Dongeng karya Mackesy yang rilis di tahun 2019 dan sudah di adaptasi dalam film sejak tahun lalu ini mengajarkan para pembacanya apa arti kehadiran kita dalam dunia yang penuh tanda tanya ini. Dikemas melalui gambar juga dialog yang polos dan sederhana, Mackesy mencoba memberikan kesan yang mendalam dan membekas di hati para pembaca. Mackesy juga merepresentasikan empat sifat yang berada dalam diri manusia ke dalam tokoh yang berwujud anak lelaki, tikus, rubah, dan kuda.
Cerita berawal dari seorang anak lelaki yang seorang diri dan ia bertemu dengan si tikus yang terobsesi pada kue. Keduanya menghabiskan waktu mengamati alam liar dan mencoba masuk ke dalamnya. Di tengah kegamangan mereka akan alam liar, anak lelaki tersebut dan di tikus bertemu seekor rubah yang pendiam dan memiliki kekhawatiran akan banyak hal. Terkahir, mereka bertemu si kuda. Kuda adalah hal besar yang mereka temukan di tengah-tengah kegamangan alam liar. Kuda merupakan kunci dari pertanyaan-pertanyaan yang mengisi kepala si anak lelaki itu.
Keempatnya memiliki perjalanan yang panjang di alam liar bersalju itu. Setelah perjalanan yang cukup panjang akhirnya mereka menemukan jalan untuk pulang dan jawaban atas kehadiran mereka semua di sana. Yaitu, untuk cinta dan dicintai. Dan perihal pulang, sang anak kecil menyadari bahwa rumah tidak selalu berupa tempat dan pulang adalah ketika kita merasa dicintai, sebab cinta membawa kita ke rumah.Â
Maka, kesimpulan dari dongeng ini ialah untuk tetap bertahan dan dapatkan cinta lebih banyak. Tidak masalah jika terjatuh ataupun mera tersesat, sebab banyak yang mendukungmu untuk bangkit. Seperti kata si kuda, “the truth is everyone is winging it."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H