Selanjutnya kami menuju Pantai Tanjung Aan  yang ditempuh dalam tempo 30 menit dari Desa Sade. Pantai Tanjung Aan memiliki dua sisi yang dipisahkan oleh bukit batu. Wisatawan dapat menaiki bukit tersebut. Panorama birunya air laut yang berpadu dengan birunya awan membius mereka. Hamparan ilalang di bukit tersebut seakan membuat mereka betah duduk berjam-jam lamanya.
Tanjung Aan memiliki pantai dengan pasir merica, demikian masyarakat setempat menyebutnya. Pasir tersebut memiliki ukuran yang sedikit lebih besar dibandingkan pasir pada umumnya. Terlihat perahu nelayan menepi di pantai. Mereka menawarkan jasa mengantarkan wisatawan menuju Batu Payung. Terletak di tepian tebing, Batu Payung tak ubahnya payung bila dilihat dari sudut tertentu. Batu Payung semakin masyhur setelah dijadikan lokasi pengambilan gambar untuk iklan rokok. Kini Batu Payung sering dijadikan lokasi pemotretan prewedding.
[caption caption="Pantai Tanjung Aan yang memiliki pasir menyerupai merica"]
Tak jauh dari Pantai Tanjung Aan, dengan mengendarai mobil selama 10 menit kami tiba di Pantai Kuta. Setiap tahun di pantai tersebut diadakan upacara Bau Nyale. Masyarakat bermalam sehari sebelumnya di Pantai Kuta. Esok hari mereka beramai-ramai mencari cacing Nyale di laut atau di balik batu karang. Cacing tersebut bisa dimakan mentah atau dimasak.
Menurut legenda, hiduplah Putri Mandalika yang sangat cantik. Banyak pangeran dan pemuda yang terpikat dengan kecantikannya dan ingin menikahinya. Di tengah kebingungan Putri Mandalika terjun ke laut. Sebelumnya ia berjanji bahwa ia akan datang satu kali dalam setahun. Rambutnya yang panjang menjelma menjadi cacing Nyale. Berbeda dengan Pantai Kuta yang ramai, Pantai Tanjung Aan merupakan pilihan yang tepat untuk menyepi. Penginapan pun hanya tersedia di sekitar Pantai Kuta.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H