Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Lombok, Pesona Tanpa Batas

12 Februari 2016   16:16 Diperbarui: 12 Februari 2016   17:14 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertahan pada Proses

Tanggal 9 Februari 2016 kami  bertolak ke Desa Puyung, Lombok Tengah. Desa tersebut dikenal sebagai penghasil tenun selain Desa Sade dan Desa Sukarara. Di sana wisatawan dapat belajar menenun. Kain tenun beragam motif dan warna yang dihasilkan kaum perempuan Desa Puyung  dijual di sebuah koperasi.

Kain songket paling murah dihargai Rp 1,5 juta dan tenun ikat ukuran 2x2 meter paling murah dihargai Rp 800 ribu. Semakin rumit dan lama proses pembuatan kain tenun, semakin tinggi harganya. Cukup mahal memang. Namun kualitas yang dihasilkan patut diacungi jempol karena dikerjakan secara manual. Bahkan untuk membuat satu kain tenun dibutuhkan waktu hingga berbulan-bulan. Selain itu masih digunakan pewarna alam, seperti warna coklat kemerahan dari pohon mahoni. Kain-kain tersebut memiliki beragam fungsi, antara lain sarung, selendang, hiasan, sampai bahan baju. Sebagian besar perempuan bekerja sebagai penenun.

Perempuan Desa Puyung diwajibkan belajar menenun sejak usia 10 tahun. Orangtua mewariskan keterampilan menenun sebagai bekal kehidupan. Dahulu mitos yang berkembang mengatakan, kaum pria yang menenun akan mandul. Namun kini banyak dijumpai kaum pria menenun. Bedanya mereka mengerjakan tenun ikat sementara kaum perempuan mengerjakan tenun songket.

[caption caption="Belajar merangkai benang demi benang langsung dari penenun"]

[/caption] 

Berikutnya kami menuju Desa Sade, Rembitan, Lombok Tengah. Desa tersebut dikenal sebagai desa yang masih mempertahankan keaslian budaya dan memegang teguh adat Suku Sasak. Rumah yang disebut bale oleh Suku Sasak menggunakan anyaman bambu sebagai dinding, ijuk sebagai atap, bambu tanpa paku sebagai penopang, dan beralaskan tanah. Uniknya Suku Sasak menggunakan kotoran kerbau untuk membersihkan lantai meskipun  lantai sudah diplester semen. Selain itu terdapat Berugak, panggung berbentuk segi empat yang tidak memiliki dinding. Biasanya digunakan masyarakat untuk berkumpul usai bertani.

Dahulu Suku Sasak di Desa Sade menganut Islam Waktu Telu (sholat hanya tiga kali). Namun kini mereka sudah meninggalkan ajaran tersebut dan menganut Islam sepenuhnya. Untuk memperoleh penghasilan, kaum wanita menjual kain tenun. Selain itu sebelum memasuki Desa Sade terdapat kotak sumbangan sukarela yang diisi wisatawan sebagai bentuk kontribusi mempertahankan keaslian Desa Sade.

[caption caption="Tenun Lombok yang dijual masyarakat Desa Sade"]

[/caption]

Desa Sade dihuni 700 jiwa suku Sasak (150 KK). Berbeda dengan pria yang boleh melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi, perempuan dilarang keluar desa melanjutkan SMA sekalipun sekolah berjarak 5 km dari desa. Wajar seorang gadis sudah menjadi ibu di usia 15 tahun. Bagi orangtua, yang penting adalah anak bisa membaca dan menulis. Sejak umur 8 tahun anak perempuan diajar menenun sebagai syarat untuk menikah.

Suku Sasak mengenal istilah kawin culik. Laki-laki menculik perempuan yang ingin dijadikan istri. Sebelumnya harus ada persetujuan dari perempuan untuk diculik. Esoknya utusan dari keluarga laki-laki ke rumah keluarga perempuan yang melaporkan anak mereka tidak hilang, melainkan diculik. Utusan itu juga menanyakan mahar. Lewat dari tiga hari tiga malam bila tidak ada utusan, anak perempuan itu dianggap hilang dan dicari.

Seminggu setelah ijab kabul diadakan nyongkolan, mengantarkan pengantin pempuan dan laki-laki ke rumah keluarga perempuan diiringi tarian adat. Mahar yang dipakai  suku Sasak adalah seperangkat alat sholat dan Rp 100 ribu. Jika laki-laki berasal dari luar suku Sasak, maharnya dua ekor kerbau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun