Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

HarukaEdu, Online Learning yang Menjawab Permasalahan Pendidikan

3 Juni 2016   23:08 Diperbarui: 3 Juni 2016   23:13 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kini meningkatkan jenjang pendidikan dimudahkan dengan HarukaEdu. (foto dokumentasi HarukaEdu)

Selama ini dalam pandangan orang, belajar online akan ditinggalkan sendiri. Nyatanya ada kontrol. Peran  guru atau dosen tetap sangat penting. Walaupun kuliahnya online, dosen tetap ada. Beliau memimpin diskusi dalam live chat yang bisa ditentukan waktunya. Seminggu sekali dosen akan  menjawab pertanyaan para siswa. Sementara itu ada forum, tempat  siswa bisa bertanya kapan pun.  Kuliah online tidak menggantikan dosen. Namun  membuat pekerjaan dosen lebih mudah.

Kelas masa depan itu diisi dengan cloud computing, open content, hingga game-based learning. (foto dokpri)
Kelas masa depan itu diisi dengan cloud computing, open content, hingga game-based learning. (foto dokpri)
Hal tersebut terangkum jelas dalam paparan yang disampaikan Co-Founder dan CEO HarukaEdu Novistiar Rustandi dalam Kompasiana Nangkring bersama HarukaEdu yang diadakan pada 30 April 2016. Acara tersebut bertema ‘Kuliah e-learning, Solusi Pendidikan Indonesia Berkualitas Tanpa Batas’. Novis begitu sapaannya menyampaikan sebagai seorang pengajar entrepreneurship dan technopreneurship setiap semester ia  harus bicara hal yang sama. Berbeda dengan kuliah online, teorinya sudah direkam sehingga  dosen tidak perlu omong  berulang kali. Langsung masuk ke diskusi atau  contoh kasus. Merujuk kepada trend di luar negeri, teknologi tidak akan menggantikan dosen. Sebaliknya  dosen yang menguasai teknologi akan menggantikan  dosen yang tidak menguasai teknologi.

Novis menjelaskan empat kriteria program online, yakni harus berkualitas,  biaya harus terjangkau, accessible (harus bisa diikuti oleh siapa pun dan di lokasi manapun), dan social goal (walaupun online tetap bisa berinteraksi dengan teman dan dosen). Rencananya HarukaEdu akan menyediakan  beasiswa bagi mereka yang  berprestasi. Beasiswa itu kerja sama dengan universitas partner.

Teknologi  di Indonesia semakin maju, kecepatan internet semakin stabil. Sebenarnya pemerintah juga melihat permasalahan pendidikan Indonesia. Maka pada masa Wapres Boediono dibuat pengajaran online di seluruh Indonesia. Waktu itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh menyusun cetak biru pengembangan sistem pengajaran online berbahasa Indonesia. Pemerintah memandang  ada kebutuhan ke arah sana. Sebagai tindak lanjutnya, dibuat Permen Dikbud RI Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh. Disebutkan  perguruan tinggi yang telah memiliki akreditasi A atau B boleh mendirikan atau melakukan kuliah jarak jauh atau kuliah online atau kuliah e-learning serta boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Bahkan  pemerintah memberikan grant ke universitas yang membuka  online learning.

Selanjutnya pada Maret 2016 Dikti mengeluarkan Panduan Pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh 2016. Sangat jelas pemerintah mendukung sekali pendidikan online. Sebab pendidikan online memberi kesempatan kepada orang yang ingin kuliah lagi serta melanjutkan kuliah tanpa harus meninggalkan pekerjaan, karier, dan   keluarga. Menariknya  dikatakan multi entry, multi exit. Jadi orang bisa masuk, keluar, masuk lagi, keluar. Latar belakangnya, ketika bekerja prioritas utamanya bukan pendidikan melainkan pekerjaan. “Misalnya terlalu sibuk pergi dulu, kalau tidak terlalu sibuk kuliah lagi. Itu  berlangsung sampai 10 tahun,” kata Novis, pemegang gelar MBA, Finance&Investment The George Washington University-School of Business.

Relevansi

Batasan 10 tahun itu  menjawab pertanyaan mereka yang tiba-tiba berhenti kuliah karena pekerjaan atau masalah keluarga yang membuat mereka tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Sementara mereka ingin mendapatkan gelar sarjana. Selain itu membantu  putra-putri daerah yang biasanya mencari pendidikan yang lebih baik di Pulau Jawa. Namun dalam pelaksanaannya tidak mau pulang ke daerah asal. Kuliah e-learning membuat mereka  bisa belajar dari daerah asal dan bermanfaat bagi daerahnya tanpa harus tergoda oleh kota-kota sentral. Novis menegaskan HarukaEdu bukan universitas atau lembaga pendidikan. HarukaEdu bekerjasama dengan lembaga pendidikan yang telah memiliki ijin, yakni The London School of Public Relations  (LSPR) Jakarta, Universitas Wiraswasta Indonesia (S1 Manajemen), dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (S1 Akuntansi).

HarukaEdu berusaha memasukkan trend yang sedang berkembang. (foto dokpri)
HarukaEdu berusaha memasukkan trend yang sedang berkembang. (foto dokpri)
HarukaEdu bukan pemain baru. Di  luar negeri banyak startup sejenis, seperti Coursera yang bekerjasama dengan universitas tenar dan  terakreditasi yaitu Universitas Stanford. HarukaEdu  berinvestasi di pembuatan sistem IT, metode, sampai materi digital. Universitas partner tidak mengeluarkan biaya. Ijin, kurikulum, dan dosen berasal dari  universitas yang bersangkutan. Teknisnya calon siswa mendaftar ke universitas yang bersangkutan dan memilih  program kuliah e-learning.

Terkait fenomena banyak  kampus yang tidak memperhatikan kebutuhan masa depan para lulusannya, HarukaEdu berupaya  membuat silabus yang  lebih relevan.  Seperti salah satu universitas partner yang membuka program S1 Manajemen, HarukaEdu menyarankan mata kuliah digital marketing. Pasalnya  digital marketing  semakin penting di Indonesia, semakin banyak orang yang  butuh social media marketing. “Tapi kita tidak bisa mengubah kurikulum atau silabus universitas yang bersangkutan. Kami berusaha memasukkan trend yang sedang berkembang,” ujar Novis, pemegang gelar Master Information System Development The George Washington University-School of Business.

Ujian dilakukan secara offline untuk menjaga mutu. (foto dokumentasi HarukaEdu)
Ujian dilakukan secara offline untuk menjaga mutu. (foto dokumentasi HarukaEdu)
Terkait nama Haruka, Novis memaparkan nama itu merupakan gabungan dari nama belakang tiga pendiri, yakni Hanafi, Rustandi, Krisdianto, dan Ariff. Sementara dalam bahasa Jepang, Haruka bermakna  distance. Latar belakang Permen tahun 2012 yang mendorong lahirnya HarukaEdu. Dua tahun kemudian HarukaEdu mendapatkan partner. Murid HarukaEdu tersebar di Hongkong, Timor Leste, sampai Palembang. Program yang diusung HarukaEdu tidak 100% persen online. Ada  temu muka dan ujian berlangsung  offline, datang ke kelas dan  diawasi. “Supaya kualitasnya benar-benar terjaga. Kami berencana bekerja sama dengan universitas lokal. Nantinya  ujian tidak perlu jauh-jauh ke Jakarta,” ujar Novis.

Sistem yang dibuat HarukaEdu akan dishare oleh berbagai universitas. Hal itu yang  menyebabkan biaya kuliah murah. Content pun dibuat satu kemudian dipakai bersama-sama dengan universitas partner. Targetnya biaya kuliah online ini seharusnya lebih murah daripada offline. Novis menceritakan sebagian siswa yang ditanya mengenai HarukaEdu menilai  kuliah online tidak lebih mudah tapi lebih fleksibel. Selain kuliah online, HarukaEdu membuka kelas-kelas online gratis. Contohnya, technopreneurship dengan mengundang pendiri Tokopedia  untuk sharing online. Sebenarnya banyak orang Indonesia yang sukses itu senang sekali berbagi. Namun  alasannya tidak ada waktu. “Kami bilang, jangan khawatir kami yang datang ke kantor dan merekam. Ternyata banyak yang mau,” kata Novis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun