Keajaiban Setengah Detik Pertama menuju Presiden RI
A. Keajaiban Formasi udara menghembus melewati batas cakrawala, melintas berkecepatan tinggi di atas daratan, sungai, gunung & lautan, lalu menerpa kota, desa, kampung, lembah, ngarai & laut; adalah suatu keajaiban dari ALLAH, Tuhan Penguasa alam jagat raya. Bagi Yasin Welson Lajaha (YWL) keajaiban dari ALLAH melalui perantara "Kalam" telah Ia saksikan & terima. Sejak kecil hingga dewasa, keajaiban telah menyatu dalam hidupnya. Keajaiban adalah kekuatan ALLAH yang diturunkan ke muka bumi & hinggap kepada setiap mahluknya yang DIA kehendaki. Karena itu wacana interaktif keajaiban, secara hati-hati, dapat dipersentuhkan dengan logika manusia, yang mendekat kepada suatu lompatan atau "kuantum" yang bebas makna bebas nilai. Setelah keajaiban tersebut berekspresi atau terjadi di muka bumi, baru kemudian manusia dapat memaknai & menganalisa dengan logika, & dengan bidang keilmuan yang dimiliki oleh manusia. Ketika mempersentuhkan sejumlah keajaiban yang telah dialami oleh Yasin sejak kecil, bertemu dengan sosok tinggi besar di kebun, perut terbelah & disembuhkan seketika, lalu terkena penyakit kanker ganas & juga sembuh tanpa bantuan dokter, menjadi bagian dari penalaran pemikiran untuk menyebut bahwa logika manusia memiliki keterbatasan dalam menerjemahkan & memahami "keajaiban". Dalam bahasa awam, ibarat angin (udara) yang dapat dirasakan tapi tak mampu dilihat. Logika pendek itu, menjadi pengantar untuk menelusuri secara lebih dalam tentang keajaiban. Misalnya Nabi Sulaiman AS memindahkan singgasana kerajaan Ratu Balqis dari tempat yang jauh (400 km) ke kerajaan sang Nabi dalam tempo yang sangat singkat yaitu sekejap mata atau sekali tarik napas. Demikian cepatnya hingga tidak mampu diterjemahkan dengan logika manusia biasa. Dalam prosentase tersebut, logika & pemikiran manusia, memiliki keterbatasan mutlak untuk menterjemahkan setiap keajaiban yang turun di muka bumi berdasarkan kehendak Azzawajallah. Karena itu sejumlah peristiwa yang telah terjadi di zaman para Nabi & Waliullah, adalah sumberitas untuk mendekatkan logika manusia & mendorong bagi setiap insan untuk menerima & mendalami setiap keajaiban tersebut. Pada intinya, setiap manusia semenjak lahir hingga menjelang wafat, telah mengalami keajaiban dalam hidupnya. Keajaiban yang terjadi pada diri manusia memiliki sudut pandang yang berbeda-beda & dalam berbagai bidang kehidupannya. Artinya, hanya manusia yang bersangkutan yang mampu menterjemahkannya. Untuk itu, representasi keajaiban dianalogkan sebagai titisan kekuatan ALLAH SWT yang turun ke bumi, bebas nilai & bebas makna, lalu hinggap ke setiap insan yang DIA (ALLAH SWT) kehendaki. Jika diluruskan secara differensial, maka keajaiban adalah sesuatu yang penuh dengan makna filosofi. Ibarat sesuatu yang tidak diterima logika akan tetapi harus dilogikakan. Atau dalam bahasa sastra yaitu Seni (Art), "jauh di mata dekat di hati" atau "antara ada & tiada". Ketika mendekatkan toleransi pemikiran pada basis kalimat di atas, maka yang perlu diingat bahwa kajaiban adalah bukan kekuatan ingatan, bukan kekuatan daya hayal, bukan kekuatan imaginasi & bukan pula buatan manusia. Tetapi laksana orang yang bermimpi di kala tidur & ketika terbangun, maka apa yang dilihat dalam mimpinya adalah nyata & benar terjadi di permukaan atau di tataran kehidupan realitas. Oleh Yasin, berdasarkan keajaiban itu, merupakan