Mohon tunggu...
Dewi M Rangkuti
Dewi M Rangkuti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

@cmahrani

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Input Pengajar Berkualitas Menghasilkan Output Murid Berkelas

7 Agustus 2014   12:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:12 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407362459181129562

Pembelajaran Yang Memerdekakan. Mengisahkan tentang makna kejujuran dan keikhlasan bagi anak-anak. Bu Wahya (Sri Wahyaningsih) adalah pendiri sekolah Sanggar Anak Alam yang disebut juga Salam di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Anak-anak di Salam terbiasa mandi di sekolah karena mereka bermain di kebun atau sungai kecil di sekitar sekolah. Suatu hari saat anak-anak sedang mengantri mandi diributkan oleh suara dari kamar mandi yang ternyata satu dari anak-anak kakinya terluka oleh gentong yang pecah. Dia adalah Ken, yang pernah masuk ke dalam gentong. Anak-anak lainnya ribut karena panik dan ketakutan. Beberapa saat Bu Wahya mengajak anak-anak untuk menceritakan bagaimana kejadian sebenarnya dengan mengizinkan setiap anak berbicara sesuai dengan kejadian yang mereka alami. Oka adalah satu anak yang awalnya ragu untuk berkata jujur, namun anak lainnya bercerita sesuai dengan apa yang sudah mereka alami. Bu Wahya mengajak anak-anak untuk mengutarakan sendiri apa yang ada dalam pikiran mereka setelah mereka melihat sendiri kejadian apa yang sudah terjadi di depan mata mereka. Anak-anak kemudian mengerti apa akibatnya bila berkata jujur dan bagaimana pula bila berkata tidak jujur.

Anak-anak Salam juga memiliki kebiasaan menabung di sekolah dengan celengan masing-masing yang disimpan di sekolah. Suatu hari celengan hilang dan mereka sedih karena uang yang telah dikumpulin selama ini hilang begitu saja tanpa diketahui siapa yang sudah mengambilnya tanpa izin. Anak-anak mengerti bagaimana akibatnya apabila mengambil barang orang lain tanpa izin dan apa yang harus dilakukan apabila barang milik kita sudah tidak tahu lagi keberadaannya dimana. Mereka mencoba belajar ikhlas membiarkan uang yang telah mereka kumpulkan selama ini hilang dan tetap berusaha kembali menabung uang lalu mencari solusi bagaimana agar celengan di sekolah tidak hilang untuk kedua kalinya.

Siapa saja dan darimana saja anak berasal boleh bersekolah di Semesta Hati. Anak bandel sekalipun yang bernama Gios. Gios suka membuat keributan di kelas dan bersikap lain dari anak-anak yang ada di kelasnya. Bu guru yang menangani Gios di kelas mencoba mengambil sikap untuk mengikuti apa kemauan Gios melalui bagaimana membuat Gios bisa merasa nyaman berada di sekolah tersebut. Semesta Hati mendidik anak supaya merasa nyaman di sekolah tanpa harus merasa terpaksa belajar di sekolah tersebut. Dan hasil belajar Gios pun menunjukkan perubahan.

Anak-anak di sekolah diajarkan untuk bagaimana melakukan hal yang benar meski sulit sekalipun yang pada akhirnya menjadikan anak didik merasa nyaman dan merdeka berada di sekolah mereka sendiri tanpa harus bermalasan untuk belajar di sekolah.

Anak Dan Komunitas Belajarnya. Sekolah menjadikan anak didik terampil dan semakin cerdas. Rizki adalah salah satu anak yang duduk di kelas 1 SMP. Hidup di keluarga tidak mampu, kadang-kadang orang tuanya bekerja dan kadang tidak karena keduanya sakit-sakitan. Rizki dibimbing di sekolahnya hingga menjadi pintar/terampil dan itulah yang menjadi harapan kedua orang tua Rizki sepenuhnya kepada guru Rizki. SMP 2 Pagedangan adalah tempat Rizki bersekolah. Guru di sekolah itu mengadakan kegiatan pembuatan jepit rambut yang merupakan bagian dari pendidikan kecakapan hidup yang terdapat di dalam kurikulum. Ternyata usaha ini menjadikan sekolah mereka unggul di mata Dinas Pendidikan setempat juga membawa keuntungan bagi anak-anak karena mereka memperoleh beasiswa dari jepit rambut dan sekaligus sepeda sebagai alat transportasi yang sangat mendukung kegiatan sekolah mereka.

Selain itu, anak-anak di sekolah belajar memaknai kebebasan sehingga mendorong mereka selalu bersemangat pergi ke sekolah tanpa harus bermalas-malasan karena sekolah merupakan tempat yang menjadikan anak-anak merasa nyaman.

Membangun Profesionalisme Guru. Seorang guru harus mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru atau biasa disingkat PLPG untuk mendapatkan sertifikat sebagai guru profesional. Guru yang sudah mengikuti sertifikasi berhak mendapatkan sertifikat sebagai guru profesional. Sertifikasi berarti tambahan penghasilan satu kali gaji pokok bagi pegawai negeri dan Rp 1.500.000,00 bagi guru swasta. Ia adalah seorang bernama Pak Dadang. Pak Dadang beserta istri berprofesi sebagai seorang guru. Dari uang sertifikasi mereka tersebut bila diakumulasikan maka uang tersebut akan dipergunakan untuk membeli mobil yang bisa dilakukan dengan kredit dan tunai. Banyak keuntungan dari mendapatkan sertifikat sebagai guru profesional. Ini yang mengakibatkan banyak guru berlomba-lomba memperolehnya sebab profesi guru kembali diminati.

Dasar hukum pelaksanaan sertifikasi, yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah. Guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dan menguasai kompetensi.

Peningkatan kualitas guru amat penting dengan mengupayakan sertifikasi sebagai proses perubahan. Dimana salah satu upaya membangun gerakan guru transformatif melalui pelatihan guru transformatif yang merupakan salah satu kegiatan Koalisi Pendidikan dalam rangka penguatan guru di Indonesia. Model guru yang dibangun oleh Koalisi Pendidikan dan jaringan-jaringanny adalah guru intelektual transformatif dengan perspektif pedagogi kritis. Karena guru sebagai pendidik merupakan motor perubahan dari akar rumput.

**

Kisah inspiratif para pendidik di atas, sudah menggambarkan secara langsung bagaimana penyebaran pendidikan di Indonesia hingga 68 tahun merdeka. Fenomena pendidikan di Indonesia yang terlihat sekarang ini memang lebih menitikberatkan pada fasilitas yang minim. Mulai dari kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas, tempat yang tidak nyaman untuk belajar, alat-alat pendukung pembelajaran yang terbatas hingga harga buku-buku yang terkadang tak dapat dijangkau. Masalah ini yang memicu rendahnya pendidikan di Indonesia. Padahal, masalah pendidikan adalah masalah yang utama untuk dicari jalan keluarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun