Berbicara mengenai Literasi, banyak sekali data data riset yang menunjukkan posisi Indonesia "agak terbelakang" bila dibandingkan dengan dengan negara negara lain. Sebagai negara besar dan memiliki penduduk terbanyak  ke 4 dunia, minimnya minat membaca sedikit banyak dapat berdampak pada kualitas sumber daya manusianya. SDM yang berkualitas rendah, bisa menimbulkan berbagai problema di masyarakat.
Yuk kita lihat beberapa data riset tersebut : Â
Sementara itu data survey yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2011 juga menemukan bahwa indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya mencapai 0,001 % yang artinya diantara 1000 orang hanya 1 orang yang dapat dikategorikan sebagai seorang pembaca yang serius.
Ada juga hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada tahun 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Bahkan Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar. Pada penelitian yang sama, PISA juga menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti.
Menurut data World's Most Literate Nations, yang disusun oleh Central Connecticut State University tahun 2016, peringkat literasi  Indonesia berada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti!
Untungnya, masyarakat dan pemerintah tidak tinggal diam terhadap kondisi seperti ini, saat ini banyak sekali penggiat literasi yang bertebaran diseantero Indonesia. Mereka bergerak secara swadaya. Dengan semangat berbagi mereka mendirikan Taman Bacaan Masyarakat di tengah tengah pemukiman. Begitu pula dengan program pembangunan RPTRA yang memiliki fasilitas perpustakaan di suatu kelurahan, setidaknya dapat membantu akses masyarakat terhadap bahan bacaan.Â
Untuk mengatasi ketertinggalan di bidang literasi ini, memang diperlukan kerjasama masyarakat, pemerintah dan swasta agar bisa diciptakan program program yang berkesinambungan.
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta memiliki suatu program yang cukup menarik dalam menggalakkan program Literasi di Jakarta, yaitu dengan melakukan ajang pemilihan Abang None Buku, yang nantinya dapat mejadi kader penggerak gerakan literasi di Jakarta.
Beberapa hari lalu, saya berkesempatan menjadi narasumber untuk memberikan pembekalan kepada 50 finalis Abang None Buku yang mewakili 5 wilayah kotamadya di DKI Jakarta. Acara pembekalan ini berlangsung di Perpustakaan Umum Daerah Cikini.
Pada kesempatan itu ada beberapa hal yang saya sampaikan, antara lain, bahwa gerakan literasi kekinian bukanlah hanya berkaitan dengan minat baca semata, tetapi juga pada kemampuan memahami intisari bacaan, kemampuan menulis dan juga kemampuan untuk menyampaikan apa apa yang sudah dibacanya baik secara lisan ataupun tulisan untuk menginspirasi orang lain.
Mereka juga harus mampu menjadi "agent of change" yang siap menjadi teladan, Â membangun kemauan ditengah tengah masyarakat dan bahkan harus siap menjadi pendorong utama gerakan literasi itu sendiri.
Para finalis yang merupakan generasi milenial ini, tentunya sangat kental dengan social media, untuk itu, saya juga dorong mereka agar berkarya di sosial media melalui tulisan tulisannya yang positif, memperhatikan etika dan menghindari plagiarisme yang sempat menghebohkan jagad dunia maya kita. Â
Besok, Jumat, 8 September 2017 adalah ajang final pemilihan. Menang atau tidak menang, nama kalian telah terpatri sebagai bagian dari pribadi pribadi yang memilki komitmen terhadap gerakan literasi, semoga dapat berkontribusi aktif dalam gerakan literasi di Ibukota tercinta ini. Salam Literasi dan Selamat Berjuang ! (coachjulinugroho - ayogemarmembaca.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H