur dengan brand Ria's Bag yang fokus pada produk tas dari lontar.

Euis menjelaskan, sejak 2008 ia menggeluti usaha batik. Pada 2016 Euis memperoleh pembinaan dari Designer Dispatch Service (DDS). DDS merupakan program dari Kemendag yang mempertemukan pelaku UKM dan desainer. Program tersebut bertujuan menghasilkan produk-produk yang sesuai dengan trend global. "Akhirnya tercipta bambu dengan kombinasi batik," kata Euis.

Bambu dipilih Euis sebab melimpah di wilayahnya. Batik dipilih mengingat banyaknya perca batik. Ia sempat berniat membuat aksesoris. Namun niat tersebut diurungkan setelah melihat banyak pelaku UKM menggeluti bidang tersebut. Sejak 2016 hingga 2018 Euis mengikuti TEI. Pada 2017 Raja Serayu meraih penghargaan di pameran dagang berskala internasional, Ambiente, Jerman. Produknya dinilai menggunakan material baru yang menggabungkan bambu dan batik.

Raja Serayu fokus pada produk kombinasi bambu dan batik. (foto dokumentasi pribadi)
Raja Serayu fokus pada produk kombinasi bambu dan batik. (foto dokumentasi pribadi)
Pada TEI 2016 Euis mendapat buyer dari Arab Saudi dan Italia. Produknya 100% diekspor. Sebenarnya Euis juga ingin memasuki pasar dalam negeri. Menurutnya bambu dipandang masyarakat Indonesia sebagai produk biasa yang mudah dijumpai sehari-hari. Berbeda dengan konsumen di luar negeri yang menyukai produk bambu. Pasalnya material tersebut tidak ada di sana. "Mungkin itu yang menjadi nilai tambah," tutur Euis.

Pada TEI 2018 Euis mendapat buyer dari Australia. Ia memandang, buyer mencari produk yang berciri khas Indonesia. Produk Indonesia tidak kalah dengan negara lain. Apalagi saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya mempromosikan produk lokal. "Saya pernah ekspor tas ke luar negeri. Di sana produk itu diberi brand dan dijual dengan harga tinggi. Selanjutnya dibeli orang Indonesia," ujar Euis.

Euis menyarankan, mindset itu harus diubah. Orang Indonesia harus yakin pada produk lokal. Beri kesempatan produk lokal untuk tampil. Varian produk Raja Serayu, diantaranya  keranjang, tas, dan lampu. Produk tersebut dibuat dengan menyesuaikan selera pasar dan permintaan buyer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun