Mohon tunggu...
Clianta Maritza
Clianta Maritza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Studi S1 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Indonesia Memecah Ketegangan Laut China Selatan

31 Mei 2024   22:22 Diperbarui: 31 Mei 2024   23:14 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRI Teuku Umar dan KRI Tjiptadi bersiap-siap melaksanakan operasi Siaga Tempur Laut TNI  di Natuna, Jumat (3/1/2020). Sumber: Kompas.id

Di sisi lain, upaya yang telah dilakukan Indonesia adalah penamaan teritorial Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Langkah tersebut dibuat oleh pemerintah untuk menghindari kebingungan pihak-pihak yang akan terjun dalam permasalahan sengketa Laut China Selatan ini. Tak hanya itu. 

Indonesia juga mengirimkan misi diplomatik ke PBB pada 26 Mei 2020. Dalam upaya diplomatik ini, Indonesia secara tegas menyatakan posisi dan respon Indonesia melalui note verbal. Melalui upaya diplomatik tersebut, Indonesia menegaskan bahwa Indonesia menolak klaim China atas teritorial Laut China Selatan. Indonesia juga menggunakan UNCLOS sebagai dasar hukum untuk menolak klaim China.

Berangkat dari posisi China yang bersikukuh mempertahankan klaimnya di Natuna Utara, Indonesia harus melakukan sejumlah hal lain guna mematahkan klaim dan argumentasi Beijing. Pertama, melakukan pendekatan secara soft diplomacy dengan memanfaatkan kedekatan Jakarta-Beijing yang dalam 5 tahun terakhir sangat intens. 

Terutama dalam hubungan perdagangan dan investasi. China tentu memiliki kepentingan besar dalam perdagangan dan investasi seperti pengolahan nikel yang sangat diperlukan sebagai  bahan baku baterai dalam pengembangan industri kendaraan listrik yang sangat ekspansif belakangan ini. Bagi China, Indonesia adalah penghasil nikel sekaligus pasar yang menggiurkan bagi produk kendaraan listrik mereka.

Karena itu, Beijing tentunya tidak mau kehilangan peluang ekonomi di Indonesia dalam 10 tahun ke depan karena ketegangan di Natuna Utara. Posisi ini mesti dimanfaatkan betul oleh pemerintahan baru setelah Presiden Joko Widodo tidak lagi menjabat pada 20 Oktober 2024. 

Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih harus melihat lebih jeli dengan memanfaatkan kedekatan Jakarta-Beijing dan mencari win win solution di luar jalur hukum maupun diplomasi formal. Harus dilakukan terobosan yang menusuk ke jantung persoalan dengan bernegosiasi dengan 'Kakak Besar' Xi Jinping.

Referensi 

William Chih-tung CHUNG. "Analysis of Taiwan's Strategy against China's Grey Zone Activities in the South China Sea." East Asian Policy, vol. 15, no. 02, 1 June 2023, pp. 7--21, https://doi.org/10.1142/s1793930523000090.


Tan, Alexandra, and Neel Vanvari. "Conflict in a Crowded Sea: Risks of Escalation in the South China Sea." Thediplomat.com, 11 Apr. 2023, thediplomat.com/2023/04/conflict-in-a-crowded-sea-risks-of-escalation-in-the-south-


Laksmana, Evan A., Asyura Salleh, Sumathy Permal, Peaches Lauren Vergara, and Nguyen Hung Son. "Indonesia." JSTOR, 2021. http://www.jstor.org/stable/resrep48537.10


Sulistyani, Yuli Ari, Andhini Citra Pertiwi, and Marina Ika Sari. "Indonesia's Responses amidst the Dynamic of the South China Sea Dispute under Jokowi's Administration [Respons Indonesia Di Tengah Dinamika Sengketa Laut China Selatan Di Bawah Pemerintahan Jokowi." Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional12, no. 1 (May 31, 2021): 85--103. https://doi.org/10.22212/jp.v12i1.2149

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun