Hening menjadi sisa pelarian dari jejak yang sulit ditelan oleh kerongkongan kering yang gaduh, merayapi tembok bercat putih yang dinodai tapak kaki kelabu. Kadang hening hanyalah sebuah imajinasi, tak nyata, sebab di antara keheningan masih ada kepala yang ricuh.
Semut-semut berbaris saling dorong di kolong kasur, cicak berdecak saat melahap nyamuk. Televisi enggan berkedip, menayangkan sekotak teri nasi yang mendesis. Mataku pejam, tenggelam di dasar ceruk mimpi yang lepuh.
***
19-20 Juli 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!