antara lain yang membuat dirinya maju sebagai Calon Presiden Indonesia (RI) yang ke tujuh. B. Setengah Detik Pertama Setengah detik pertama adalah suatu kekuatan keajaiban yang akan terjadi di muka bumi persada Nusantara & mengantar Yasin Welson Lajaha (YWL) untuk menduduki kursi Presiden RI ke 7. Setengah detik maksudnya adalah bukan berdasarkan hitungan waktu secara logika manusia. Tetapi hitungan waktu secara ajaib (keajaiban). Maksudnya, setengah detik adalah terlalu singkat jika diterjemahkan oleh logika manusia. Akan tetapi sebaliknya terlalu lama bagi keajaiban yang diturunkan dari ALLAH Azzawajallah, Tuhan penguasa Alam yang Maha Berkehendak. Jika disinergikan antara keajaiban & setengah detik pertama, maka menyatunya suatu 'kekuatan' yang berkecepatan tinggi melebihi kecepatan cahaya & di dalamnya terdapat camput tangan ALLAH Tuhan Penguasa Jagad Raya. Tak ada satupun yang mampu menghalangi & atau mampu membendung. Misalnya jika dihalangi oleh gunung maka gunung akan meletus, jika dihalangi oleh tembok & batu besar maka tembok & batu besar pun akan pecah & runtuh berantakan, jika dihalangi oleh air & lautan maka air & lautan pun akan mengering, & jika dihalangi oleh besi baja yang sangat tebal maka besi baja itu pun akan meleleh & remuk bagai kerupuk tersiram air panas. Begitulah persenyawaan antara keajaiban & setengah detik pertama, yang di dalamnya terdapat sistem yang bekerja secara akuratif, akuntable & reaksionis, serta inheren, sehingga menjadikan intervalisasi yang akan terjadi tidak mampu berkohesi secara normal.
YWL from childhood to mature-aged
- YWL, childhood
Seorang Anak laki-laki terlahir pada hari Jumat Subuh tanggal 31 Desember 1967 dari Ibu Warero & Ayah Laonda di sebuah Desa terpencil, jauh dari kota, susah terjangkau transportasi darat kecuali tanah setapak jalan tanah merah, tidak berlistrik, susah mendapatkan sumber air bersih, dengan warganya yang sebagian besar bertani & menjadi nelayan, Desa itu bernama Burangasi terletak di Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara Indonesia. Syukurlah anak tersebut (yang kemudian dipanggil Lajaha) lahir dengan selamat tanpa cacat & sakit, sebab andaikan terjadi sebaliknya maka Rumah Sakit terdekat sejauh 78 kilometer harus dijangkau menggunakan kuda selama 2 hari (48 jam) perjalanan. Masa kanak-kanaknya dijalani dengan bekerja keras membantu Ayahnya di kebun. Sebelum mengenyam sekolah Ia sudah harus mencangkul, bercocok-tanam & menuai. Juga harus mengambil air untuk mandi & minum keluarga, serta pekerjaan sebagai nelayan sering dilakukannya. Singkatnya, tak ada waktu bermain bagi si kecil Lajaha. Suatu pagi, Ayahnya memutuskan untuk melaut. Sementara Lajaha ditugaskan melanjutkan tugas bercocok-tanam di kebun. Dengan hanya berbekal sekantong air putih untuk mengobati haus, seorang diri Lajaha berjalan ke arah kebunnya yang agak jauh mendekati hutan & sedikit menjorok mendekati tebing pantai (saat itu Lajaha berumur 7 tahun). Sesampainya di kebun, Lajaha lalu mulai mencangkul & menanam bibit ke dalam lubang yang dibuatnya, hingga memasuki tengah hari dirasakannya lapar luar biasa. Sehari-hari Lajaha kecil sudah terbiasa dengan rasa lapar, tapi entah hari itu dirasanya lapar lebih dari yang bisa ditanggungkannya. Lajaha lalu duduk beristirahat. Tiba-tiba sesosok tubuh tinggi besar datang menghampirinya & berbicara dengan nada yang sangat berwibawa sampai-sampai Lajaha kecil kehilangan suara untuk menjawabnya. "Wahai Anandaku, jangan takut", kata sosok itu bergema & berwibawa. "Nanti ketika Ananda masuk Sekolah Dasar, ganti namamu menjadi Welson", pintanya. Lajaha hanya bisa mengangguk saat itu. Katanya lagi, "Anandaku, tuntutlah pendidikan mulai dari SD, SMP hingga SLTA. Setelah Ananda tamat di semua jenjang pendidikan itu, pergilah ke Makassar. Setiba di sana, masuklah di salah satu Perguruan Tinggi yang ada di Makassar." Sambil menunjuk ke arah langit, orang itu kembali berkata,"Insya ALLAH, bagimu wahai Ananda, akan datang pertolongan dari Yang Maha Kuasa, Penguasa Alam Jagad Raya ini." Selepas mengucapkan kata terakhirnya sosok itupun melangkah pergi. Dalam sekali melangkah sudah sampai di seberang lautan lalu menghilang dari tatapan mata Lajaha. Sejak saat itu, Lajaha mampu melihat dalam kegelapan malam bagaikan siang hari. Malam hari sepulang dari Langgar, Lajaha sering berlari-lari menembus pekatnya malam tanpa terantuk batu. Bahkan suatu kali, Ibunya menjatuhkan jarum ketika sedang menjahit sarung Lajaha yang sobek. Lajaha lalu turun dari rumah panggung dan mengambil jarum tersebut tanpa menggunakan penerangan apapun. Hal itu mengherankan Ibu & keluarganya, juga masyarakat sekitarnya. Ketika ditanyai mengenai hal itu, jawaban Lajaha kecil sangat luar biasa. Katanya bahkan sekarang ini Lajaha mampu melihat & bercakap-cakap dengan orang-orang yang telah lama meninggal. Termasuk kepada Kakeknya yang meninggal puluhan tahun lalu, Ia pernah berdialog. Saat berumur 9 tahun, Lajaha didaftarkan di Sekolah Dasar Burangasih. Atas permintaan Lajaha, namanya terdaftar sebagai Welson Lajaha. Sepulang sekolah tetap bekerja seperti biasanya, membantu Ayahnya menyiangi tanaman & menternakkan kambing. Tidak lama berselang Ibunya jatuh sakit & meninggal. Ayah & dua saudaranya bertangisan sambil memeluk Ibunya yang membujur kaku. Lajaha sendiri tak menampakkan raut muka sedih. Dilihatnya Ruh Ibunya bangkit & berdiri tegak, layaknya manusia yang masih hidup. Lajaha menyaksikan Ibunya berjalan, duduk & mondar mandir di hadapannya menemui orang-orang bertandang ke rumahnya. Setelah jasad Ibunya dimakamkan & tidak melihat lagi kehadiran Ibunya di rumah, barulah Lajaha sadar Ibunya telah pergi untuk selamanya. Duka & lara berpadu menjadi kesedihan luar biasa. Kenangan pada Bundanya yang sangat menyayanginya, yang telah tampil begitu tegar di depan anak-anaknya dalam menjalani hidup yang serba terbatas. Ia tak akan pernah lagi menyaksikan Bundanya memasak di dapur, di mana Lajaha biasa menunggui nasi matang, sampai kadang tertidur dengan perut lapar. Teringat Lajaha kata-kata terakhir Ibunya ketika Ia berusaha menemui & membujuk Ibunya pulang ke rumah,"Anakku Lajaha, Saya tidak seperti manusia biasa lagi." membuatnya semakin yakin bahwa Ibunya telah pergi selamanya. "Perih & pilu dalam hatimu, tapi Engkau selalu tegar di depan anak-anakmu. Sakit yang Engkau derita, Engkau sembunyikan kepada Kami. Do'a tulusku padamu wahai Bundaku dan maafkan anakmu Lajaha", kata Lajaha dalam hati penuh duka sambil merunduk berjalan pulang dengan berderai air mata duka lara. Tahun demi tahun berganti Lajaha melakukan pekerjaan berat yang belum pantas untuk anak sesusia dirinya sambil tetap sekolah dengan hanya memiliki satu pencil & satu buku selama masa SD hingga akhirnya Ia telah lulus & bersiap melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP.
- YWL, teen-aged
Syukur bagi Lajaha, Ia diterima di SMP Negeri Wasuemba Sampolawa. Hanya saja jaraknya 17 kilometer dari rumah, atau dengan kata lain 6 jam perjalanan berjalan kaki. Dengan tabah, Lajaha melakukan rutinitas barunya, berangkat ke sekolah pada jam 1 tengah malam & tiba di sekolah jam 7 pagi. Begitu pula sebaliknya pada saat pulang sekolah ditempuhnya 6 jam berjalan kaki tiba di rumah pada pukul 6 magrib. Praktis, waktu istirahatnya hanya 6 jam. Tahunpun berganti, Lajaha telah duduk di kelas 2 SMP. Sebuah keluarga, teman Ayahnya yang bertempat-tinggal dekat sekolah, menawarinya tinggal di rumahnya. Lajaha lalu pindah ke rumah tersebut. Dengan senang hati Ia membantu pekerjaan rumah tangga keluarga itu. Bangun jam 3 dini hari, Lajaha mulai mengepel, cuci piring, membersihkan rumah, mencuci pakaian, menimba air di sumur lalu dimasukkan ke dalam bak buat mandi sekeluarga, hingga mencuci popok bayi. Hal itupun tidak membuatnya terlambat ke sekolah. Sepulang sekolah, Lajaha mencari uang dengan mendorong gerobak yang isinya pasir, tanah, batu merah & bahan bangunan lainnya. Suatu hari ketika sedang mendorong gerobak yang sarat muatannya, tiba-tiba ban gerobak tersebut terperosok ke got samping jalan. Saat berusaha menariknya keluar dari got, tiba-tiba dengan ayunan cepat gagang gerobak itu menyabet perut Lajaha hingga kulit perutnya terbelah mengeluarkan ususnya yang menggelembung besar. Lajaha hanya bisa merintih & terbaring sendirian di pinggir jalan, ketika itulah muncul seorang bocah kecil yang datang & menolongnya. Didorongnya usus Lajaha kembali ke perutnya dengan satu tekanan & dalam sedetik Lajaha telah sembuh. Walaupun masih ada bekas luka tersebut. Melihat Lajaha sudah sembuh, bocah itu lalu menghilang. Dua tahun menjadi buruh penarik gerobak sambil bersekolah hingga tamat SMP, lalu Lajaha melanjutkan pendidikannya ke MAN (Madrasah Aliah Negeri) di kota Baubau, Ibukota Buton. Lajaha harus pindah lagi ke kota tersebut, dengan mengontrak gubuk reok berpatungan dengan teman lain yang juga perantau. Untuk memenuhi kebutuhan sekolah & sandang pangan, mereka bekerja apa saja. Mulai dari pembantu rumah tangga, tukang batu, buruh jalanan, hingga kuli angkut di pelabuhan Buton, semua mereka jalani. Tahun demi tahun berganti hingga Ia akhirnya menamatkan sekolahnya. Kini tibalah saatnya hijrah lagi ke kota lain yaitu kota Makassar. Dengan modal nekat & sedikit uang tabungannya selama ini, Lajaha berangkat dengan menumpang kapal laut menuju Makassar.
- YWL, on mature-aged
Di Makassar, Ia mendaftar di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Fakultas Ushuluddin, jurusan Dakwah. Beruntung Ia mendapatkan beasiswa gratis di Fakultas tersebut. Hanya ada sedikit masalah, yaitu tentang nama Welson Lajaha sempat dipertanyakan. Ia dikira seorang non-muslim yang ingin belajar lebih dalam tentang Islam. Akhirnya setelah menelusuri data tentang Lajaha, Ia diterima dengan syarat harus menambah nama depannya menjadi Yasin Welson Lajaha. Awal kuliah, Lajaha yang kemudian akrab dipanggil Yasin, tinggal di Asrama Buton. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Yasin kemudian kembali bekerja sebagai tukang batu, buruh & tukang sapu. Jika dalam sehari tidak mendapat kerja, maka Yasin berpuasa. Hingga pernah berpuasa selama 40 hari. Pernah pula Ia menjadi menjadi buruh bangunan dengan gaji Rp2,000.- perhari. Dan masih sempat pula Ia menyisihkan Rp1,000.- untuk pembangunan Masjid di kampungnya. Semua penderitaan yang dijalaninya itu, Yasin tak pernah mengeluh. Suatu sore, sepulang kuliah, suhu tubuh Yasin tiba-tiba menghangat. Terbaring di tempat kosnya, benjolan di leher dekat wajahnya yang selama ini tidak dipedulikannya menimbulkan rasa panas & berdenyut-denyut menyakitkan. Ketika diperiksakan ke Dokter, ternyata hasil visum menyatakan benjolan itu adalah jenis kanker ganas. Dua bulan setelah pemeriksaan Dokter tersebut, benjolan itu semakin parah. Mulai bernanah & membesar sehingga hampir menutupi seluruh wajah. Sendirian terbaring di kamar kos, Ia teringat Dokter mengatakan bahwa kankernya itu adalah kanker ganas stadium 4 & tidak lagi ada obat untuk penyakitnya itu. Kesedihan melanda hatinya yang pilu & teringat kembali Bundanya yang telah lama tiada. Lara & duka datang menyatu, derai tangis di tengah malam menahan sakit tiada tara. Tiba-tiba muncul seorang berjubah putih & berjanggut panjang, menghampiri & mengusap wajahnya. Seketika rasa sakit menghilang, & sepanjang malam tersebut Yasin menghabiskan waktunya berdialog dengannya. Hingga kemudian sosok berjubah putih itu pergi dengan meninggalkan pesan bahwa Ia akan datang lagi setelah sakitnya sembuh & mengering. Esoknya sakit yang dideritanya perlahan sembuh & mengering. Kembali kuliah seperti sebelumnya, lalu kemudian dari Asarama Buton pindah & tinggal di Mesjid. Yasin kemudian jadi Guru Ngaji, Tukang Adzan & Tukang bersih Masjid.
- YWL, Pemimpin di pusaran kalbu
Tahunan tinggal di Masjid, hingga suatu Ramadhan selepas Sholat Taraweh, Lajaha tertidur. Tengah malam Ia dibangunkan oleh Sosok Berjubah Putih. Lalu Lajaha mengikuti petunjuk layaknya seorang Santri belajar pada Kiyai-nya. Mulai saat itu, Yasin mendapat keajaiban. Mampu membaca nama & menyebut Nama NUR (Jati diri, Ruh, atau Orang di Jawa menyebutnya Saudara Kembar) bagi setiap Insan di dunia, tanpa membedakan Agama, Suku (tribe/race) & Etnis, semuanya terbaca. Sejak itu Yasin berdakwah. Setiap teman, sahabat, karib & setiap insan yang meminta nama Nur-nya, Ia sebutkan/tuliskan tanpa meminta bayaran. Mulailah perjalanan Yasin, Ia dipanggil dijemput diundang mulai dari teman kuliah, rakyat setempat, pejabat, kaya miskin, tua muda, pemabuk/peminum & kaum ulama, pengusaha dll, dengan latar belakang agama yang berbeda-beda mulai dari Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu juga Kong-Fu-Cu dan berbagai aliran keyakinan. Bahkan pernah diundang oleh penganut aliran Shia, Sunni, Wahhabi, yang terkenal masing-masing keras & tegas tertutup pada penganut alirannya masing-masing. Selalu berakhir dengan keharuan mendalam saat melepas Yasin. Ia kemudian diminta kembali oleh Almamaternya UMI, untuk menjadi Dosen di Fakultas Usuluddin. Selama beberapa tahun dijalaninya, kemudian kembali melepas diri menjadi Uztads. Yasin kemudian mengontrak rumah petak dua lantai berlantai tanah. Siang malam, banyak yang berkunjung ke rumahnya untuk konsultasi. Yang datang juga sangat bervariasi mulai dari kalangan tua-muda, kaya-miskin, pejabat-rakyat biasa, ulama-awam. Ada yang konsultasi mengenai masalah rumah tangga, pekerjaan, jabatan, ada yang konsultasi karena sakit atau keluarga yang sakit, bahkan ada juga yang berkonsultasi karena ingin mengenal Tuhan lebih dekat atau "ma'rifatullah". Hampir tiada waktu tersisa, hingga rumahnya tidak pernah terkunci lagi, dipenuhi orang yang duduk berjejer dari lantai atas sampai bawah. Ia juga diundang berdoa, mulai dari Mesjid, Rumah Sakit atau rumah pribadi yang melimpah oleh para jamaahnya yang sudah menunggu. Sehingga praktis jam tidurnya hanya sekitar 3-4 jam sehari semalam. Ia terus dikelilingi oleh orang-orang yang merindukan untuk mendengarkan kalimat-kalimatnya. Yasin layaknya Pemimpin di pusaran kalbu. Ia selalu dicari & dirindukan oleh semua orang yang telah mengenalnya.
- YWL, Mengantar Zaman di batas Nusantara
Dari Makassar, nama Yasin mulai terdengar di Jakarta. Pejabat, Dermawan, Pengusaha, di Jakarta memanggilnya untuk bersilaturrahim. Ilmu jati diri yang dimilikinya menarik untuk didialogkan, dikomunikasikan, diartikulasikan karena menyangkut ketauhidan, ketuhanan, kekhalifahan, hingga tak terhitung lagi berapa kali Yasin ke Jakarta bolak balik naik pesawat. Suatu waktu bertemu jamaah dermawan yang mengajaknya ikut naik haji ke tanah suci. Yasin pun berangkat menunaikan ibadah haji tanpa berbekal uang, tidak seperti jamaah haji pada umumnya. Sujud syukur dengan bersimbah air mata di depan Kabbah mengenang Bundanya, Ayahnya, Kakak serta saudara-saudaranya yang lain. Sepulang dari Tanah Suci, Ia kembali diajak oleh Jamaah Dermawan berangkat ke Singapura. Di sana Ia larut menikmati negeri singa itu dengan segala kemajuannya. Begitu asiknya hingga lupa bahwa Ia masih ngontrak & tinggal di gang sempit di Jl. Veteran Selatan Makassar. Pulang dari luar negeri, Ia kembali berdakwah & ceramah seperti sediakala. Ia tetap Yasin seperti dulu yang ramah, lembut, akrab & bersahabat kepada seluruh teman & jamaahnya. Hanya saja pakaian & atribut badan (jam tangan dll) sedikit ber-merk. Ketika teman coba menanyakan, Ia menjawab sederhana, "Ini pemberian, bukan Aku yang beli." Orang tua angkatnya yang berada di Jakarta sering memberikan sejumlah materi, Ia juga yang mendorong Yasin untuk segera menikah. Akhirnya Yasin menikahi seorang gadis, Ia adalah seorang bunga cantik dari desanya Burangasi. Setelah menikah, Yasin kembali bertemu jamaah dermawan dari Bali yang membelikan rumah di kompleks BTP Makassar. Sejak itu Yasin beserta keluarganya menetap di rumah itu. Sekarang ini Yasin & istrinya telah dikaruniai anak 6 orang, 3 putra & 3 putri. Demikianlah Yasin yang dulunya menderita dalam kemiskinan, sekarang telah terbang ke sana ke mari, bagaikan burung cemara yang dilihatnya di puncak gunung desanya dulu. Ia telah menyinggahi Nusa di sejumlah pulau Nusantara, seperti Kalimantan, Papua, Sumatera, hingga Nusatenggara. Sejumlah daerah yang didatanginya, isi dakwahnya adalah memberikan pemahaman tentang jati diri manusia seutuhnya. Bahkan negeri jiran Malaysia, sering dikunjunginya. Di sana jamaah terus menunggu ungkapan-ungkapan lugas Yasin tentang berbagai segi kehidupan, terutama menyangkut spiritual ketuhanan, jati diri & keimanan kepada sang Khalik. Lain waktu, keberadaanya di Jakarta adalah untuk mengikuti berbagai kegiatan, seperti Upacara 17 Agustus di Istana Negara, menghadiri sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) dll. Di acara itu Ia berfoto bersama sejumlah pejabat & orang terkenal di Republik ini, termasuk Amin Rais, Akbar Tanjung, Yusril Ihza Mahendra. Bahkan Ia bertemu & foto bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di sebuah acara. Dari Cendana di Jakarta, ketika mantan Presiden Soeharto masih hidup, Yasin pernah bertandang ke sana. Ia diterima oleh putri sulung Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana atau biasa disapa Mbak Tutut. Yasin berdialog dengan Soeharto tentang berbagai hal, termasuk masalah-masalah kebangsaan, kenegaraan & tanah air Indonesia. Sebelum pulang disempatkannya foto bareng bersama Soeharto & Mbak Tutut. Demikianlah Yasin, perjalanannya keliling berdakwah di persada Ibu Pertiwi telah membawa hikmah besar baginya. Bocah kampung Burangasi yang dulunya hitam kelam itu, kini telah melakukan perjalanan menjelajahi zaman di batas-batas Nusantara ------------------------------------------
Kibaran benderamu melahirkan kemerdekaan seutuhnya Tajam matamu melihat masalah bangsamu Kepak sayapmu merangkul wilayah NKRI Perkasa dadamu pertahanan negaramu Kibasan ekormu menghalau mush negerimu Cengkeraman kakimu kekuatan Manusia, TUHAN dan Alam Mahkotamu pembawa kemakmuran rakyatmu
Setelah 64 tahun bangsa ini merdeka, bebas dari penjajahan, penindasan, pengerukan oleh bangsa asing, namun sampai buku ini terbit, impian para Pahlawan Bangsa, Pendiri Negara menciptakan Rakyat Indonesia adil & makmur belum terwujud.
Ironisnya lagi, justru keterbelakangan & ketertinggalan membayangi negara yang terkenal dengan kekayaan alam & kesuburan tanahnya. Ketertinggalan yang dimaksud adalah jika dibandingkan dengan negara-negara yang belakangan menghirup udara bebas kemerdekaan.
Semestinya kita malu pada Pangeran Diponegoro, Cut Nya Dien, Si Singa Mangaraja XII, Sultan Hasanuddin, Pattimura, Jend. Sudirman & Pahlawan lainnya, juga pada Ir. Soekarno, Muh. Hatta, & Sutan Syahrir (the Founding Fathers) yang telah berjuang dengan/sampai tetesan darah demi kehormatan Bangsa. Namun kenyataannya kehormatan itu tercabik-cabik oleh anak bangsa karena perilaku menyimpang (korupsi), para koruptor begitu nikmat menari-nari di atas penderitaan Rakyat demi kekayaan & kesombongan pribadi & golongan.
Saya (YWL) sebagai Putra Bangsa yang lahir di kampung miskin (Burangasi), tanpa listrik, tanpa air bersih, tanpa jalan aspal yang mulus, tanpa perhatian serius pemerintah, merasa perlu protes menuntut keadilan & pemerataan pembangunan kepada seluruh masyarakat & daerah tanpa pilih kasih, pilih tempat, pilih wilayah dll.
Dari detik menit hari minggu bulan & tahun, pengamatan, pemikiran & perenungan Saya pada perjalanan karya Bangsa ini, mengisahkan tangis pilu, derai air mata, kungkungan emosi, tekanan batin, hilang harta, korban jiwa, silih berganti terjadi di setiap lembaran waktu.
Dari situlah setiap tayangan itu merayap di pelupuk mataku hanya setengah detik pertama getaran itu langsung menjalar ke seluruh tubuhku mendorongku untuk ikut andil & berguna bagi orang lain untuk menyelesaikan derita luka menganga itu.
Berbagai rentetan kejadian yang memilukan hatiku, mulai dari nafsu manusia sampai nafsu alam, akibat dari nafsu pemenuhan emosi, saling tuding, saling menyalahkan, seperti tragedi Trisakti, kasus Poso, Sampit, Tsunami Aceh, Lumpur Lapindo hingga fenomena dukun cilik Ponari. Getaran tubuhku tadi membawa "perintah" bahwa negara ini perlu perobahan dalam keajaiban jika ingin makmur.
Ketika Saya mewacanakan maju ke kursi Presiden Indonesia ke 7, sebagai puncak pengambil keputusan/kebijakan, banyak "orang awam" mencerca, mencibir dengan nada sumbang, "Kamu bisa apa, punya apa, kemampuan apa?" Saya menjawab tanpa emosi tanpa benci tanpa egois, "Saya sadari itu semua, namun dengan Keajaiban Tuhan, Insya ALLAH Bangsa ini akan sejahtera. Percaya atau tidak tetapi itulah takdir Bangsa ini."
Lalu apa kaitannya dengan Presiden ke 7?
Di sinilah letak keajaiban itu. Berangkat dari misteri angka 7, sebagai angka tertinggi, angka rahasia & sempurna bagi Tuhan, maka Presiden ke 7 itulah orang yang ditakdirkan akan membawa Bangsa Indonesia mencapai impiannya.
Saya tidak mencerca Presiden & Wakil Presiden sebelumnya, disamping tidak terpuji juga mereka sudah berbuat sekuat tenaga & berkorban untuk Bangsa ini. Hanya saja mereka belum sempurna, walaupun begitu nama-nama mereka telah tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah Bangsa.
Ada yang bertanya, "Apa yang akan YWL lakukan bila nantinya menduduki kursi Presiden?"
- Yang pertama adalah tentang manusia yaitu "jati diri manusia", memperbaiki pemahaman siapa manusia itu. Karena yang mendapat mandat sebagai Khalifah di muka bumi ini adalah Manusia. Sehingga manusia perlu mengenal dirinya, kemampuannya, emosinya, egoisnya, keterbatasannya, hak & kewajibannya kepada Alam, kepada sesama Makhluk & kepada Tuhan Sang Pencipta. Intinya bila manusia ketahui dirinya maka akan tercipta kesadaran individu, kesadaran berbangsa & kesadaran bernegara.
- Setelah itu, memperbaiki micro & macro economy sebagai sumber penghidupan. Sebab disadari selama ini Pemerintah masih berpihak pada Kapitalis & Konglomerat yang semakin mencengkeram Usaha Real masyarakat kecil & menengah.
Selanjutnya ada lagi yang bertanya, "Dari mana Anda akan memulai? Sementara utang luar negeri Negara sudah mencapai Rp2,100.- trilliun."
Saya katakan bahwa Negara ini sangat kaya dengan sumber daya alam. Kaya barang tambang & kaya tenaga kerja. Yang dibutuhkan adalah pada cara/sistem pengaturannya & disitulah letak keajaiban dari Presiden RI ke 7.
Sejarah telah membuktikan, Gajah mada menyatukan Nusantara, Nelson Mandela membebaskan negaranya dari apartheid, Lee Kuan Yew memakmurkan Singapura, DR. Mahatir Muhammad memajukan Malaysia, Mohammad Yunus membuat perubahan di Bangladesh yang kemudian di tiru dunia & Barrak Husain Obama Presiden pertama Amerika yang berkulit hitam & dari keluarga miskin.
Saya punya impian, akan membawa kesejahteraan kepada Rakyat & menjadikan Indonesia menjadi center of the world. Dengan faktor pendukungnya adalah kekayaan alam & posisi strategisnya yaitu di tengah-tengah (center) bumi atau garis katulistiwa.
Entah mengandung unsur politik atau tidak sehingga Mahkamah Konstitusi menutup jalan bagi Calon Presiden lewat jalur independen. Juga mempersempit ruang & waktu Capres dari Partai Politik dengan syarat harus memenuhi 20% suara Nasional.
Namun buat Saya, Tuhan punya rencana lain yang lebih baik & rasional, yaitu UMELI (Umum yang Memilih).
Mengomentari pelaksanaan Pemilu 2009, inilah pesta demokrasi yang paling fenomenal, krusial, rawan konflik, rawan kecurangan, banyak menyita harta, menyita emosi & pertaruhan "wajah" pemerintah.
Secara pribadi, Saya sebagai Calon Presiden dari jalur independen (walaupun mereka menganggap jalan sudah tertutup bagi Saya), menyerahkan sepenuhnya pada lembaga pelaksana Pemilu, saling percaya & saling hormat. Kalaupun terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang, maka berarti mereka melanggar sumpahnya, menodai lembaganya, mengingkari sanubarinya. Buat Saya, apapun hasilnya Indonesia esok harus lebih baik, lebih terhormat & lebih sejahtera.
Sebagai hamba ALLAH, Saya menyadari bahwa sesungguhnya Saya paling banyak dosa, paling banyak salah pada sesama, & Negara ini yang paling berjasa dalam hidupku. Karena itu pada ALLAH Saya mohon ampun, pada Manusia Saya hatur maaf & pada Negara akan kupersembahkan diriku.
Di akhir kata Saya berikan penghargaan setinggi-tingginya pada para Pemimpin Bangsa, mereka adalah inspirator & idolaku.
Makassar, Maret 2009
Penulis,
YWL (Yasin Welson Lajaha)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H