Mohon tunggu...
Christopher Matthew
Christopher Matthew Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pekerja

pekerja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kisah Di Balik Reputasi

17 September 2024   15:36 Diperbarui: 17 September 2024   20:22 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kadang-kadang, perjalanan yang tidak sesuai dengan rencana kita adalah yang paling membuka mata". Perjalanan saya di SMA Kolese Kanisius dimulai pada tahun 2022, tepat saat memasuki jenjang kelas 10. Setelah dua tahun pembelajaran online, transisi ke pembelajaran tatap muka menghadirkan pengalaman yang benar-benar baru bagi saya. Pada awalnya, saya merasa senang dapat bertemu kembali dengan teman-teman lama serta menyapa teman-teman baru dan guru-guru secara langsung, meskipun masker masih menutupi wajah kami sepanjang hari. Namun, setelah dua hingga tiga minggu, saya mulai menyadari bahwa SMA Kolese Kanisius tidak sepenuhnya memenuhi reputasi dan pandangan yang selama ini dikatakan oleh banyak orang.

Saya banyak mendengarkan pendapat dari banyak orang mengenai reputasi kolese kanisius yang terus terdapat dikalangan masyrakat ataupun secara orang ke orang, yaitu Kanisius ini terkenal dengan siswa-siswa yang ambisius, dan  guru-gurunya yang sangat tegas, serta ada yang mengatakan bahwa di sekolah ini hampir tidak ada waktu untuk bersantai, baik di hari biasa maupun di akhir pekan, dan hanya dipenuhi dengan belajar dan belajar serta kegiatan. Kenyataannya, pada saat awal berproses saya dapat merasakan validasi yang cukup sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh orang-orang hingga pada saat itu, dimana merasa bahwa meskipun guru-guru di sini memang memiliki unsur ketegasan namun ketegasaan ini tidak sama seperti yang dikatakan, ketegasan  tersebut ditujukan tentunya  demi kebaikan kita, dan juga jika guru-guru tidak menanamkan sifat tegas pada dirinya masing-masing maka kolese kanisius akan sama aja seperti sekolah yang lain lainnya dimana hanya sebatas menyalurkan ilmu saja dan tidak menanamkan kedisplinan pada masing masing siswa .

 Setelah tiga bulan menjalani proses belajar di Kanisius, saya mulai merasakan tantangan baru, terutama dalam hal akademis. Beberapa nilai-nilai teman-teman saya cenderung lebih tinggi daripada nilai saya, khususnya di mata pelajaran seperti fisika dan matematika, yang saya anggap sulit. Hal ini menimbulkan perasaan bahwa sekolah di Kanisius semakin sulit, seiring waktu berjalan dan memenuhi pandangan awal yang saya terus pelihara . Banyak teman seangkatan yang sangat ambisius dalam mengejar prestasi, baik di dalam kelas maupun di kegiatan lainnya.Namun, walaupun banyak yang berprestasi saya merasa sangat beruntung karena banyak teman yang bersedia membantu saya dengan menjadi tutor ketika saya mengalami kesulitan dibeberapa hal.

Sekitar sebulan telah berlalu, saya mengikuti kegiatan ignatian leader ship training (ILT). Dua hari sebelum ILT, saya mendapatkan kesan dari kakak kelas bahwa kegiatan ini memerlukan persiapan fisik dan mental, karena ILT adalah bentuk pengenalan kesolidaritasan Kanisius. Pada hari pertama, saya merasa apa yang dikatakan kakak kelas saya benar adanya. Meski berat, selama tiga hari ILT berlangsung, saya dikejutkan oleh solidaritas yang muncul di antara sesama angkatan 25. Meskipun baru sebulan bersama, kekompakan angkatan sangat terlihat, misalnya ketika ada teman yang kekurangan air minum, teman lainnya dengan sukarela berbagi, meski situasi masih penuh tantangan.

Pengalaman seru lainnya adalah saat saya berpartisipasi dalam CC CUP. Pada awalnya, saya merasa kegiatan ini akan membosankan karena belum pernah berpartisipasi sebelumnya.Dan saya merasa bahwa CC CUP ini akan sama seperti kegiatan perlombaan yang ada disekolah SMP saya yang dahulu. Namun, nyatanya acara tersebut sangat menarik dan berjalan dengan baik. Sebagai panitia untuk cabang tenis meja, saya belajar banyak hal, termasuk bagaimana menjadi pencatat skor yang baik, lalu juga setiap malam diadakannya evaluasi malam sebagai bentuk pembetulan akan kinerja masing masing seksi selama  Pengalaman ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga mengajarkan saya bagaimana bekerja dalam sebuah serta kekompakan antara sesama anggota seksi.Serta konser musik yang diadakan pada hari terakhir sebagai waktu untuk kami semua beristirahat sejenak.

 Seiring berjalannya waktu, kemampuan public speaking dan cara saya berkomunikasi, baik dengan teman sekelas maupun teman dari kelas lain, semakin berkembang. Hal ini adalah salah satu harapan saya ketika pertama kali mendaftar ke Kanisius, dan saya merasa bersyukur bisa mencapainya.

 Memasuki kelas 11, semester pertama terasa berjalan biasa saja. Namun, pada semester kedua, kami mengikuti kegiatan live in. Di hari pertama, saya berharap rumah yang akan saya tinggali nyaman dan bersih, tetapi kenyataan tidak sepenuhnya sesuai dengan ekspektasi saya. Meskipun begitu, saya dan teman satu rumah tetap menjalani semua aktivitas dengan baik. Dari kegiatan live in ini, saya mendapatkan wawasan baru tentang pentingnya mensyukuri kehidupan yang telah Tuhan anugerahkan. Saya menyadari bahwa banyak orang yang hidup dalam keterbatasan, tetapi mereka tetap berusaha sebaik mungkin dalam kegiatan sehari-hari dan sekolah. Pengalaman ini memberikan saya dorongan untuk lebih menghargai kesempatan yang telah diberikan oleh orang tua saya, terutama dalam hal pendidikan.

 Saat kelas 11, saya juga merasa lebih mengenal teman-teman seangkatan karena adanya kurikulum merdeka yang memadukan siswa IPA dan IPS, serta adanya prosedur perpindahan kelas atau moving class untuk pelajaran pilihan. Pengalaman ini memberikan kesempatan bagi kami untuk lebih banyak berinteraksi dengan siswa dari berbagai kelas.Dan berpatisipasi pada kegiatan edufair yang ke 2 kalinya dikelas 11 ini saya merasakan hal yang berbeda dari sebelumnya, karena pada kali ini dilaksanakan secara offline serta tarian pembuka dan juga penutup diadakan dikolese kanisius secara langsung.Pada acara edufair kali ini Kolese kanisius kembali memfasilitasikan begitu banyak presentasi jurusan dari berbagai macam profesi serta sekolah-sekolah dari berbagai negri yang dapat diambil untuk jenjang berikutnya setelah SMA.Saya merasa senang karena edufair ini memiliki ciri khas yang ditanamkan yaitu seperti presentasi jurusan.Presentasi jurusan ini juga dibawakan oleh alumni Kolese Kanisius, yang dimana alumni tersebut dapat menawarkan pro dan kontra dari profesi yang dipilih olehnya.Tentu oleh karena itu saya dapat semakin yakin dengan apa yang akan saya pilih untuk jurusan serta sekolah saat diri saya lulus dari SMA Kolese Kanisius.

  Terakhir, di kelas 12, Dimana saya baru saja mengikuti kegiatan retret yang sangat berkesan. Banyak momen dalam kegiatan ini yang memberikan kesan mendalam, baik dari segi kegiatannya maupun perjalanan yang kami alami bersama.Dimana banyak sekali pesan pesan yang dapat saya perlihara dalam hidup saya ini untuk menjadi seorang pribadi yang lebih berkembang dimasa yang akan datang.

  Secara keseluruhan, perjalanan saya di SMA Kolese Kanisius, dari kelas 10 hingga 12, telah memberikan banyak perkembangan, terutama dalam hal karakter.Dimana opini awal saya mengenai SMA ini memang sesuai namun pada akhirnya dapat di Salah satu hal yang paling saya rasakan adalah bagaimana saya berinteraksi dengan teman-teman dan mengasah kemampuan public speaking, yang sering saya lakukan saat presentasi, baik secara kelompok maupun mandiri.Saya merasa bersyukur telah menjadi bagian dari komunitas Kanisius dan dapat melalui berbagai pengalaman yang memperkaya perjalanan pendidikan saya.

  Perjalanan saya di SMA Kolese Kanisius bisa diibaratkan seperti mendaki gunung yang awalnya tampak megah dan menakutkan dari kejauhan. Saat memulai pendakian di kelas 10, saya merasa penuh antusiasme, seperti mendaki lereng yang terasa ringan, dengan semangat baru bertemu teman dan guru. Namun, seiring perjalanan, terutama di kelas 11, medan semakin curam—tantangan akademis dan kegiatan mulai terasa berat, layaknya tanjakan yang melelahkan. Di tengah pendakian, pengalaman seperti ILT dan live-in muncul sebagai pos peristirahatan, tempat saya menemukan solidaritas, wawasan, dan rasa syukur yang memberi energi untuk terus maju. Kini, di puncak kelas 12, retret menjadi momen refleksi, melihat pemandangan indah dari atas gunung, yang mengingatkan saya betapa jauh perjalanan ini telah mengasah karakter dan keterampilan saya, terutama dalam hal komunikasi dan kemandirian. Meski penuh tantangan, setiap langkah adalah bagian dari pembelajaran berharga yang memperkaya diri saya.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun