Mohon tunggu...
Citra Melati
Citra Melati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perempuan dan manusia yang mencurahkan perasaan, emosi dan pikirannya melalui tulisan.

Kebebasan berpikir dan berpendapat adalah hak setiap manusia (bukan 𝘢𝘥 𝘩𝘰𝘮𝘪𝘯𝘦𝘮). Pikiran tak harus obyektif, pikiran subyektif diperlukan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka dalam Belajar (Esai Kritik dan Saran Sistem Pendidikan Selama Pandemi) Bagian 2

1 Februari 2021   10:10 Diperbarui: 1 Februari 2021   10:27 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak membutuhkan bimbingan dan simpati lebih dari sekadar instruksi.

-Anne Sullivan Macy-

Tantangan bagi guru selama pembelajaran daring, yang memang bisa dikatakan tidak mudah karena kendala kondisi yang tidak bisa bertatap muka secara langsung. Tetapi bukan berarti anak disuruh belajar dan mengerjakan tugas dari guru tanpa bimbingan dan arahan. Guru seharusnya membuat dan melatih anak berpikir, memancing rasa ingin tahu anak bukan dengan mewajibkan anak menyelesaikan tugas yang membosankan tanpa melibatkan daya pikirnya. 

Maka, menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 Ayat 1, guru memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Tugas tersebut harus dilaksanakan secara komprehensif, terutama mendidik, mengajar, dan membimbing. Bagaimana bisa anak dituntut mengerjakan dan menyelesaikan tugas dan memahami materi tanpa pengajaran, atau pengajaran digantikan dengan pemberian materi dan video, maka apa fungsi guru jika tidak mengajar dan berinteraksi dengan anak selama pandemi?

Padahal dalam pengajaran sendiri banyak sekali metode yang diterapkan seperti melibatkan diskusi, dialog, tanya jawab, interaksi antara anak, dsb. agar anak paham dalam menguasai materi; tentu saja kewajiban guru adalah mengajar dan mendapatkan pengajaran dari guru adalah hak anak. 

Bilamana guru sudah melupakan fungsinya sebagai pengajar dan pendidik dan hanya memberi tugas monoton saja setiap hari tanpa pendekatan dan pengajaran, sama artinya tak ada sosok guru, pendidikan sekolah bagaikan berjalan di ruang kegelapan terbentur tanpa arah dan penerangan. Jadi, alangkah lebih baik pendidikan sekolah yang demikian sepatutnya tidak usah diberikan sama sekali!

Belajar daring sebenarnya dinilai tidak efektif, namun paling tidak harus ada interaksi antara guru dan anak, akan tetapi fakta di lapangan, tidak semua guru menggunakan media daring secara optimum bahkan ada sebagian guru tidak pernah mengajar daring sama sekali hanya memberi tugas saja. 

Metode pengajaran daring melalui HP secara terus menerus dinilai tidak sesuai, malah merancukan makna belajar sesungguhnya, ada kecenderungan anak bermain gawai setelah pembelajaran daring dan dikhawatirkan malah kecanduan. Permasalahan lain timbul karena tak semua anak memiliki HP, laptop, kuota, dsb. tetapi anak ditekankan harus punya HP. 

Sebagian guru tidak siap dengan metode pembelajaran daring sehingga hanya membebankan tugas setiap hari pada anak dan orangtua. Pengerjaan tugas sebaiknya dikerjakan saat proses daring berlangsung bukan setelah daring, kalau memang terpaksa ada tugas setelah daring, itu pun anak harus bisa mengerjakannya sendiri dan mandiri tanpa bantuan orang tua, karena sudah diajari oleh guru. 

Pendidikan pembelajaran sekolah seharusnya tidak dipersempit hanya dalam ruang kelas atau tatap muka secara daring dan tekstual yang hanya terpaku pada buku paket, akan tetapi seharusnya kontekstual dan aplikatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun