Pesatnya perkembangan teknologi memang banyak memberikan kemudahan bagi semua orang, baik untuk komunikasi, berorganisasi, menjalankan metode belajar-mengajar dan bertransaksi. Namun kecanggihan teknologi dan berkembangnya aplikasi yang dengan mudah dapat diakses melalui smartphone, justru juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya kepekaan sosial masyarakat.
Dr. Kussusanti, M.Si., salah seorang dosen dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), yang juga berprofesi sebagai Trainer Specialist di beberapa perusahaan BUMN, Kementrian dan berbagai institusi, dalam acara bertajuk 'Ngobral' yang diadakan oleh UAI, menyampaikan sebuah quote dari American Management Association, New York:
"Seseorang direkrut karena skill dan pengalamannya, tapi ia dipecat karena kelemahan attitude dan perilakunya" -- The Values of Emotional Intelligence.
Kesuksesan seseorang ditentukan oleh IQ (kecerdasan intelektual) dengan skala 1% hingga 20%, sementara EQ (kecerdasan emosional) mempengaruhi kesuksesan dengan skala prosentase yang lebih tinggi yakni 27% hingga 48%.
Emotional Intelligence atau kecerdasan emosional (EQ) adalah keterampilan mengidentifikasi, menggunakan, memahami, dan mengendalikan emosi, sebagai dasar berpikir kreatif dan problem solving.
Kekuatan emosi menuntun keputusan seseorang, yang berkaitan dengan pikiran rasional. Didalamnya terkandung wilayah manusiawi, yang berhubungan dengan harapan, kepercayaan, keyakinan, persahabatan, cinta, kesetiaan yang mendorong tindakan.
Kinerja dan produktivitas kerja optimal dicapai bukan melalui kecerdasan intelektual (IQ) melainkan kecerdasan emosional (EQ). Menurut Dr. Daniel Goleman (1995) kaum intelektual tidak pernah mencapai tingkat puncak kesuksesan tanpa kecerdasan emosi.
Keseimbangan Emosi dan Rasio
Keseimbangan emosi dan rasio diperlukan dalam berkomunikasi. Apabila emosi terlalu menguasai otak, seseorang tidak akan dapat berpikir jernih. Sedangkan jika rasio terlalu menguasai otak, maka yang seseorang menjadi kaku dan tidak fleksibel.
Terpaan teknologi telah banyak mengubah gaya hidup dan budaya peradaban manusia. Kemudahan yang dihasilkan oleh berkembangnya teknologi nampaknya juga menimbulkan dampak sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Yang paling nyata adalah Berkurangnya empati dan belas kasih, yang sangat dimungkinkan karena Berkurangnya intensitas tatap muka. Hal ini juga berakibat Berkurangnya teknik berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik dalam kehidupan sosial.
Doan and Strickland (2014) menyatakan bahwa terpaan teknologi berdampak mengurangi kepekaan dan kemampuan merasakan emosi, sehingga mempengaruhi kemampuan daya pikir, pengambilan keputusan dan menentukan solusi.
EQ Rendah
Tingkat kecerdasan emosi yang rendah menyebabkan manusia memiliki sifat dan karakter antara lain menyendiri, cemas, takut, gugup, gelisah, tingkat emosi yang rendah, selalu bergantung, tidak stabil, menjadi agresif dan manipulatif, suka berbohong utnuk menutupi kesalahannya, bersikap kasar (sarkastik) berlebihan, tidak mau mendengarkan saran orang lain.
Seseorang dengan EQ rendah cenderung bersikap demikian karena merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain sehingga meremehkan orang lain, dan hanya yakin dengan gagasannya sendiri, sehingga membatasi diri pada pekerjaannya saja, dan komunikasi dengan jawaban sempit.
EQ Tinggi
Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi memiliki karakter yang sangat berbeda yang bukan hanya menguntungkan dirinya sendiri tetapi juga bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya. Karakter tersebut diantaranya memiliki inisiatif, cenderung mencarikan solusi (bukan fokus pada masalah), menemukan cara yang lebih baik untuk mengatasi persoalan, menyukai tanggung jawab dan berkomitmen dalam upaya menyelesaikannya, kreatif dan tekun sehingga tidak melihat kesulitan hanya sebatas penghalang tetapi mencari penyelesaian.
Karakter EQ tinggi membuat seseorang lebih memiliki empati dan memiliki keinginan untuk membantu orang lain, dan lebih percaya diri saat menghadapi kesulitan, sehingga biasanya memiliki gaya tersendiri yang berbeda dan unik, jika dibandingkan dengan orang-orang yang mudah menyerah dan lebih banyak mengungkapkan alasan (excuse) untuk pembenaran.
Bagaimana meningkatkan kecerdasan Emosi?
EQ bukan bawaan sejak lahir, sehingga dapat dibentuk dengan latihan, dapat dipelajari dan dapat dirasakan. Teknik meningkatkan kecerdasan emosional juga dapat dilakukan dengan mengambil pelajaran dari pengalaman secara langsung, atau diambil dari pelajaran dalam lingkungan sosial.
Pelatihan EQ membantu seseorang dengan teknik mengenai bagaimana menyesuaikan diri dengan orang lain, menghadapi lawan bicara, menyampaikan pesan juga mengungkapkan empati.
Selain itu, meningkat kecerdasan emosional juga dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan 3V yakni kemampuan vocal, visual dan verbal. Ditambah lagi dengan melatih kemampuan bukan hanya sekedar mendengarkan tapi juga menyimak apa yang disampaikan oleh orang lain. Selamat mencoba!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI