Saya tertarik untuk mendiskusikan buku yang berjudul "Falsafah Pancasila, Epistemologi Keislaman Kebangsaan" (2018) yang ditulis oleh Dr. Fokky Fuad Wasitaatmadja, dosen di Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia.
Buku karya seorang doktor di bidang ilmu hukum ini sangat penting dalam menggambarkan hubungan antara Pancasila sebagai sebuah ideologi dengan agama, khususnya agama Islam.
Saat berdialog, Dr. Fokky memulai penjelasan dengan memberikan beberapa contoh sederhana yang biasa kita temui dalam keseharian tentang perbedaan antara berpikir secara radikal dan berpikir secara ekstrem.
Pengertian filsafat sendiri adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan menggunakan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya. Jadi pembahasan Pancasila secara filsafat berkaitan dengan makna dan pengertian yang sedalam-dalamnya. Bahkan memahami apa yang ada di balik makna Pancasila, dan pengetahuan terhadap Pancasila sebagai suatu kesatuan yang memiliki sistem pemikiran rasional dan sistematis yang mendalam secara menyeluruh.
"Namun kajian filsafat timur agak berbeda dengan filsafat barat. Karena filsafat timur lebih menggunakan pendekatan metafisika. Artinya, filsafat timur menyandarkan pada kesadaran bahwa yang 'ada' merupakan proyeksi dari eksistensi di belakangnya. Eksistensi ini ada, tapi wujudnya hanya bisa ditangkap dengan rasa. Sehingga pendekatan filsafat timur sifatnya lebih abstrak. Sementara filsafat barat mengandalkan logika rasional, bahwa sesuatu itu dikatakan ada apabila wujudnya ada. Karena pikiran manusia yang bersandar pada logika meyakini hal-hal bendawi untuk wujud yang diyakini ada" jelas Dr. Fokky.
Pendampingan Pelaku Teroris
Dialog semakin menarik ketika Dr. Fokky membahas tentang teroris yang memiliki tendensi destruktif terhadap diri mereka sendiri dan manusia lain di sekitarnya. Dalam upaya memberikan pencerahan kepada teroris di lapas, Dr. Fokky berdialog dengan mereka dengan pendekatan filsafat timur terhadap nilai-nilai Pancasila.
"Mereka belum memahami filsafat Pancasila yang bicara tentang rasa dan kesadaran. Bahwa manusia yang berketuhanan itulah yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Lingkungan merekalah yang membentuk mereka sehingga memandang Pancasila dari perspektif ideologi. Pancasila sebagai sebuah ideologi memang sarat kepentingan dan dogma sehingga 'menakutkan'. Namun demikian, kita tetap membutuhkan ideologi sebagai benteng pertahanan bangsa dan negara," ungkap Dr. Fokky.
Pendekatan terhadap pelaku terorisme dengan menggunakan filsafat Pancasila lebih efektif, karena setiap manusia memiliki rasa. Mereka lebih mudah mencerna pemahaman mengenai sila-sila Pancasila secara lebih mendalam karena menggunakan kesadaran dalam penyampaiannya.
Wah! Sampai pada titik ini kami pun sepemikiran bahwasanya sila-sila Pancasila itu sesungguhnya bersifat universal. Bagaimana tidak, karena di belahan bumi manapun, tanpa memandang perbedaan suku, agama dan ras, pada hakikatnya sama, bahwa setiap manusia di alam bawah sadarnya membutuhkan rasa aman sehingga membutuhkan sandaran filosofis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H