Mohon tunggu...
Juli Nugroho
Juli Nugroho Mohon Tunggu... Konsultan - Brand-Marketing-Service Excellence Professional.

Penggiat Literasi "AyoGemar Membaca". Penggiat Pelatihan PramugariCerdasAcademy Penggiat UMKM MitraSahabatBisnis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kerja Lembur, Siapa Takut !

4 Januari 2022   16:44 Diperbarui: 5 Januari 2022   00:08 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah kompetisi yang makin tajam, kondisi perekonomian yang tidak menentu, perusahaan atau bisnis menuntut kontribusi, kinerja dan prestasi yang lebih tinggi dari para karyawannya.  Karyawan yang baik tentunya akan berusaha untuk dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh perusahaan tempatnya bekerja.

Sebagian besar dari kita menanggapi tuntutan di tempat kerja dengan menambah jam kerja yang lebih lama, yang sesungguhnya hal ini dalam jangka panjang dapat mejadi boomerang yang akan mempengaruhi Kesehatan fisik, mental, dan  emosional. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi dampak lain yang justru akan mempengaruhi penurunan produktifitas dan hal lainnya seperti : menurunnya tingkat keterlibatan (engagement), peningkatan tingkat gangguan kesehatan, tingkat turnover yang tinggi, serta mungkin akan mengakibatkan terjadinya lonjakan biaya pengobatan karyawan.

Bekerja dalam jam yang lebih lama di kantor akan sangat tidak efektif jika energi para karyawan telah terkuras habis.  Beberapa tahun lalu bahkan ada seorang copywriter di sebuah perusahaan periklanan Indonesia yang meninggal dunia karena kelelahan bekerja hingga 30 jam. Kasus serupa juga ditemukan di berbagai belahan dunia lainnya.

Jam kerja yang panjang ini sebenarnya dapat disikapi dengan mengetahui hal hal apa yang dapat menguras energi serta bagaimana cara melakukan pembaruan energi dari pekerja tersebut. Waktu adalah sumber daya yang terbatas, tetapi energi setiap orang dapat diperbarui, hal inilah yang dikatakan oleh : Tony Schwartz and Catherine McCarthy dalam artikelnya di Harvard Business Review.

Menurut mereka,  energi personal seseorang terbentuk atas 4 dimensi yaitu :

  • Body/fisik (Physical energy),
  • The Emotion/emosi (Quality of energy),
  • Mental/mind (Focus of  energy) dan
  • Human spirit/spiritual energy (Energy of meaning and purpose).

Karena itu sudah seharusnya kita memperhatikan ke 4 dimensi ini dengan sebaik baiknya

Dimensi energi  fisik dipengaruhi oleh kecukupan nutrisi, olahraga, waktu tidur, dan istirahat. Berkurangnya energi fisik akan mempengaruhi tingkat energi dasar yang sedikit banyak juga akan mempengaruhi kemampuan untuk mengelola emosi serta kemampuan untuk tetap focus/ konsentrasi. Untuk mepertahankan energi fisik diperlukan pola hidup sehat, seperti makan sarapan, makan makanan sehat dan waktu tidur yang cukup. Disaat  bekerja pun energi fisik dapat dipulihkan melalui jeda istirahat panjang ataupun jeda istirahat selama beberapa menit atau  juga melakukan snacking setiap 30 -- 1 jam sekali. Mendengarkan musik atau bercakap cakap dengan rekan kerja juga disarankan untuk mengatasi kelelahan fisik ini.

Kualitas energi seseorang sangat bergantung pada kemampuan seseorang memegang kendali emosinya. Kita juga sadar bahwa kita cenderung dapat melakukan hal terbaik ketika merasakan energi positif dan juga merasakan hal sebaliknya saat muncul emosi negatif.  Tanpa waktu istirahat sulit bagi kita untuk mempertahankan emosi positif kita untuk waktu yang lama. Kelelahan fisiologis akan menyebabkan kita menjadi sangat reaktif dan sulit berpikir secara rasional. Satu ritual sederhana dapat dilakukan untuk meminimalisir enegi negative, yaitu melalui pernafasan perut selama 5-6 detik. 

Selain itu, hal lain untuk membangkitkan energi emosi positif adalah dengan melakukan apresiasi kepada orang lain dan mengubah self talk tentang diri kita dengan bahasa yang lebih positif dan berdaya.

Dimensi mental kita akan bekerja secara baik jika kita melakukan pekerjaan secara focus. Dengan kata lain, Semakin banyak kita melakukan berbagai pekerjaan dalam waktu yang bersamaan atau multitasking, maka akan semakin besar energi mental kita yang terbuang. Karenanya, bekerja secara focus dengan melakukan satu pekerjaan dalam satu rentang waktu tertentu sangatlah disarankan. Beberapa praktisi bahkan menyarankan untuk menjauhkan telepon selular saat kita melakukan pekerjaan yang memerlukan konsentrasi tinggi.

Melakukan pekerjaan secara sistematis dengan mendahulukan pekerjaan pekerjaan yang penting- mendesak ketimbang melakukan pekerjaan secara acak juga merupakan hal untuk memobilisasi enegi mental kita secara lebih baik.

Sementara itu Dimensi Spiritual energi akan bertumbuh positif saat pekerja mampu memaknai pekerjaannya dengan value yang positif dan memiliki tingkat keterlibatan (engagement) yang tinggi. Energi positif yang besar yang akan berpengaruh pada stamina mereka di tempat kerja.

Hal lain yang dapat menumbuhkan energi positif dalam dimensi ini adalah kemampuan untuk melakukan apa yang dapat terbaik mereka lakukan dan paling dinikmati di pekerjaan sesuai dengan passion mereka; Mengalokasikan waktu dan energi secara sadar ke bidang kehidupan mereka --- pekerjaan, keluarga, atau hal lain yang mereka anggap paling penting; serta adanya kesempatan bagi mereka untuk  menjalani nilai-nilai inti mereka dalam perilaku sehari-hari.

Nah apabila kita mampu mengoptimalkan 4 dimensi energi ini secara seimbang dan dapat  terus memperbaharuinya dalam kehidupan kita di pekerjaan atau luar pekerjaan, maka stamina kita akan selalu optimal dan fit untuk melakukan tugas tugas pekerjaan dalam durasi yang lebih panjang.  Jadi jika diminta lembur, kita akan menyambutnya dengan senyuman! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun