Mohon tunggu...
Clomidia Lili
Clomidia Lili Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sesuaikah antara Pelaksanaan dan Pengertian HAM di Indonesia?

17 November 2018   19:35 Diperbarui: 17 November 2018   19:48 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2.Faktor eksternal, yaitu dorongan yang berasal dari luar diri manusia untuk melakukan pelanggaran HAM, diantaranya,

*Penyalahgunaan kekuasaan. Dalam masyarakat ada banyak sekali kekuasaan, kekuasaan di sini tidak hanya merujuk pada pemerintah saja, tetapi juga pada kekuasaan dalam perusahaan. Terkadang para pengusaha dalam memperlakukan buruhnya sudah melanggar HAM, tapi karena dia berkuasa dia mengganggap hal itu tidak masalah.

*Ketidaktegasan aparat penegak hukum. Dengan sikap para aparat penegak hukum yang tidak tegas membuat para pelanggar HAM tidak jera dan terus melakukan pelanggarn lagi. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang tidak sampai tuntas juga dapat memicu timbulnya pelanggaran HAM lainnya karena tidak ada sanksi yang tegas yang membuat jera.

*Penyalahgunaan teknologi. Dengan adanya kemajuan teknologi dapat membawa dampak yang baik maupun buruk. Dampak buruk yang ada yaitu seperti terjadinya kasus penculikan melalui jejaring online. Dengan demikian kemajuan teknologi tidak selamanya membawa dampak baik bagi kita, ada kalanya kemajuan teknologi malah membuat terjadinya kasus pelanggaran HAM.

*Kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi. Dengan adanya kesenjangan sosial maupun ekonomi yang tinggi menimbulkan banyak pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan karena kaum borjuis seperti memperbudak rakyat jelata karena tidak memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi. Sehingga kaum borjuis bisa bertindak semena-mena terhadap rakyat jelata.

Salah satu kasus nyata dalam pelanggaran HAM yaitu kasus pembunuhan Munir 14 tahun silam. Seorang aktivis Kampus Brawijaya jurusan hukum Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965. Munir merupakan mahasiswa yang aktif dan sangat kritis, sehingga banyak pengalam mahasiswa yang membuat dia menjadi mendapat banyak pengalaman. Karena ketekunannya Munir dipilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Brawijaya tahun 1998, Munir juga ditunjuk sebagai Koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia, dan masih banyak lagi. Banyaknya pengalaman sebagai aktivis di masa mudanya membuat Munir menjadi serius dalam masalah hukum dan pembelaan terhadap beberapa kasus. Beberapa kasus yang pernah ditangani Munir yaitu tragedy Tanjung Priok 1984, di sini Munir berperan sebagai penasehat hukum keluarga korban, Munir juga pernah menangani kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak yang melawan pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur pada 1992, kasus lainnya yang pernah ditangani Munir yaitu kasus pembunuhan buruh Marsinah yang diduga tewas ditangan aparat keamanan pada 1994. Sikapnya yang berani dan sigap dalam menentang ketidakadilan pemerintahan Orde Baru membuat Munir tidak disukai oleh pemerintah, sehingga membuat dirinya sebagai incaran dan mendapat banyak ancaman, tetapi hal itu tidak membuat Munir gentar.

Kecintaannya terhadap ilmu hukum membuat Munir melanjutkan studinya ke Amsterdam, Belanda. Senin, 6 September 2004 pukul 21.55 WIB Munir menaiki penerbangan GA-974 ke Belanda. Dalam perjalanannya tiba-tiba Munir merasa perutnya sakit setelah sebelumnya meminum jus jeruk. Dia kemudian mendapatkan penanganan dokter dalam pesawat. Sebelum meghembuskan napas terakhirnya Munir diduga sempat bolak-balik ke toilet dan terlihat seperti orang sakit setelah transit di Bandara Changi Singapura. Pukul 08.10 waktu setempat, Munir menghembuskan napas terakhirnya 40.000 kaki di atas tanah Rumania. Setelah mendarat jenazah Munir segera diotopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya. 12 September 2004 jenazah Munir dimakamkan di Malang, setelah hasil otopsi keluar dan menyatakan Munir tewas karena diracun, makamnya pun dibongkar dan jenazahnya diotopsi kembali.

Hingga sekarang kasus kematian Munir masih belum diketahui pembunuhnya. Memang pengadilan telah menjatuhkan vonis terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto yang diduga sebagai pelaku pembunuhan dan Indra Setiawan selaku Direktur Utama PT. Garuda Indonesia saat itu, karena dianggap terlibat dalam kasus pembunuhan. Akan tetapi, Indra Setiawan membantah terlibat dalam konspirasi pembunuhan Munir, yang juga diduga melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN). Surat tugas untuk Pollycarpus selama ini diduga dibuat Indra setelah menerima surat resmi dari BIN.

Melihat kasus Munir tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan HAM di Indonesia belum sepenuhnya terlaksana. Hanya karena ada orang yang kritis, yang ingin mendapat banyak pengalaman dan itu dianggap mengancam pemerintah harus berakhir di bunuh.

Daftar pustaka

https://nasional.kompas.com/read/2018/09/07/15120951/mengenang-munir-dibunuh-di-udara-14-tahun-silam diakses tanggal 17 November 2018, pukul 15.00 WIB

Lubis, Yusnawan dan Sodeli, Mohamad. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun