Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bappenas dalam Konteks Demokrasi

5 September 2016   23:07 Diperbarui: 5 September 2016   23:29 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bambang berpesan kepada Kompasianer untuk mendorong generasi muda menggerakkan ekonomi Indonesia

Basis perencanaan itu harus menyeluruh, holistik, dan integratif. Selain itu harus menekankan pendekatan rasional tanpa meninggalkan pendekatan hati. 

Sejak 28 Juli 2016 lalu Prof. Dr. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menggantikan Sofyan Djalil. Sebelumnya Bambang menempati posisi sebagai menteri keuangan sejak Oktober 2014. Bagaimana masa depan Bappenas di bawah kepemimpinan Bambang? Kompasianer diajak mengenal lebih dekat sosok Bambang dalam Dialog “Bappenas di Bawah Kepemimpinan Bambang P.S. Brodjonegoro” pada 29 Agustus 2016 di Gedung Utama Bappenas.

Bambang memaparkan, Bappenas saat ini sangat berbeda dengan Bappenas ke depannya. Pada periode Orde Baru tahun 1968-1990 Bappenas adalah salah satu lembaga yang powerful di lingkungan pemerintahan. Pasalnya saat itu Indonesia sedang berusaha menata kembali pembangunan ekonominya setelah mengalami hyperinflation, inflasi yang luar biasa besar. Tak hanya itu, pertumbuhan perekonomian amat rendah pada masa sebelum Orde Baru yang selanjutnya berusaha dipulihkan. 

Dalam proses pemulihan perlu ada panglima. Pemulihan ekonomi tidak bisa dikerjakan dengan mekanisme  normal, harus ada upaya luar biasa. “Butuh pemimpin yang strong karena apa yang akan diusulkan dan dilakukan harus diikuti tanpa complain,” tutur Bambang, akademisi yang menguasai bidang ekonomi pembangunan dan tata wilayah serta perkotaan.

Pada waktu itu Bappenas dipimpin oleh  orang yang sangat dekat dengan Presiden Soeharto terutama saat beliau berkuasa tahun 1967, yakni Widjojo Nitisastro. Sebelumnya Widjojo adalah guru besar Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI) yang  ditunjuk menata kembali pembangunan ekonomi Indonesia. Masa tersebut spesial, masa membangun. Instansi lain mengikuti dan berusaha sinkron dengan apa yang dimaui Bappenas. 

APBN pada waku itu dibagi dua, yaitu anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Anggaran rutin diurus  Kementerian Keuangan sementara  anggaran pembangunan diurus Bappenas. Boleh dikatakan peran Bappenas sangat sentral. “Hal tersebut sangat diperlukan pada kondisi  ekonomi sedang bergerak menuju suatu tataran baru,” kata Bambang yang menyelesaikan S1 di FEUI.

Kemudian di masa reformasi tentunya peran seperti itu tidak bisa diulang  100% karena berimplikasi seolah-olah Indonesia masih mengandalkan model perencanaan. Perencanaan itu biasanya berkonotasi terpusat karena ada pihak yang merencanakan dan memastikan semuanya berjalan sampai ke bawah. Sebagai akibat dari reformasi Indonesia berubah dari negara yang sangat centralize menjadi decentralize. Artinya Bappenas hari ini adalah Bappenas yang harus bisa menempatkan diri dalam konteks demokrasi dan  desentralisasi.

Dahulu  ketika Bappenas  mengeluarkan suatu kebijakan atau action, level kecamatan sampai kelurahan akan mengikuti. Saat ini Bappenas membuat perencanaan untuk mendorong dan menguji daerah supaya perencanaannya bisa selaras dengan nasional. Hal itu tidak mudah. Demokrasi menjadikan kepala daerah merasa  harus menjalankan apa yang dijanjikan kepada pemilihnya. Apakah yang dijalankan berbeda atau  sejalan dengan perencanaan nasional yang sudah disusun? Maka kepala daerah harus diajak berdialog. Tujuannya aturan  yang dibuat kepala daerah  tetap berjalan dengan perencanaan nasional tanpa melanggar janjinya  kepada para pemilih. Bambang menekankan  Bappenas hari ini adalah Bappenas yang tentunya harus berbeda dengan Bappenas era  Orde Baru.

Kembali ke Industri

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)  menjadi acuan di jaman Orde Baru. Apa  yang dibuat di jaman itu tentunya kurang sesuai dengan kondisi sekarang. Perencanaan jangka panjang  bisa berbeda antara satu pemerintahan dengan pemerintahan lainnya. Masing-masing pemerintahan memiliki ide yang berbeda. Terpenting adalah apa  yang mereka lakukan bermanfaat untuk rakyat. 

GBHN atau rencana pembangunan jangka panjang itu tetap diperlukan.  Setidaknya sebagai  guidance Indonesia akan bergerak ke mana. Bambang memberi contoh, awal periode Orde Baru Indonesia adalah negara miskin dengan income per kapita di bawah USD 1.000. Seiring berjalannya  waktu dengan booming migas, kayu, dan manufaktur  perekonomian  naik kelas menjadi lower middle income class. Posisi itu berlangsung terus sampai kejadian 1998, krisis finansial Asia. Indonesia kembali menjadi negara miskin hingga  beberapa tahun kemudian pulih kembali menjadi lower middle income class.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun