Pagi itu, tepat di halaman SDN 067954 kami berkumpul dalam rangka merayakan Hari Inspirasi Kota Medan 5 Maret 2015. Merupakan program kegiatan oleh Kelas Inspirasi Medan. Berbagi inspirasi lewat profesi. Lebih lanjut tentang Kelas Inspirasi mari klik www.kelasinspirasi.org
Cuaca ketika itu sangat mendukung kehadiran kami di sekolah tersebut. Sekilas kami menyapa dan memperkenalkan diri kepada murid-murid dan guru-guru. Hari ini bakal menjadi pengalaman baru bagi kami yang disebut inspirator Kelas Inspirasi Medan.
Dengan langkah optimis kami mulai dan ingin menjadi bagian dari SDN 067954 ini.
SDN 067954 Jalan Kejaksaan, Kota Medan Kecamatan Medan Petisah adalah sekolah yang tim kami kunjungi dalam Kelas Inspirasi Medan #2 di hari Inspirasi. Saya bersama rekan-rekan sesama inspirator, Yudha (Freelance Fotografer), Elvi (Staff KPAID Prov Sumut), Laura (Seniman), Hasbi (Mahasiswa Berprestasi), Fitri (Dosen Bhs Inggris/Penyiar) dan saya sendiri Dewi (Dosen Ekonomi/Penulis). Kami berenam sebagai inspirator berusaha menyatu pada mereka semua murid-murid SDN 067954. Guru-guru pun turut berbangga sebab sekolah mereka menjadi satu-satunya di Kecamatan Medan Petisah yang dikunjungi oleh Kelas Inspirasi Medan #2. tak hanya itu saja, sekolah kami ternyata dikunjungi oleh Bpk Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi, beliau berkesempatan hadir berinteraksi kepada murid-murid dan guru-guru saat hari inspirasi itu.
[caption id="attachment_354722" align="aligncenter" width="640" caption="foto bersama di lapangan SDN 067954 Medan"][/caption]
Sudah banyak cerita yang kami dapatkan tentang SDN 067954 dari kepala sekolah saat briefing Kelas Inspirasi Medan yang diadakan di Aula Bank Indonesia Februari lalu dan pada saat survei sekolah. Namun, yang menarik perhatian adalah perilaku murid-murid disebabkan faktor lingkungan. Ya, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah mereka. Kehadiran murid di sekolah merupakan tolak ukur semangat mereka untuk mendapatkan ilmu di sekolah. Berada di lingkungan yang sudah mengenalkan mereka pada narkoba/obat-obat terlarang. Kawasan perkotaan yang paling tidak mengenalkan mereka dengan tindakan kriminal. Memprihatinkan bila mereka harus menjalani masa perkembangan diri dengan hal-hal tersebut. Mau tidak mau, lingkungan yang buruk tentu berpengaruh pada kemauan murid-murid untuk tetap bersekolah. Lain pula cerita tentang lingkungan keluarga mereka. Oleh karena kebanyakan pekerjaan orang tua adalah berdagang makanan pada waktu malam hari hingga subuh tiba di rumah, anak mungkin kurang mendapatkan perhatian sebagai upaya dukungan terhadap kegiatan sekolah anak-anak mereka. Akibatnya perkembangan pendidikan anak pun tak terperhatikan orang tua.
[caption id="attachment_354723" align="aligncenter" width="700" caption="foto tim bersama para guru dan kepala SDN 067954"]
---
"Bu Dewi, saya mau nyanyi." pinta dua anak murid perempuan yang duduk di bagian depan antusias mengacungkan tangan dan berdiri sudah selangkah di samping mejanya.
Awalnya saya bertanya, "masih semangaat?? Sudah ngapain aja tadi? apa sudah diajak bernyanyi sama bapak/ibu inspirator sebelumnya yang masuk di kelas ini?". "Ini kelas berapa ya?"
Duaaaa......!!! sorak ramai mereka. Saat itu jam ketiga saya sudah diinstruksikan oleh fasilitator untuk memasuki kelas tersebut. Suasana kelas memang agak berbeda dari dua kelas yang sudah saya masuki sebelumnya, kelas 5 dan 6. Mereka hening, ada yang duduk tertib dan ada satu dua orang yang merelakan dirinya berdiri karena begitu penasaran dan semangat menyambut inspirator-inspirator yang bergantian masuk ke kelas mereka di satu hari itu.
Jadilah satu murid perempuan tampil bernyanyi di depan kelas setelah saya mengiyakan.
"Bu, saya juga mau nyanyi ya, bu".
"Bu, saya juga".
Berlomba-lomba mereka mengacungkan jari ke atas ingin segera dianggukan untuk maju ke depan kelas, tak beda murid perempuan pun dengan murid laki-laki. Saya mengiyakan, lalu mereka bergantian nyanyi di depan kelas bagi yang kelihatan berantusias mengacungkan jari. Yang berdiri di depan dengan semangatnya berusaha memerdukan suara, lalu yang duduk di bangku masing-masing pun tepuk tangan semangat mengiringi nyanyian teman.
Lagu yang dinyanyikan tak banyak berbeda. Ternyata hanya itu-itu saja. Garuda Pancasila... Pelangi Pelangi... Satu Nusa Satu Bangsa... Tak penting lagunya, yang penting kami bisa tampil di depan kelas..hehe...
Saat masih ada temannya bernyanyi, tiba-tiba seorang murid perempuan bergerak medekati saya. "Bu, nanti saya nyanyi lagi ya ke depan". Hmm... matanya mengisyaratkan ketidaksabaran sebab sudah menyimpan satu lagu dan ingin segera tampil kembali. "waah... iya," kata saya. Tak ingin kalah, lalu temannya yang lain pun melakukan hal yang sama.
Ada yang berbeda. "Bu, saya mau nyanyi ke depan tapi berdua sama teman ya, bu". pinta murid.
"Saya juga mau nyanyi sama dia ya, bu" pinta seorang murid lagi dari arah kanan sambil menunjukkan wajah temannya yang padahal sedang duduk tenang menikmati nyayian. Jelas ini spontanitas ingin tampil kembali di depan kelas. Sudah dapat dipastikan pula yang lainnya akan melakukan hal yang sama.
Lalu, tiba-tiba berdesak-desakan mereka maju ke depan kelas. Ternyata ketidaksabaran mereka muncul sehingga depan kelas dikerumuni anak-anak satu kelas itu.
[caption id="attachment_354724" align="aligncenter" width="700" caption="foto bersama guru dan murid kelas 2 SDN 067954"]
"Lho, kalau semua nyanyi siapa yang mendengarkan?" kata saya. Seperti tak memperdulikan, mereka ramai ke depan kelas menimbulkan kerusuhan. Waduuh, saya bingung. Kelas menjadi ribut. Secepat mungkin mencari trik bagaimana menenangkan suasana kelas. Ternyata tak berhasil, bahkan guru mereka sendiri yang mendampingi saya di kelas juga kualahan. Ada yang dorong-dorongan, ada yang ejek-ejekan sambil saling menertawai, ada yang menjerit seperti memanfaatkan waktu untuk bermain-main dan tak disangka langsung ada yang merajuk kembali duduk menyendiri. Memang ya kata ibu guru mereka ada satu di kelas yang suka merajuk seketika.
"Bu Dewi, koq lama kali? Saya mau nyanyi, bu. Nyanyi sekarang aja ya, bu." ucap salah satu anak perempuan di kelas 2 yang sudah semangat berdiri di depan kelas. Dan memang sudah lama dia berdiri di depan menggandeng temannya ingin berduet. Katanya ingin berduet, lalu kenapa mereka berjejer menjadi 6 orang? Waah... rempong euy! Akhirnya dibagi menjadi 3 kelompok, setiap kelompok silahkan bernyanyi bergantian ke depan kelas. Siapa yang duduk tertib akan diajak foto bersama. Jadilah kami foto bersama di depan kelas didampingi dua guru yang pada saat itu sedang mendampingi saya di ruangan. Anak-anak semangat mengatur posisi masing-masing dan cepat mengatur gaya bergandengan, lalu cepat tersenyum di depan kamera, cepat merebut media saya untuk dipegang, tetapi masih ada juga yang sibuk berebut posisi oleh murid laki-laki.
Ohh...ternyata dua fotografer tim kami sudah standby di depan ingin segera mengambil gambar. Hmm... sepertinya ada yang mengganjal pikir saya. Bukankah selama saya menguasai kelas tadi hanya satu fotografer saja yang setia mengambil sesi, pun dari kelas yang sudah sudah saya masuki. Ini sama halnya oleh inspirator rekan-rekan saya lainnya. Karena memang sepengetahuan kami di satu kelas pasti hanya satu fotografer/videografer saja yang mengabadikan momen inspirator mengajar kepada anak-anak. Mereka bergantian dari satu kelas ke kelas lainnya. Dan ketika menoleh tepat ke samping kiri saya, ternyataa.... ada guru muda cantik yang menjadi bahasan mereka dari hari kemarin juga ikutan foto bersama kami. Naah... terjawab sudah ya tanya saya dalam hati kenapa ada dua fotografer di kelas ini dengan semangatnya berbarengan mengambil gambar...waah...ketauan...hehe...
---
[caption id="attachment_354725" align="aligncenter" width="700" caption="murid-murid SDN 067954 Medan"]
Berbeda halnya dengan kelas 2, kelas 5 dan 6 yang saya masuki sebelumnya tentu memiliki kesan tersendiri pula. Yang menarik adalah ketika membahas cita-cita.
"Saya mau jadi desaigner, bu."
"Saya mau jadi polwan, bu."
"Saya mau jadi chef, bu."
"Kalau saya mau jadi pengusaha, bu."
"Saya mau jadi insinyur pertanian, bu." suara yang paling bersemangat.
"Saya mau jadi pilot, bu."
"Saya mau jadi dokter, bu." ucap salah satu murid. Lalu saya merespon, "mau jadi dokter apa?"
hehe... belum tau mau jadi dokter apa, bu." jawabnya sambil tertawa kecil.
"Cita-cita kalian akan kalian tulis di kertas kecil yang akan dibagikan. Sebelumnya juga harus menuliskan nama masing-masing."
Kami memberi kesempatan pada semua murid di kelas untuk menuliskan cita-cita mereka lalu ditempel pada tempat yang disediakan, telah dibingkai sehingga dengan mudah mereka bisa memajang di kelas masing-masing juga disisipkan foto tim kelompok 4 bersama guru-guru SDN 067954. Semoga kalian setiap hari selalu memandang tulisan cita-cita kalian hingga terus menempel dalam ingatan.
---
Ada empat kelas yang saya masuki pada hari itu. Membantu anak-anak untuk lebih mengenal jenis uang. Kertas dan logam. Ada berapa uang kertas dan berapa uang logam yang berlaku. Yang bisa dikeluarkan dari kantong untuk membeli sesuatu. Jelas anak-anak lebih memperhatikan ketika membahas yang disebut uang. Di masing-masing kelas yang saya masuki, ketika saya menginstruksikan untuk melihat uang masing-masing di dalam kantong mereka, begitu semangat serentak menoleh ke kantong masing-masing untuk melihat, mengeluarkan bahkan ada yang menyodorkan uangnya agar bisa dipakai sebagai contoh. Dari informasi yang kami dapatkan ketika mensurvei sekolah, murid rata-rata memiliki uang jajan yang banyak. Sebab guru mengatakan mereka sengaja diberi uang jajan lebih agar cukup untuk jajan sarapan. Pagi hingga siang ya jajan di sekolah. Orang tua mereka tidak menyempati untuk memasak sarapan. Para orang tua kebanyakan adalah penjual makanan yang mulai berjualan malam hingga subuh baru tiba di rumah. Untuk anak SD sudah tentu terlalu banyak jika memegang uang jajan lima puluh ribu rupiah. Bukan kebanyakan dari mereka memiliki uang jajan sebesar itu, tetapi ada beberapa. Dengan media pembelajaran saya tentang uang, mereka cepat menunjuk dan menyebutkan nomor berapa uang jajan mereka (sebelumnya saya sudah memberi nomor untuk masing-masing gambar uang). Ketika melirik macam-macam uang logam, ada diantara mereka yang sedikit tersenyum menandakan ketidaktertarikan bahkan langsung berucap, "cuma dikit dapat jajan itu, bu." dilanjutkan tawa oleh teman-temannya.
Tidaklah penting bagi saya berapa uang jajan masing-masing diantara mereka. Namun, penting bagi saya mengajak mereka untuk lebih giat menabung. Berapapun uang jajan ke sekolah baiknya disisihkan untuk ditabung. Ayo Menabung!!
Di luar dugaan, ketika diajak untuk berinteraksi mengenai tabungan mereka bersemangat menjawab apa kegunaan menabung, berapa banyak uang yang ditabung, dan hendak dibelikan apa saja uang tabungan itu nantinya. Bangga anak-anak ternyata sudah memiliki tabungan masing-masing di rumah. Ini ditandai dengan ketika saya bertanya siapa saja yang sudah ada celengen di rumah masing-masing, dengan semangat mereka mengacungkan jari dan berlomba berucap, "saya ada, bu." "waaah... hebat ya masih SD sudah punya tabungan," lanjut saya.
Selain itu, hal lain yang saya perkenalkan kepada mereka yakni bagaimana menulis. Menulis apa dan penulis itu apa? Memang masih sangat sedikit mereka yang merespon ketika mendengarkan pengutaraan saya mengenai penulis.
---
[caption id="attachment_354726" align="aligncenter" width="700" caption="inilah kami tim kelompok 4 KI Medan #2"]
Dunia anak-anak SD lebih ada ketertarikan ketika diajak bermain sambil belajar. Hal itu juga yang merupakan pengalaman sekaligus pembelajaran penting bagi saya bagaimana harus bersikap di depan anak-anak seusia mereka. Bagaimana caranya menyatu di dunia mereka. Tugas kami para inspirator pada hari itu memang mengajak untuk bermain, bernyanyi dan tak lupa pula menyisipkannya dengan belajar. Kehadiran kami diharapkan memiliki nilai tersendiri bagi para murid, para guru dan tak lupa perkembangan lingkungan sekolah tersebut. Tak cukup hanya pada hari itu, kami berharap akan melanjutkan kunjungan kami melihat kembali bagaimana perkembangan SDN 067954 itu yang kami sempat menjadi bagian darinya.
Banyak hal yang bisa menjadi perhatian saya pribadi melihat situasi kondisi di SDN 067954 tersebut. Terlepas dari kegiatan menginspirasi di KI Medan, saya cukup prihatin dengan keadaan sekolah negeri di kota ini. Tentu termasuk kota besar, provinsi yang memiliki potensi alam cukup baik sebab memiliki wilayah kabupaten/kota lumayan banyak sehingga memungkinkan provinsi ini kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Namun tak seperti yang dibayangkan, sekolah ini memiliki cerita tak ubahnya dengan sekolah yang ada di desa-desa. Apalah yang membedakannya? Hanya posisi saja. Mungkin akses anak-anak ke jalanan perkotaan. Jujur, saya miris mendengarnya pertama kali dari apa yang sudah banyak diceritakan oleh bapak kepala sekolah mereka.
Bukanlah dari sekolah yang kami kunjungi saja melihat dan mendengar keadaan yang cukup memprihatinkan. Bahkan pada saat Refleksi Kelas Inspirasi Medan yang dilaksanakan pada hari itu juga masing-masing tim kelompok berbagi cerita, tak ubahnya sekolah-sekolah mereka juga butuh diperhatikan.
Siapa yang bertanggung jawab atas hal tersebut? Apakah sepenuhnya ditanggung oleh Kepala Sekolah? Guru-Guru mereka? Atau masih mengharapkan tangan pemeritah terus merangkul mereka dari waktu ke waktu setiap saat?
Tidaklah sepenuhnya hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan tenaga pendidik saja memajukan pendidikan bangsa. Melainkan bagi setiap kita yang terdidik juga bertanggung jawab akan peningkatan mutu pendidikan negeri ini. Dalam bentuk apapun kita masih tetap bisa berperan. Tidak dalam bentuk materi, mungkin menyisihkan waktu melangkah menghampiri mereka. Menatap wajah mereka, memperhatikan mata-mata mereka dan merespon bahasa tubuh mereka yang mengisyaratkan bahwa "kami masih haus ilmu, pak/bu!"
Tanpa membeda-bedakan mereka, berasal dari keluarga siapa dan bagaimana latar belakang kehidupan mereka. Satu waktu nanti akan ada satu bahkan lebih diantara mereka yang bakal berjuang demi pendidikan diri sendiri berharap menjadi bagian untuk memimpin negara ini, paling tidak di wilayah mereka sendiri. Bisa saja.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh saya dapat berdiri di depan murid-murid SD sebagai inspirator yang menjadi objek untuk terus diperhatikan di depan kelas. Satu hari yang begitu bermakna.
Daan.. tentu bangga kegiatan ini telah kami jalani dengan didampingi oleh adik-adik fasilitator hebat kami, Eka (Mahasiswi Farmasi), Adrian (Mahasiswa Kedokteran), Fahmi (Mahahasiswa Perbankan Syariah). Terimakasih kepada kalian. Fotografer dokumentasi tim yang oke punya, Norman (Karyawan Lion Air), Rezha (Freelance Fotografer) serta videografer Hadi (Staff Admin di PTS) pastinya sudah sangat membantu untuk mengabadikan momen-momen acara sehari Kelas Inspirasi Medan #2 dalam tim kami. Kalian semua hebaaat..
[caption id="attachment_354728" align="aligncenter" width="700" caption="terimakasih kepada Kelas Inspirasi - Indonesia Mengajar. senang sudah menjadi bagian dari kalian."]
"Satu Hari Mengajar, Seumur Hidup Menginspirasi".
Terimakasih Kelas Inspirasi Medan. Maju terus Kelas Inspirasi - Indonesia Mengajar. Semoga sukses dengan program-program terbarunya, kami yakin akan selalu terinspirasi dari kalian.
"Langkah menjadi panutan. Ujar menjadi pengetahuan. Pengalaman menjadi inspirasi"
Salam Inspirasi Tim Kelompok 4..
Medan, 5 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H