Mereka rela melepaskan karir mapan di luar negeri, kembali ke Indonesia. Memasuki dunia startup yang menawarkan pengalaman luar biasa. Bersama membangun negeri dengan kreasi digital. Memajukan Indonesia selangkah demi selangkah.
Pada 3 Desember 2016 JCI Jayakarta menyelenggarakan Business Seminar yang mengangkat tema Digital Start Up Tech. Seminar tersebut menghadirkan empat pembicara, yakni Co-Founder Modalku Reynold Wijaya, Founder SukawuTeddy Tjandra, Co-Founder Rekruta Yanuar Wibisono, dan Co-Founder Lemonilo Ronald Wijaya.
Co-FounderModalku Reynold Wijaya, menyampaikan Modalku adalah pionir layanan peer-to-peer (platform pinjaman langsung) berbasis teknologi finansial di Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Didirikan pada Januari 2016. Misi Modalku adalah mendukung pertumbuhan bisnis UKM. Saat ini Modalku telah membantu lebih dari 200 UKM mendapatkan lebih dari Rp 170 miliar pinjaman usaha.“UKM ini tidak punya akses untuk berkembang, mereka dihadapkan dengan tengkulak,” kata Reynold, pemegang gelar MBA dari Harvard Business School.
Reynold menuturkan 70% startup gagal. Maka sebelum membangun startup, berpikirlah matang-matang. Startup harus berani gagal. Siapkan mental! Reynold berpesan, sebelum membangun startup carilah co-founder yang memiliki latar belakang dan value yang berbeda dengan kita, seperti etnik. Dengan demikian startup bisa masuk ke komunitas yang berbeda-beda dan berelasi dengan bermacam-macam orang.
Founder SukawuTeddy Tjandra, memaparkan Sukawu adalah startup EdTech yang dibentuk untuk memberikan ‘one-stop solution’ bagi orang-orang dari segala usia dalam mengeksplorasi bakat dan minat untuk mewujudkan potensi maksimal mereka. Format Sukawu adalah online portal dan marketplace yang menghubungkan peserta didik dengan penyedia kursus dan pendidikan non formal sepertiart, music, hingga public speaking. Tujuannya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. “Passion saya, create something better solution karena dari dulu suka problem solving,” kata Teddy.
Teddy menilai Indonesia memiliki kekurangan, yaitu sumber daya manusia. Padahal education is important. Karena itu Teddy mendirikan startup Sukawu pada September 2015. Sukawu terdiri dari dua kata, yakni Suka dan Wujudkan Impianmu. Orangtua cenderung melihat nilai akademik sebagai kunci kesuksesan dalam hidup. Sukawu membantu orang muda untuk eksplorasi bakat sejak dini. Selain itu membuka wawasan orangtua bahwa ada bidang lain yang bisa ditempuh dan dijalani melalui serangkaian seminar. “Kita hidup untuk memberdayakan manusia. Seperti orangtua yang memberdayakan anak agar menjalani hidup sesuai keinginan, passion, dan skillnya,” ujar Teddy.
Permasalahan yang ditemui Teddy adalah selama ini orang harus menghubungi satu per satu lembaga kursus untuk mengetahui program yang ditawarkan. Jelas ini tidak memudahkan. Karena itu Teddy membuat online marketplace mengenai kursus dan training dari lembaga yang sudah ada dan terverifikasi. Saat ini 100 lembaga bergabung dalam Sukawu. Mereka dibantu dalam branding di social media.
Teddy juga membentuk Sukawu Academy yang mengadakan workshop dan seminar. Sukawu bekerja sama dan berkolaborasi dengan berbagai partner. Apa skill yang diperlukan sejak awal dan bagaimana mereka bisa mengoptimalkannya untuk menjalani karier nantinya. Sukawu juga mendatangi sekolah-sekolah dan homeschooling community.
Dalam mengoperasikan startup, menurut Teddy selain passion, dibutuhkan persistence. Memang tidak mudah. Banyak hal yang bisa membuat pelaku startup menyerah. Jika Anda tahu tujuan yang ingin dicapai, semua itu akan bisa terlewati. Kita bisa membuat perubahan revolusioner untuk masyarakat Indonesia yang menciptakan dampak sosial. “Sudah banyak di luar sana entrepreneur yang tidak hanya fokus ke profit juga membuat suatu perubahan, misalnya umemployment rate,” ujar Teddy, lulusan University of Oxford.
Belajar dari Kegagalan
Co-Founder Rekruta Yanuar Wibisono, mendeskripsikan Rekruta adalah platform rekruitmen untuk mencari dan mengelola kandidat tenaga kerja. Teknologi machine learning Rekruta dapat menurunkan cost per hire dan waktu dalam mencari karyawan.Yanuar bercerita tentang dirinya yang lahir dan besar di Malang. Selanjutnya ia berkuliah di jurusan Computer Science University of Illinois.
Lulus kuliah Yanuar sempat bekerja sebagai Software Engineer di Quora. Ia mengaku nyaman dengan company culture Quora. Yanuar bahagia menjalani pekerjaannya. Hingga ia melihat banyaknya kesempatan yang bisa dikembangkan di Indonesia. Yanuar bertekad kembali ke Indonesia, melepas pekerjaannya. Ia membangun Rekruta pada Desember 2015. Rekruta terdiri dari dua kata, recruitment dan talenta. Fokus Rekruta sekarang adalah mendapatkan tech talent, product manager, hingga sales people. “Startup itu seperti rollercoaster, naik turun. Saya tidak pernah menyesal pulang ke Indonesia, keluar dari pekerjaan di Amerika,” ujar Yanuar.
Yanuar menemukan problem yang besar di Indonesia, orang yang sudah bekerja beberapa tahun memiliki gaji besar sementara mereka yang baru lulus gajinya kecil. Jenjangnya besar sekali. Rekruta membantu mereka mendapatkan dream job. Semua itu kembali ke passion, apakah yang dikerjakan berasal dari hati. Dari startup yang didirikannya, Yanuar mempelajari ternyata 99% bisnis itu bisa berjalan tanpa modal awal, hanya tenaga kerja dan networking. “Saya lihat di Indonesia terutama di Jakarta sulitnya rekruitmen,” kata Yanuar yang mengaku belajar banyak dari kegagalan.
Co-Founder Lemonilo Ronald Wijaya, menjelaskan Lemonilo adalah pasar kesehatan pertama dan terbesar di Indonesia yang menghubungkan penggemar gaya hidup sehat dengan penyedia produk kesehatan dan alami. Misi Lemonilo ialah menyediakan gaya hidup sehat bagi masyarakat Indonesia. Dalam pandangan Ronald, masalah terbesar di Indonesia adalah keuangan, kesehatan, dan transportasi.
Ronald menilai, sekarang sudah bukan jamannya lagi orang mengonsumsi makanan tidak sehat. Minum kopi saja bisa mengeluarkan sampai Rp 50 ribu. Artinya warga Jakarta sudah punya kemampuan untuk spending. Ternyata mereka ingin konsumsi makanan sehat. Karena itu konsumen Lemonilo didominasi karyawan dan middle class. “Produk dari vendor yang bergabung bersama kami tidak ready stock. Pesan hari ini, besok diantar. Karena makanan ini fresh, tidak mengandung pengawet,” ujar Ronald.
Berdasarkan pengalamannya membangun startup, Ronald berpesan jangan mendirikan startup yang tidak ada permintaannya. Tes pasar dulu. Seperti yang dilakukan Ronald. Sebelum meluncurkan Lemonilo, ia menawarkan produk kesehatan secara offline. Saat ada respon yang baik, segera realisasikan ide. “Semua bisnis harus profitable. Profit is important,” kata Ronald, lulusan University of Michigan.
https://twitter.com/Ignasia_Kijm
https://www.facebook.com/ignasia.kijm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H